Berdikari.co, Bandar Lampung - Forum Ekonom Indonesia (FEI) menilai
penyaluran bantuan sosial (bansos) tidak menggunakan data yang terintegrasi.
"Jadi risiko terjadinya tumpang tindih, terjadinya salah sasaran sangat tinggi," kata Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Anggito Abimanyu dalam diskusi 29 ekonom dari Forum Ekonom Indonesia (FEI) dengan topik Menggagas Strategi Pembangunan Ekonomi Baru untuk Indonesia di Hotel Wyndham Casablanca, Jakarta, Rabu (31/1/2024).
Karena itu, FEI menyarankan pemerintah merumuskan para
penerima bansos berbasis data, sehingga proses penyaluran dapat lebih tepat
sasaran. Apabila tidak ada integrasi data, maka dapat terjadi inefisiensi dalam
alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Mengingat bansos berasal dari APBN, pihaknya menekankan agar
pembagian bantuan tersebut tidak berlogokan satu kementerian tertentu guna
menghindari potensi politisasi bansos. Apabila hendak memberikan logo di setiap
bansos, maka cukup memasang logo "sumber dari APBN".
Anggito juga menyatakan bahwa sebaiknya penyaluran bansos
dilakukan oleh menteri yang terkait sebagai penerima kuasa anggaran dari
Presiden. "Hindari penyaluran oleh satu dua orang tertentu. Jadi sekali
lagi, kami mengimbau supaya niat baik perlindungan sosial itu (tidak)
diinterpretasikan sebagai politisasi," ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut, pihaknya turut memaparkan sembilan
poin terkait kondisi perekonomian nasional yang perlu diperhatikan oleh
pemerintah dan tiga calon presiden (capres) serta calon wakil presiden
(cawapres).
Salah satu dari poin tersebut ialah menghindarkan bansos
sebagai instrumen kepentingan politik dan mengembalikan program tersebut
sebagai instrumen perlindungan sosial yang merupakan hak masyarakat miskin dan
tanggung jawab negara, serta evaluasi efektivitas penyaluran bansos tanpa data
yang terintegrasi.
"Jadi, (bansos) tidak hanya (kita soroti) yang terjadi
pada kondisi tahun ini saja, tapi tahun-tahun sebelumnya. Secara prinsip,
penyaluran bansos itu banyak dipertanyakan, kemungkinan duplikasi, dan kemungkinan
ada RTM (Rumah Tangga Miskin) yang tidak menerima bansos karena tidak
terdata," ungkap Anggito.
Sebelumnya diberitakan, Perum Bulog Kanwil Lampung akan
menyalurkan bantuan pangan berupa beras kemasan 10 kilogram per bulan dengan
total sebanyak 48 ribu ton pada tahun 2024.
Jumlah penerima bertambah sebanyak 24.803 Keluarga Penerima
Manfaat (KPM). Tahun 2024 ada 829.675 KPM yang akan menerima bantuan pangan.
Sedangkan tahun 2023 lalu hanya berjumlah 804.872 KPM.
Pimpinan Wilayah Perum Bulog Kanwil Lampung, Bambang
Prihatmoko mengatakan, jumlah KPM yang menerima bantuan pangan pada tahun 2024
ini mengalami penambahan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
"Kami pada tahun ini menyalurkan bantuan pangan kepada
829.675 KPM yang ada di Lampung. Penerimanya bertambah karena tahun lalu yang
menerima hanya 804.872 KPM," kata Bambang di kantornya, Rabu (31/1/2024).
Ia mengungkapkan, bantuan pangan yang diberikan kepada KPM
tahun ini merupakan lanjutan dari bantuan yang sudah diberikan oleh pemerintah
pada tahun sebelumnya.
Jika tahun lalu bantuan pangan diberikan pada bulan Maret,
April, Mei kemudian September sampai Desember. Maka tahun 2024 ini para KPM
akan menerima bantuan pangan selama enam bulan yang dimulai sejak bulan Januari
hingga Juni. Total beras yang akan disalurkan kurang lebih 48 ribu ton.
"Kita diminta dari Bapanas untuk menyalurkan bantuan
pangan ini sampai dengan bulan Juni. Tapi kita menyalurkan per bulan dan total
sampai Juni sekitar 48 ribu ton yang akan disalurkan," jelasnya.
Bambang mengungkapkan, untuk bulan Januari ini pihaknya sudah
menyalurkan sebanyak 5.478 ton beras atau 66 persen dari target yang akan
disalurkan sebanyak 8.296 ton.
Pihaknya akan melakukan percepatan penyaluran bantuan pangan
tersebut sehingga masyarakat bisa langsung memanfaatkannya.
"Penyaluran ini akan terus kita maksimalkan, sehingga
mudah-mudahan awal Februari nanti kita sudah menyalurkan satu bulan alokasi ke
seluruh KPM di Lampung," terangnya. (*)