Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Kamis, 21 Maret 2024

Elvira: Angka Kemiskinan Ekstrem Lampung di Atas Nasional, Didominasi Masyarakat Pedesaan

Oleh ADMIN

Berita
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Lampung, Elvira Umihani. Foto: Berdikari.co

Berdikari.co, Bandar Lampung - Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Lampung, Elvira Umihani menyebut angka kemiskinan ekstrem Provinsi Lampung berada di atas nasional.

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mencatat kemiskinan ekstrem di Indonesia per Maret 2023 berada di angka 1,12 persen. Sementara Elvira mengatakan angka kemiskinan ekstrem Provinsi Lampung pada Maret 2023 berada di angka 11,11 persen.

"Angka kemiskinan di Lampung memang masih di atas nasional, tapi kecepatan penurunan angka kemiskinan di Lampung lebih tinggi daripada laju penurunan kemiskinan nasional," kata Elvira, Rabu (20/3/2024).

Ia menargetkan, dalam waktu dua hingga tiga tahun kedepan angka kemiskinan ekstrem di Lampung bisa terus turun hingga bisa berada di bawah angka nasional.

"Dua atau tiga tahun lagi angka kemiskinan kita targetnya bisa sama atau bisa lebih rendah dari nasional. Lampung ini semakin baik, mulai dari programnya hingga capaian indikator makronya," jelasnya.

Menurut Elvira, kemiskinan merupakan masalah yang kompleks sehingga dalam penanganannya juga harus melibatkan banyak sektor.

"Termasuk membangun jalan yang menghubungkan antar pusat produksi dengan pasar itu juga jadi program penanggulangan kemiskinan. Ini salah satu program yang sifatnya makro," katanya.

Ia mengungkapkan, program elektronik Kartu Petani Berjaya (e-KPB) juga merupakan bagian dari upaya penanggulangan kemiskinan pada sektor pertanian dalam artian luas.

"Kita memberikan bantuan bibit, memudahkan petani mendapatkan pupuk dan obat-obatan. Sehingga ini akan membuat usaha taninya lebih maju dan berkembang serta bisa meningkatkan pendapatan petani," paparnya.

Elvira mengungkapkan, kemiskinan ekstrem di Lampung masih didominasi oleh masyarakat yang berada di pedesaan dibandingkan masyarakat yang ada di perkotaan.

"Kemiskinan di pedesaan masih tinggi daripada kemiskinan di perkotaan. Sehingga kita ada program pemberdayaan BUMDes. Itu sebagai lembaga ekonomi di tingkat desa yang juga bisa mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan," imbuhnya.

Elvira memaparkan bahwa kemiskinan memiliki jenisnya sendiri sehingga harus ada tahap identifikasi untuk kemudian mencarikan program kerja sebagai solusi.

"Misal miskin karena tingkat pendidikan rendah berarti bagaimana membuka akses pendidikan lebih luas. Dia miskin karena sakit berarti akses kesehatannya juga harus sampai. Apalagi UHC di Lampung sudah 98,9 persen," ujarnya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung juga menyebut persentase penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 11,11 persen, menurun 0,33 persen poin terhadap September 2022 dan menurun 0,46 persen poin terhadap Maret 2022.

BPS mencatat, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita di bawah garis kemiskinan) pada Maret 2023 sebesar 970,67 ribu orang, kondisi ini lebih baik dibandingkan kondisi pada bulan September 2022 yang mencapai 995,59 ribu atau turun 24,92 ribu orang.

Dimintai tanggapannya, Sekretaris Komisi V DPRD Provinsi Lampung, Mikdar Ilyas berharap Pemprov Lampung dapat fokus melakukan penurunan angka kemiskinan ekstrem di daerah setempat.

"Tentunya kemiskinan ekstrem ini harus jadi perhatian pemerintah daerah. Harus segera dituntaskan," kata Mikdar, Selasa (5/3/2024).

Ia mengatakan,  salah satu  langkah yang bisa dilakukan Pemprov untuk menurunkan kemiskinan ekstrem adalah dengan memberikan program bantuan kepada masyarakat yang masuk kedalam kategori miskin ekstrem.

"Misalnya kalau ada bantuan yang dialokasikan oleh Pemprov Lampung maka sasarannya bisa masyarakat miskin ekstrem. Atau kegiatan lain seperti pelatihan kerja, jadi bisa meningkatkan skil mereka dan kedepannya bisa membuka usaha sendiri," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mencatat, terdapat 13 provinsi di Indonesia yang memiliki tingkat kemiskinan ekstrem tinggi, salah satunya Provinsi Lampung.

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kemenko PMK, Nunung Nuryartono menyebut angka kemiskinan ekstrem di Indonesia mencapai 1,12 persen per Maret 2023. Angka itu turun sebesar 0,92 persen poin apabila dibandingkan data Maret 2022.

Sementara tingkat kemiskinan ekstrem di 13 provinsi itu berada di atas level 1,12 persen. Nunung mengatakan, berdasarkan data tersebut, Papua menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinan ekstrem paling tinggi di Indonesia.

"Tingkat kemiskinan ekstrem tertinggi di Provinsi Papua 7,67 persen dan terendah di Kalimantan Timur 0,10 persen," kata Nunung di Kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, , Senin (4/3/2024).

Nunung mengungkapkan, adapun 13 provinsi di Indonesia yang memiliki tingkat kemiskinan ekstrem berada di atas 1,12 persen, yakni Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat ( NTB), Maluku, Gorontalo, Bengkulu, Aceh, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Lampung, Sumatera Selatan, dan Yogyakarta.

Nunung menuturkan, pihaknya sudah diberikan tugas untuk menurunkan angka kemiskinan ekstrem hingga 0 persen pada tahun ini. Menurutnya, berbagai cara sudah dilakukan untuk mengatasi masalah itu.

Sementara terkait target penurunan angka kemiskinan di Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy baru-baru ini mengungkapkan kemungkinan besar target yang ditetapkan sebesar 7,5 persen tak akan tercapai di akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Pemerintah sendiri menargetkan angka kemiskinan dapat ditekan turun ke angka 6,5 persen-7,5 persen pada 2024.

Muhadjir mengatakan, angka kemiskinan di Indonesia saat ini masih berada di angka 9,36 persen. Maka, masih butuh 1,85 persen untuk bisa mencapai target yang ditetapkan pemerintah dalam RPJMN sebesar 7,5 persen.

Ia pesimistis penurunan angka kemiskinan dapat menyentuh 7,5 persen di akhir periode Jokowi lantaran selama ini hanya alami penurunan sekitar 0,3 persen. (*)

Editor Sigit Pamungkas