Berdikari.co, Bandar Lampung - Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Totok Hariyono menyebut Pengawas Kecamatan (Panwascam) dan Pengawas Kelurahan/Desa (PKD) merupakan ujung tombak pengawasan di Pilkada serentak 2024.
Totok mengatakan, sebagai garda terdepan, Panwascam dan PKD harus gagah dan memiliki integritas menangani perkara pelanggaran Pilkada.
"Kalian harus gagah berdiri mengawasi potensi-potensi pelanggaran pemiliham, bukan TNI/Polri yang nanganin pelanggaran, melainkan jenangan (kalian) semua,” kata Totok, seperti dikutip dari kupastuntas.co.
Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa meningatkan kepada jajaran Bawaslu jangan tutup mata terhadap pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) pada tahapan kampanye.
Totok memberikan arahan ke jajaran pengawas untuk memanggil pihak terkait jika terbukti tidak netral.
"Jangan ada yang takut untuk memanggil dan meminta verifikasi terkait ketidaknetralan ASN di daerah, harus ditegakkan jika terbukti bersalah,” tegasnya.
Sebelumnya, Anggota Bawaslu RI, Puadi mewanti-wanti para pengawas pemilu untuk bersiap menghadapi tahapan Pilkada serentak 2024 yang semakin krusial.
Para pengawas pemilu diminta menyiapkan diri terkait pemahaman pengawasan dan penanganan pelanggaran dalam Pilkada.
Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 2/2024 tentang jadwal dan tahapan, saat ini hingga 21 September merupakan tahapan penelitian persyaratan calon.
Lalu pada 22 September 2024 dilakukan penetapan pasangan calon (Paslon), dilanjutkan dengan tahapan kampanye pada 25 September 2024.
"Tantangan kita (pengawas pemilu) di pemilihan sangat berat. Saya mohon dukungan dari semuanya para pimpinan Bawaslu daerah dan sekretariat," kata Puadi, pada Minggu (15/9/2024).
Puadi menegaskan para pengawas pemilu harus menguasai penuh hukum beracara dalam penanganan pelanggaran pemilihan.
Batas waktu penanganan, tidak adanya pemeriksaan in absentia, serta pemahaman aturan teknis baik dalam Undang Undang No. 10/2016 maupun Peraturan KPU harus menjadi perhatian pengawas pemilu.
Dalam tahapan kampanye, Puadi mengingatkan pengawas pemilu juga harus memahami larangan kampanye sebagaimana termuat dalam Pasal 69.
“Khusus untuk Pasal 69 huruf (i) itu normanya harus sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XII/2024 terkait aturan kampanye di tempat pendidikan yang dibolehkan sepanjang ada persyaratan,” jelasnya.
Termasuk, lanjut dia, larangan kampanye di tempat ibadah dan pendidikan yang sifatnya kumulatif bukan alternatif.
Menurut Puadi, salah satu kewenangan yang harus dipahami secara paripurna lagi oleh pengawas pemilu yakni soal sanksi diskualifikasi atau pembatalan sebagai calon peserta pemilihan dan penanganan pelanggaran administrasi secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Puadi menjelaskan aturan teknis tersebut merujuk pada Perbawaslu No. 9/2020. Dia menilai pelanggaran administrasi TSM ini lebih galak dari sanksi pidana karena sanksinya diskualifikasi.
"Teman-teman (pengawas pemilu) harus teliti dan piawai, mana pelanggaran administrasi yang sifatnya TSM melalui jalur klarifikasi dan jalur persidangan," kata Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi Bawaslu RI itu. (*)