Logo

berdikari Politik

Jumat, 09 Agustus 2024

Paslon Lawan Kotak Kosong di Pilkada, Pengamat: Kegagalan Perkaderan Parpol

Oleh Yudha Priyanda

Berita
Pengamat Hukum Adminstrasi Negara (HAN) Universitas Lampung (Unila), Satria Prayoga, saat dimontai keterangan, Jumat (9/8/2024). Foto: Yudha

Berdikari.co, Bandar Lampung - Pengamat Hukum Adminstrasi Negara (HAN) Universitas Lampung (Unila), Satria Prayoga menilai, pemilihan kepala daerah (Pilkada) melawan kotak kosong adalah bentuk kegagalan perkaderan partai politik (Parpol).

Hal itu disampaikan Satria menanggapi adanya potensi calon tunggal melawan kotak kosong di sejumlah daerah. Seperti Musa Ahmad Lampung Tengah, lalu Ela Siti Nuryaman Lampung Timur.

Kemudian Tulangbawang Barat Novriwan Jaya, lalu Nanda Indira di Pesawaran, selanjutnya Parosil Mabsus di Lampung Barat, dan Wahdi Siradjuddin di Kota Metro.

"Menghadapi fenomena kotak kosong ini, sebenarnya sudah banyak sekali terjadi, bukan hanya pada Pemilu 2020 ada terus, ada kemungkinan kotak kosong itu bukan menunjukkan kemajuan demokrasi, di situlah kurangnya menciptakan kader-kader, untuk pemimpin di daerah," ungkap Satria, saat dimontai keterangan, Jumat (9/8/2024).

Menurutnya, partai politik memang pola fikirnya selalu realistis, dimana tujuanya adalah untuk kemenangan. Sehingga, dengan kotak kosong adalah salah satu jalan menuju kemenangan bagi partai politik.

"Kalau partai itu berfikir secara realistis, dia akan merekomendasikan kepada calon-calon yang mereka fikir punya peluang untuk menang realistis," tuturnya, seperti dikutip dari kupastuntas.co.

Menurutnya, partai politik tidak ingin 'bunuh diri' dengan mengusung calon kepala daerah yang punya potensi untuk kalah.

"Kalau ketika memang tidak memiliki kans menang, ya partai gak mau juga bunuh diri, ketika memang kader internal maupun eksternalnya tidak terpenuhi tidak mumpuni ya langsung berfikir secara realistis," katanya.

"Semua kembali lagi ke partai, kalau partainya menginginkan menang dengan melihat fakta survey yang ada ya ada kemungkinan memang melawan kotak kosong," tambahnya.

Adanya kemungkinan kotak kosong lanjutnya,karena begitu besarnya biaya politik pada kontestasi pemilihan kepala daerah.

"Saya selalu bilang, dalam demokrasi harus dibedakan antara kos politik dengan monyey politik, kalau kos politik itu ya diperbolehkan, tetapi memang biayanya cukup besar," tutupnya. (*)

Editor Didik Tri Putra Jaya