Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Senin, 27 Mei 2024

Soal Terbitnya Pergub Lampung Nomor 33 Tahun 2020, Walhi: Aturan Itu Menguntungkan SGC

Oleh Redaksi

Berita
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung, Irfan Tri Musri. Foto: Ist.

Berdikari.co, Bandar Lampung - Walhi Provinsi Lampung menduga penerbitan Pergub Lampung Nomor 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana telah diubah dengan Pergub Lampung Nomor 19 Tahun 2023 merupakan bentuk transaksi politik antara Arinal Djunaidi dengan PT Sugar Group Companies (SGC) selaku perusahaan perkebunan tebu terluas di Lampung.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung, Irfan Tri Musri mengatakan, ada kemungkinan lahirnya pergub tersebut bentuk transaksi politik dimana Arinal Djunaidi berdasarkan isu yang beredar telah disokong oleh SGC (Sugar Group Companies) pada Pilgub Lampung tahun 2018 lalu.

"Sehingga kurang lebih satu tahun pasca Arinal Djunaidi dilantik sebagai Gubernur Lampung, kebijakan itu langsung dibuat yaitu Pergub yang memperbolehkan pemanenan tebu dengan cara dibakar,” kata Irfan, Rabu (22/5/2024).

"Jadi jangan salahkan publik juga kalau menilai terjadi proses transaksional antara Gubernur Arinal dengan perusahaan perkebunan tebu di Provinsi Lampung dalam hal ini PT SGC dengan lahirnya pergub itu,” lanjutnya.        

Menurutnya, sebagaimana diketahui bahwa perusahaan grup perkebunan tebu tersebut merupakan yang terbesar di Provinsi Lampung bahkan di Indonesia.

Irfan mengungkapkan, dengan adanya pergub tersebut yang memperbolehkan pemanenan tebu dengan cara dibakar akan sangat menguntungkan bagi korporasi, namun mengancam kesehatan masyarakat.

"Kalau dilakukan kalkulasi ekonomi dalam satu hektar saja bisa menghemat beberapa biaya dalam sekali pemanenan dengan cara dibakar. Tinggal kalikan saja dengan sekitar 100 ribu hektar per tahun, kan sangat jelas berapa puluh atau berapa ratus miliar keuntungan ketikan pemanenan dengan cara dibakar,” paparnya.

Irfan menerangkan, pergub yang telah berjalan lebih kurang empat tahun tersebut jelas telah menguntungkan pemilik korporasi perkebunan tebu yang ada di Provinsi Lampung itu, serta telah mengabaikan hak-hak masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat dan berkelanjutan sebagai bagian dari hak asasi manusia.

"Terbitnya pergub tersebut merupakan karpet merah bagi korporasi untuk melakukan pengabaian terhadap hak atas lingkungan hidup dan hak masyarakat yang dapat dilakukan oleh korporasi perkebunan tebu secara legal. Pemanenan dengan cara membakar ini juga tentunya akan menambah polusi dan sebaran emisi di Indonesia khususnya Provinsi Lampung,” kata Irfan.

Sementara itu, Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi saat ditanya terkait dugaan tersebut mengatakan bahwa penjelasan sudah disampaikan oleh Sekdaprov Lampung Fahrizal Darminto. “Sudah cukup dengan Pak Sekda ya penjelasannya,” kata Arinal saat ditemui usai pelantikan Pj Bupati Mesuji dan Tubaba di Balai Keratun Kantor Pemprov Lampung, Rabu (22/5/2024).

Sebelumnya diberitakan, Walhi Lampung menyebut ditemukan sebanyak 230 titik api atau hot spot di lahan tanaman tebu milik PT SGC sejak tahun 2021 sampai dengan 2023.

Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri mengungkapkan, berdasarkan hasil monitoring dan Riset Meja (Desk Research) yang dilakukan Walhi Lampung pada salah satu group perusahaan perkebunan tebu yaitu PT Sugar Group Companies (PT Sweet Indo Lampung, PT Indo Lampung Perkasa dan PT Gula Putih mataram), bahwa pada tahun 2024 ini memang belum ditemukan fakta aktivitas pemanenan dengan cara membakar.

Namun, lanjut dia, berdasarkan analisis menggunakan data sebaran titik api atau hotspot dari NASA, terdapat jumlah titik api di konsesi SGC pada tahun 2021 sebanyak 57 titik api, tahun 2022 sebanyak 38 titik api dan tahun 2023 sebanyak 135 titik api (total 230 titik api) dengan tingkat kepercayaan yang beragam.

"Tren waktu sebaran titik api tersebut juga beragam. Pada tahun 2021 sebaran titik api mulai dari April hingga Desember. Kemudian tahun 2022 sebaran titik api terdapat di April hingga September, tahun 2023 terjadi pada Maret hingga November,” paparnya.

Walhi Lampung meminta kepada KLHK untuk dapat melakukan monitoring terhadap semua perusahaan perkebunan tebu di Provinsi Lampung, dan apabila masih terdapat aktivitas pemanenan dengan cara membakar maka KLHK harus berani untuk memberikan sanksi yang tegas baik pidana dan/atau perdata sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Lampung, Fahrizal Darminto saat dihubungi mengatakan, Pemprov Lampung akan melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) yang mencabut Peraturan Gubernur Lampung Nomor 19 tahun 2023 tentang Tata Kelola Panen dan Peningkatan Produktivitas Tanam Tebu.

"Dalam hal ini putusan Mahkamah Agung bersifat final dan mengikat. Oleh karena itu untuk menghormati putusan Mahkamah Agung maka Gubernur Lampung mencabut Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020  yang telah diubah menjadi Peraturan Gubernur Nomor 19 Tahun 2023,” kata Fahrizal, Selasa (21/5/2024).

Selanjutnya, Pemprov Lampung terlebih dahulu akan memantau perkembangan di lapangan. "Kita lihat keadaan ya, yang penting kita cabut dulu. Kita harus hormati keputusan MA," jelasnya. (*)

Artikel ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Senin 27 Mei 2024, dengan judul "Soal Terbitnya Pergub Lampung Nomor 33 Tahun 2020"

Editor Didik Tri Putra Jaya