Berdikari.co, Bandar
Lampung - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Lampung masih mencari sumber
limbah yang mencemari Pantai Sebalang, Kecamatan Katibung, Lampung Selatan.
Awalnya, limbah itu diduga berasal dari air bekas pencucian boiler milik PLTU
Sebalang.
DLH Lampung sudah mengirimkan
pegawainya melakukan peninjauan lokasi tempat ditemukannya limbah yang
mencemari perairan Pantai Sebalang.
Kepala DLH Lampung,
Emilia Kusumawati mengatakan, saat tiba di lokasi pihaknya sudah tidak
menemukan limbah yang berbentuk busa dan berwarna kuning kemerahan tersebut.
"Limbahnya
sekarang sudah tidak ada lagi, jadi dalam waktu dua hari sudah selesai. Kita
sempat ke sana dan melihat sudah tidak ada apa-apa lagi," kata Emilia,
pada Rabu (17/7/2024).
Emilia menjelaskan,
sampai dengan saat ini pihaknya juga belum mengetahui asal usul dari limbah
itu. "Kami belum tahu limbah itu dari mana? Itu dari laut masuk ke
Sebalang. Kita tidak bisa menduga juga, tapi sepertinya bukan dari PLTU
ya," jelasnya.
Ia mengatakan, sudah
mengambil sampel limbah tersebut untuk selanjutnya dilakukan pengujian di
laboratorium.
"Kita sedang
menguji sampel limbah yang sudah diambil, tapi belum keluar hasilnya. Takutnya
ada pengaruh terhadap biota laut. Keluar sampel itu cukup lama karena di bawa
ke pulau Jawa. Bisa 2 minggu atau 1 bulan," terangnya.
Sebelumnya
diberitakan, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Lamsel
menuding Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sebalang diduga membuang limbah
bekas air pencucian boiler ke laut sehingga mencemari pesisir pantai setempat.
Ketua HNSI Lamsel,
Agus Saini mengatakan, busa berwarna kuning kemerahan yang mencemari bibir
Pantai Sebalang, Kecamatan Katibung, diduga berasal dari air limbah yang
dibuang oleh PLTU Sebalang.
"Diduga limbah
berasal dari pembuangan air hasil pencucian boiler PLTU Sebalang yang kemudian
mencemari bibir Pantai Sebalang," kata Agus, pada Senin (15/7/2024).
Agus mengungkapkan,
dampak dari pencemaran limbah tersebut mengakibatkan hasil tangkapan ikan para
nelayan menjadi jauh berkurang.
"Kalau dugaan
pencemaran seperti ini terus dibiarkan dikhawatirkan akan merusak ekosistem
laut, dan jelas melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014,” tegasnya.
Agus berharap Dinas
Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lamsel dan DLH Provinsi Lampung serius dan
terbuka dalam menangani masalah dugaan pencemaran tersebut.
"Kami mendapatkan
informasi dari masyarakat bahwa belum ada tindakan yang nyata dari DLH,"
ungkapnya.
Agus menerangkan, pada
hari Senin (8/7/2024) lalu, ia menerima informasi perihal adanya pembuangan air
panas berbusa berwarna kuning menuju bibir Pantai Sebalang.
"Sepertinya
sedang proses pencucian boiler atau apa, dan pembuangannya menuju bibir Pantai
Sebalang. Jika limbah berbahaya itu tidak segera ditindaklanjuti, dikhawatirkan
biota dan ekosistem laut bisa terancam serta berdampak pada hasil tangkapan ikan
nelayan,” paparnya.
"Saya minta Dinas
Lingkungan Hidup menyelidiki dan mendalami asal limbah yang diduga mengandung
unsur B3 (bahan berbahaya dan beracun) tersebut," lanjutnya.
Agus menjelaskan bahwa
kawasan pantai merupakan destinasi wisata sekaligus lokasi bagi para nelayan
untuk mencari ikan. Sehingga jika terjadi pencemaran lingkungan laut akan
merugikan masyarakat maupun nelayan.
“Untuk mengatasi
pencemaran laut ini, dinas terkait harus lebih serius. Segera dicari dari mana
sumbernya dan siapa yang harus bertanggung jawab. Agar pantai tetap terjaga
kebersihannya dan tidak tercemari oleh limbah," imbuhnya. Hingga berita
diterbitkan, PLTU Sebalang belum bisa dihubungi. (*)