Logo

berdikari Politik

Senin, 02 September 2024

KPU Konsultasi ke DPR Soal Pilkada Ulang di 2025 Jika Kotak Kosong Menang

Oleh Sigit Pamungkas

Berita
Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik. Foto: Ist

Berdikari.co, Bandar Lampung - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akan berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah terkait penentuan jadwal pilkada ulang bagi daerah yang dimenangkan oleh kotak kosong. Pilkada ulang itu diusulkan dilakukan pada 2025, alih-alih pada 2029.

"Jadi nanti mengenai pasal 54D ayat 3 UU 10/2016 itu akan dikonsultasikan dahulu kepada pembentuk UU, DPR, dan pemerintah," kata Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik, Senin  (2/9/2024) dikutip dari detik.com.

Idham menyebutkan rapat dengan DPR itu akan diupayakan digelar dalam waktu dekat.

"Dalam waktu dekat KPU akan berkomunikasi untuk diberikan kesempatan berkonsultasi tentang Pasal 54D ayat 3 tersebut di dalam UU Nomor 10/2016," sambungnya.

Regulasi terkait pilkada ulang itu tertuang di Pasal 54D ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Dalam aturan itu, disebutkan bahwa pilkada ulang dilakukan pada tahun berikutnya atau mengikuti jadwal keserentakan pilkada, yakni lima tahun sekali.

"Pemilihan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diulang kembali pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan," demikian bunyi Pasal 54D ayat 3 UU 10/2016.

Idham mengatakan pilkada ulang pada 2025 akan memberi kesempatan kepada daerah untuk memiliki kepala daerah definitif tanpa menunggu terlalu lama. Idham menyampaikan hal itu sejalan dengan tujuan diselenggarakannya pilkada.

"Yaitu aktualisasi kedaulatan pemilih sebagai rakyat dalam memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung," ujarnya.

Idham menjelaskan, terdapat alternatif lain terkait pilkada ulang, yakni dilakukan sesuai dengan jadwal siklus pilkada lima tahun sekali. Hal itu ditujukan untuk mengedepankan desain keserentakan pilkada yang merujuk pada ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015.

"Jika alternatif kedua menjadi pilihan, maka selama waktu menunggu dilaksanakannya pilkada di lima tahun mendatang, daerah akan dipimpin oleh penjabat sementara," ungkap Idham.

Idham mengaku jika alternatif pilkada ulang dilakukan pada 2029 akan menunda keinginan pemilih untuk memiliki kepala daerah definitif. Meski begitu dia memastikan akan melakukan konsultasi terlebih dulu untuk menentukan jadwal pilkada ulang bagi daerah yang dimenangkan kotak kosong.

"Hal tersebut nanti akan diatur dalam Peraturan KPU tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dan Peraturan KPU tentang Rekapitulasi Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan," tuturnya.

Sebelumnya, anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini meminta KPU menjadwalkan pilkada ulang pada 2025 jika daerah dengan calon tunggal dimenangkan oleh kotak kosong. Titi menilai, jika pilkada ulang dilaksanakan 2029, akan menghambat proses pembangunan di daerah tersebut.

"KPU harus menjadwalkan pilkada ulang jika calon tunggal kalah pada tahun berikutnya. Sebab, memiliki pemimpin daerah definitif adalah hak rakyat yang harus dipenuhi oleh negara melalui fasilitasi KPU," kata Titi kepada wartawan, Minggu (1/9).

Titi mendorong suatu daerah dipimpin oleh pejabat definitif. Sebab, menurut dia, Penjabat sementara memiliki keterbatasan dalam implementasi pembangunan.

"Jika daerah dipimpin penjabat selama 5 tahun, maka akan merugikan pembangunan dan tata kelola pemerintahan daerah, sebab Penjabat memiliki kewenangan yang terbatas dalam implementasinya bila dibandingkan kepala daerah definitif hasil pilkada," jelasnya. (*)


Editor Sigit Pamungkas