Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Senin, 15 Januari 2024

Warga Tiga Kelurahan di Bandar Lampung Menolak Pembangunan Perumahan-Ruko di Eks Hutan Kota

Oleh ADMIN

Berita
PT Hasil Karya Kita Bersama (HKKB) selaku pemilik proyek mengundang dan mengumpulkan warga dari tiga kelurahan dalam acara konsultasi publik di Hotel Nusantara Syariah di Jalan Soekarno Hatta, Bandar Lampung, pada Sabtu (13/1/2024). Foto: Berdikari.co

Berdikari.co, Bandar Lampung - Warga dari Kelurahan Way Dadi dan Way Dadi Baru, Kecamatan Sukarame serta Kelurahan Way Halim Permai, Kecamatan Way Halim, menolak pembangunan perumahan dan ruko di area eks hutan kota di Jalan Soekarno Hatta depan SMAN 5 dan SMPN 29 Bandar Lampung,

Karena pembangunan di atas lahan seluas sekitar 20 hektar itu ternyata belum memiliki Analisis Dampak Lingkungan (Amdal). Namun, perusahaan telah melakukan kegiatan penimbunan di lokasi. Dampaknya, saat hujan turun terjadi banjir yang menggenangi rumah warga sekitarnya. 

Menindaklanjuti protes warga tersebut, PT Hasil Karya Kita Bersama (HKKB) selaku pemilik proyek mengundang dan mengumpulkan warga dari tiga kelurahan itu yang dikemas dalam acara konsultasi publik di Hotel Nusantara Syariah di Jalan Soekarno Hatta, Bandar Lampung, pada Sabtu (13/1/2024).

Hadir dalam pertemuan Maskur sebagai manager lapangan mewakili Direktur PT Hasil Karya Kita Bersama Mintardi Halim alias Aming. Diketahui, PT Hasil Karya Kita Bersama (HKKB) adalah anak perusahaan dari PT Sinar Laut Grup.

Dalam pertemuan itu, warga dari tiga kelurahan sepakat menolak pembangunan perumahan dan ruko atau superblok di area bekas hutan kota sebelum ada amdal.

Warga Way Dadi, Huswan Efendi mengatakan, pihaknya tidak mengerti akan teori yang disampaikan oleh perusahaan. Namun yang pasti dampak dari penimbunan tanah di lokasi itu sudah dirasakan warga yaitu terjadi banjir.

"Kita ini tidak tahu teori-teori, tapi jangan dibodoh-bodohi. Yang kita tahu dampak banjirnya sudah terjadi, karena tempat itu sudah ditimbun sementara amdalnya belum dibuat," tegasnya.

Huswan mengungkapkan, rumahnya yang berada di belakang Bagas Raya mengalami banjir setinggi pinggang dewasa akibat keberadaan proyek itu. "Banjir terjadi karena timbunan tanah itu," ungkapnya.

Selain banjir, lanjut dia, saat musim kemarau kemarin debu dari kegiatan proyek menimbulkan polusi debu bagi warga sekitar.

"Debunya minta ampun. Kalau katanya sudah ada amdal yang dibuat atas persetujuan masyarakat, ini masyarakat yang mana? Jadi kami menolak pembangunan itu sebelum memang benar-benar tidak berdampak pada warga atau amdalnya dibuat," tandasnya.

Darwis Fauzi, perwakilan warga Waydadi Baru menambahkan, yang diinginkan masyarakat tidak hanya sebatas amdal, namun juga mempertanyakan status kepemilikan lahan dari eks hutan kota.

“Kenapa sekarang tiba-tiba sudah menjadi area bisnis, ini aturannya apa? Ganti rugi ini (tanah eks hutan kota) ke siapa dan berapa besar untuk melaksanakan pembangunan ini," tegas  mantan Sekretaris Daerah Pemkab Tulang Bawang ini.

Fauzi juga mempertanyakan dokumen apa saja yang sudah dimiliki oleh perusahaan PT HKKB. Karena bukan hanya dampak sosial ekonomi yang akan ditimbulkan, tapi juga mengganggu area pendidikan yang berada di lokasi itu.

"Yang pasti banjir ini berdampak pada masyarakat, sejumlah rumah di Way Dadi Baru menjadi tenggelam. Juga SMAN 5 ikut banjir. Kita menolak saluran air dari pembangunan itu ke Bagas Raya," katanya.

Ia juga mempertanyakan bos PT HKKB Aming yang tidak hadir dalam pertemuan. Padahal, Aminglah yang mengundang warga untuk bertemu.

Menanggapi hal itu, manager lapangan PT HKKB, Maskur mengatakan, PT Hasil Karya Kita Bersama merupakan bagian dari perusahaan PT Sinar Laut Grup.

"Jadi pak Aming sedang ada di luar kota. Nanti aspirasi dari warga akan disampaikan kepadanya,” kata Maskur. Hasil pertemuan menyepakati PT HKKB akan menghentikan sementara pembangunan di lokasi sampai amdal diterbitkan.

Dalam pertemuan turut hadir Camat Sukarame dan Camat Way Halim, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandar Lampung, dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Bandar Lampung

Sementara itu, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung, Irfan Tri Musri menjelaskan, dampak penurunan ruang terbuka hijau (RTH) di Bandar Lampung akan merugikan masyarakat yang tinggal di daerah tersebut.

"Dampak dari minimnya RTH di Bandar Lampung tentu banyak seperti penurunan kualitas udara dan rawan terjadi banjir. Karena RTH itu juga menjadi daerah tangkapan dan resapan air,” katanya.

Menurut Irfan, dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Pemkot Bandar Lampung telah merubah beberapa fungsi seperti yang tadinya bisa dijadikan RTH justru jadi daerah bisnis atau budidaya sehingga beralih fungsi. (*)

Editor Sigit Pamungkas