Logo

berdikari Politik

Senin, 27 Mei 2024

Kata Pengamat Soal Peluang Koalisi PDIP dengan NasDem dan Golkar di Pilwakot Metro

Oleh Arby Pratama

Berita
Pengamat Politik dari Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Politik (Stisipol) Dharma Wacana Metro, Pindo Riski Saputra. Foto: Ist

Berdikari.co, Metro - Dinamika Politik menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 di Kota Metro semakin kompleks. Jika sebelumnya peluang koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Golkar memiliki kecenderungan deal, kini justru potensi koalisi tersebut berpeluang terjadi pada NasDem dan PDIP di Metro.

Hal itu diungkapkan Pengamat Politik dari Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Politik (Stisipol) Dharma Wacana Metro, Pindo Riski Saputra. Ia membeberkan secara detail pandangannya terkait dengan isu politik di Bumi Sai Wawai yang belakangan menjadi topik hangat kerap diperbincangkan kalangan elit hingga akar rumput.

Bahkan, teka-teki peta politik koalisi partai menjadi bahasan yang sering didiskusikan hingga di warung Kopi. Dua partai besar seperti NasDem dan Golkar acap kali disebut berebut restu koalisi bersama PDI Perjuangan yang merupakan partai pemenang Pileg di Kota Metro.

Nama Anna Morinda bahkan kerap dinilai menjadi Bakal Calon (Balon) Wakil Walikota potensial untuk mendampingi Balon Wali Kota, Tondi MG Nasution maupun Balon Wali Kota, Wahdi.

Pria yang merupakan Dosen ilmu politik di Stisipol Dharma Wacana Metro itu menerangkan besaran peluang perbandingan koalisi antara Golkar - PDIP serta NasDem- PDIP.

"Ada tiga hal yang perlu di pertimbangkan dalam koalisi partai terutama dalam Pilkada. Alasan yang pertama partai politik bersepakat untuk bekerjasama secara sukarela karena kedekatan ideologi atau kesamaan program-program partai," kata dia, Senin (27/5/2024).

"Yang kedua alasan koalisi dibentuk dalam rangka memenuhi syarat sebagai peserta pemilu, untuk memenuhi syarat minimal 20 persen kursi DPRD dalam pencalonan kepala daerah melalui jalur partai politik. Alasan yang ketiga adalah sebagai strategi murni partai untuk memenangkan kompetisi pilkada," imbuhnya.

Tak hanya itu, dari sisi ideologi ketiga partai tersebut memiliki kesamaan ideologi yaitu nasionalis. Namun jika berkaca dari Pilpres lalu, memang suara NasDem  banyak di dukung oleh kaum agamis karena sosok Anis Baswedan yang di usung didalamnya.

"Artinya dari sisi ideologi kepartaian tidak terlalu berpengaruh, peluang koalisi tentu sama-sama memiliki peluang yang besar. Namun kembali lagi kepada sosok dan tokoh yang di usung dan di sandingkan. Namun dari sisi perolehan suara partai pemilu lalu di Kota Metro,  PDIP lebih di untungkan jika disandingkan dengan NasDem," ujar Pindo Riski Saputra.

"Namun jika di lihat dari sisi tokoh yang di usung NasDem kemungkinan besar adalah Wahdi, yang merupakan sosok Walikota terpilih secara independen pada Pilkada sebelumnya, artinya partai pun harus memiliki spesifikasi dan tolak ukur yang kuat dalam mengusung koalisi yang akan di bangun dari sisi tokoh ataupun sosok yang di usung," sambungnya.

Pengamat tersebut bahkan menilai nama Tondi MG Nasution memiliki peluang yang lebih besar untuk merontokkan loyalis dan pendukung petahana dalam Pilkada serentak 2024. Ia bahkan menilai PDIP perlu bermeditasi untuk menemukan pasangan yang cocok antara Tondi dan Wahdi.

"Secara politis PDIP harusnya melihat terutama belakangan ini ada gerakan akar rumput Asal Bukan Wahdi yang santer terdengar. Itu menjadi peluang besar bagi Tondi untuk melawan petahana, namun dari sisi lainnya juga Tondi harus membangun komunikasi lintas partai khususnya PDIP yang kemudian sama-sama berkomitmen membangun infrastruktur di Metro. Apalagi perolehan suara Tondi cukup banyak," terangnya.

Mantan aktivis mahasiswa tersebut mengutarakan pandangannya terkait peluang koalisi Partai NasDem dengan PDIP di Metro. Menurutnya, Balon Wali Kota, Wahdi memiliki masa dari kelompok agamis yang ketika bergabung dengan kelompok nasionalis PDIP dapat menghasilkan perolehan suara tinggi.

"Dari sisi partai, perspektif ini saya rasa memang banyak di motori pada saat Pilpres kemarin, namun sebenarnya dari sisi sosok Wahdi sebagai inkumben memiliki simpatisan dan pemilih yang agamis karena sosok beliau sebagai Walikota. Mengingat bahwa penyosokan Wahdi di kaum agamis bukan karena partai namun, lebih pada secara pribadi yang di kenal dekat dengan kelompok-kelompok agamis di kota ini. Jadi dari sisi partai sah-sah saja ketika NasDem berkoalisi dengan PDIP," jelasnya.

Akademisi tersebut memandang gerakan politik PDI Perjuangan di Metro dapat memberikan pengaruh luar biasa dalam Pilkada serentak 2024. Selain berkoalisi dengan Golkar maupun NasDem, PDIP bisa saja berkoalisi dengan Parpol lainnya.

"Dengan parpol lainnya itu mungkin saja, namun tentu kembali lagi di nilai dari sisi elektabilitas masing-masing tokoh yang akan di usung dan di sandingkan. PDIP itu memiliki kemampuan besar dari sisi partai dan perolehan suara saat pemilu lalu," kata Pindo lagi.

"Tidak bisa di pungkiri PDIP adalah partai besar yang memiliki sejarah besar di negeri ini terutama dalam dunia politik, tentu Golkar dan NasDem harus memiliki pertimbangan yang matang dari sisi kepartaian, belum lagi system pengkaderan dan ideologi yang kuat dari PDIP, hal itu di buktikan dengan perolehan suara terbanyak di Kota Metro saat pileg lalu," tambahnya.

Pria yang akrab disapa Pindo itu membeberkan secara rinci tingkat elektabilitas dan peluang Wahdi sebagai inkumben, Tondi MG Nasution yang kini menjabat Ketua DPRD Kota Metro dan Anna Morinda yang dikenal sebagai aktivis peduli perempuan.

"Wahdi sebagai inkumben tentu memiliki posisi yang kuat karena memiliki power dalam system pemerintahan dan arah kebijakan yang di bangun selama ini, tentu berdampak baik untuk meningkatkan elektabilitas dirinya dalam pencalonan. Lalu Tondi sebagai Ketua Dewan di Kota Metro juga tentu memiliki power yang kuat dalam lintas partai," bebernya.

"Sosok tondi juga sangat dikenal oleh masyarakat, terlebih beliau baru saja memperoleh kemenangan dalam pertarungan Pileg 2024 kemarin, dengan perolehan suara cukup besar. Kemudian, Anna Morinda dari sisi kepartaian juga sangat kuat. dalam kontestasi pemilu lalu PDIP meraih suara terbanyak dengan raihan 19.490 suara, sehingga meloloskan 5 kadernya ke kursi DPRD Kota Metro dan juga hingga saat ini PDIP Metro belum ada yang dapat menggantikan sosok Anna yang banyak di kenal oleh lapisan masyarakat," sambungnya.

Sementara berkaitan dengan penguasaan panggung kontestasi Pilkada, pengamat menilai prediksi Wahdi - Anna maupun Tondi - Anna memiliki kelebihan dan kekurangannya dimata masyarakat.

"Jika pilihannya adalah Tondi- Anna, tentu memiliki peluang yang cukup besar untuk memperoleh kemenangan. Hal tersebut dilihat dari sisi partai dan elektabilitas tokoh yang di usung, di tambah lagi dengan isu gerakan masyarakat ABW alias Asal Bukan Wahdi yang santer terdengar belakangan ini," tuturnya.

"Namun jika pilihannya Wahdi-Anna jika dilihat dari sisi lain saya rasa bukanlah pasangan yang ideal karena masih perlu mempertimbangkan sosok Qomaru di dalamnya yang selama ini mendampingi. Apalagi eksistensi Qomaru di masyarakat terkenal begitu dekat, tentu elektabilitas Qomaru yang selama ini mendampingi Wahdi tidak bisa di kesampingkan," lanjutnya.

Menyikapi isu tersebut, masyarakat diminta bijak dan melihat dinamika politik menjelang pemilu serentak 2024 dengan pemikiran yang terbuka serta memilih pemimpin yang berkomitmen dalam membangun Bumi Sai Wawai.

"Masyarakat harus bijak, berkaca dari fenomena pemilu serentak kemarin terutama menyikapi isu money politik yang begitu besar di kota ini, masyarakat harus lebih bijak dalam melihat kompetensi dan track record sosok calon walikota. Karena masyarakat yang sehat akan melahirkan sosok pemimpin sehat, apalagi masyarakat harus fokus pada balon yang memiliki komitmen untuk membangun infrastruktur yang baik," tandasnya. (*)

Editor Sigit Pamungkas