Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Kamis, 22 Februari 2024

Sebulan Terakhir, Dua Warga Lambar Jadi Korban Keganasan Harimau Sumatera

Oleh Echa wahyudi

Berita
Foto: Ist.

Berdikari.co, Lampung Barat - Dalam sebulan terakhir sudah ada dua warga yang menjadi korban keganasan harimau sumatera yang menghuni kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), masyarakat diminta waspada dan batasi aktivitas berkebun.

Peristiwa pertama dialami korban bernama Gunarso warga pemangku Sumber Agung ll, Pekon (Desa) Sumber Agung, Kecamatan Suoh yang ditemukan warga meninggal dunia dengan kondisi yang mengenaskan.

Peristiwa tersebut terjadi pada Kamis (8/2/2024), saat itu korban pamit kepada keluarganya untuk pergi ke kebun miliknya yang berada di wilayah setempat pukul 09:00 WIB. Namun hingga sore korban tidak kembali ke rumah.

Karena merasa khawatir, pihak keluarga berinisiatif untuk mencari korban di lahan perkebunan yang mereka garap, mereka mencari korban hingga malam hari, pencarian membuahkan hasil. Namun naas korban ditemukan meninggal.

Korban ditemukan dengan kondisi mengenaskan di semak. Kaki kanan korban sudah tercabik-cabik dan kepala alami luka cabikan. Melihat kondisi luka yang di alami korban, warga menduga korban menjadi korban terkaman harimau.

Peratin (Kepala Desa) Sumber Agung, Joko Purnomo membenarkan hal tersebut, ia mengatakan peristiwa tersebut memang terjadi pada Kamis (8/2/2024), bahkan ia membenarkan dugaan korban diserang harimau.

"Iya benar, ada jejak kaki (Harimau) dan ada jejak darah yang tercecer di sekitar lokasi sehingga warga menduga kuat korban menjadi korban serangan harimau," kata Joko kepada wartawan, Jumat (9/2/2024).

Lalu peristiwa serupa juga terjadi pada Anwar (43) warga Pemangku Way Tuing, Pekon (Desa) Hantatai Kecamatan Bandar Negeri Suoh (BNS) ia sempat berhadapan dengan seekor harimau yang sempat mengejarnya.

Beruntung ia dan Harimau tersebut hanya sempat bertatapan dan tak sampai menyerang korban. Namun peristiwa itu menyisakan trauma yang mendalam bagi Anwar yang sempat melihat langsung dengan jarak satu meter dari raja rimba itu.

Lalu peristiwa serupa kembali terjadi, seorang warga Desa Bumi Hantatai, Kecamatan Bandar Negeri Suoh (BNS) bernama Sahri diduga tewas diserang harimau saat sedang berada di kebun miliknya, pada Rabu (21/2/2024).

Kapolres Lampung Barat, AKBP Ryky Widya Muharam melalui Kapolsek Suoh, Iptu Edward Panjaitan mengatakan, berdasarkan keterangan keluarga, kronologis kejadian saat korban pergi ke kebun miliknya untuk melakukan aktivitas.

Korban ditemukan tewas setelah dilakukan pencarian oleh tim gabungan, kondisi paha kanan sudah tidak ditemukan, terdapat bekas taring di bagian leher dan di temukan Tapak harimau. Korban pun langsung dibawa kerumah duka.

Polisi sudah melakukan koordinasi dengan Resor Kehutanan Suoh dan BKSDA Bengkulu guna penanganan Satwa Liar disekitar kebun Warga dan Evakuasi satwa agar tidak terjadi lagi kejadian yang memakan korban.

Kepala Resort TNBBS Suoh, Sulki sebelumnya mengimbau, masyarakat untuk berhati-hati dan tidak pergi ke kebun di waktu sore hingga malam hari. Sebab waktu tersebut merupakan jam rawan adanya hewan buas.

"Masyarakat diminta waspada dan hati-hari ketika berada di kawasan hutan dan area jelajah harimau. Hindari aktivitas di jam harimau aktif yakni pukul 15.00 WIB sampai pukul 21.00 WIB dan jangan melakukan aktivitas sendiri," kata Sulki.

Ia memberikan saran, jika bertemu harimau agar jangan membelakangi dan upayakan harus berhadapan untuk meminimalisir hal-hal buruk terjadi. Ia ingatkan masyarakat tidak memburu, memperdagangkan satwa hutan.

“Sebab pelaku perburuan berisiko mendapatkan sanksi penjara selama 5 tahun dan/atau d enda 100.000.000. Hal itu sudah berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1990 pasal 21 ayat 1 dan 2 (Pidana pasal 40 ayat 4)," pungkasnya.

Konflik antara manusia dan hewan buas memang kerap kali terjadi di dua kecamatan yang dikelilingi kawasan TNBBS tersebut, namun hingga saat ini belum ada solusi konkrit dari permasalahan tersebut, nyawa manusia jadi ancaman.

Namun dilain sisi pemerintah mengeluarkan peraturan untuk menjaga ekosistem hutan dan satwa di dalamnya, sedangkan jika manusia terlibat konflik hingga mengancam nyawa, warga dilarang membunuh ataupun menyiksa hewan buas.

Dengan peristiwa tersebut masyarakat pun berasumsi apakah nyawa hewan buas lebih berharga dibanding nyawa manusia?, masyarakat pun banyak berharap agar pihak terkait segera mencarikan solusi, sehingga masyarakat bisa aman kembali. (*)

Editor Yugo Dwi Prasetyo