Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Rabu, 05 Juni 2024

Empat Eksportir Kuasai 64 Persen Lada Hitam Lampung, Disperindag Segera Koordinasi dengan KPPU

Oleh Redaksi

Berita
Foto: Ist.

Berdikari.co, Bandar Lampung - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung melalui Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) segera berkoordinasi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menindaklanjuti adanya dugaan empat eksportir kuasai 64 persen lada hitam asal Lampung.

Kepala Disperindag Provinsi Lampung, Evie Fatmawati mengatakan, saat ini pihaknya belum bisa berkomentar banyak terkait dengan temuan KPPU tersebut.

"Nanti saja, kita harus rapat dulu. Kita harus duduk sama-sama dulu biar sama-sama penanganannya. Kita koordinasi dengan BI dan KPPU juga," kata Evie, Selasa (4/6/2024).

Evie mengungkapkan, eksportir lada hitam di Provinsi Lampung cukup banyak. Sementara untuk harga jual di tingkat petani ditentukan oleh harga pasar.

"Kalau eksportir di Lampung banyak, tapi nanti. Harga sendiri di Lampung sesuai dengan harga pasar, kita tidak bisa menentukan sendiri," katanya.

Pengamat Ekonomi Universitas Lampung, Asrian Hendi Caya mengatakan, salah satu masalah pertanian di Lampung adalah rendah dan tidak stabilnya harga produksi hasil pertanian terutama di tingkat petani.

"Salah satu masalah pertanian di Lampung adalah rendah dan tidak stabilnya harga hasil pertanian. Dan utamanya harga di tingkat petani atau produsen," kata Asrian, Selasa (4/6/2024).

Menurutnya, penyebab rendahnya harga hasil pertanian dipengaruhi oleh monopoli (satu pembeli) atau oligopsoni (beberapa pembeli) yang menentukan atau mengendalikan harga.

"Bisa jadi salah satu sumbernya adalah monopoli atau oligopsoni sehingga mereka menentukan atau mengendalikan harga. Adanya temuan KPPU tersebut menjadi menarik karena bisa menjawab kenapa harga hasil pertanian di Lampung rendah,” ungkapnya.

Asrian menerangkan, selama ini lada hitam merupakan ikon Provinsi Lampung. Walaupun Lampung bukan penghasil lada terbesar, namun menjadi eksportir terbesar.

Ia menegaskan, jika harga lada hitam fluktuatif dapat merugikan petani dan mempengaruhi penurunan produktivitas yang bisa berdampak terhadap penurunan ekspor.

"Bila hal ini terus terjadi akan berdampak melemahkan perekonomian Lampung karena melibatkan petani. Dimana sebagian besar rakyat Lampung menggantungkan pendapatannya pada sektor pertanian," imbuhnya.

Sebelumnya diberitakan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai melakukan penyelidikan dugaan persaingan tidak sehat dalam tata niaga komoditas lada hitam di Provinsi Lampung.

Anggota KPPU, Gopprera Panggabean mengatakan, ada indikasi pelanggaran Pasal 13 UU Nomor 5 tahun 1999 berkaitan dengan perilaku oligopsoni pada tataniaga komoditas lada hitam di Provinsi Lampung.

“Penyelidikan tersebut dilakukan seiring dengan ditemukannya bukti permulaan yang cukup berkaitan indikasi pelanggaran yang dilakukan oleh 4 eksportir lada hitam di wilayah tersebut,” kata Gopprera dalam keterangan tertulisnya, Senin (3/6/2024).

Ia menjelaskan, kasus ini berawal dari penyelidikan awal perkara inisiatif yang dilakukan oleh KPPU sejak Februari 2024 atas tata niaga komoditas lada hitam di Provinsi Lampung.

Melalui penyelidikan awal, lanjut di, KPPU menemukan bahwa struktur pasar pembelian lada hitam di Provinsi Lampung pada tahun 2022 dikuasai 64 persen oleh 4 eksportir yang diduga melakukan perilaku anti persaingan.

“KPPU juga menemukan terdapat perilaku pengendalian pembelian pasokan dan harga beli lada di tingkat petani oleh keempat eksportir. Tindakan ini diduga menyebabkan harga lada hitam di Lampung berada di bawah rata-rata harga nasional, meskipun adanya fakta bahwa Lampung merupakan daerah penghasil lada hitam terbesar di Indonesia,” paparnya.

Selain mengakibatkan harga yang rendah, perilaku pengendalian pembelian pasokan dan harga yang dilakukan keempat eksportir juga berdampak pada alih komoditas tanaman oleh petani, khususnya terhadap penurunan luas lahan dan produksi lada hitam di Lampung.

“Dampak pada persaingan juga dirasakan pada penurunan jumlah eksportir lada hitam di provinsi tersebut. Tercatat, pada tahun 2020 masih terdapat 15 eksportir lada hitam, namun tahun lalu, jumlah tersebut turun menjadi 9 eksportir,” terangnya.

Ia menerangkan, dalam penyelidikan akan dilakukan pengumpulan alat bukti yang cukup, yakni minimal dua alat bukti guna menyimpulkan apakah indikasi pelanggaran tersebut dapat berlanjut hingga ke tahap persidangan oleh Majelis Komisi. (*)

Editor