Berdikari.co, Tanggamus - Langit mendung menyelimuti Kabupaten Tanggamus pada Kamis (21/11/2024) sore, seolah turut menggambarkan suasana hati masyarakat yang geram atas terungkapnya kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Kejaksaan Negeri Tanggamus kembali menunjukkan ketegasan dengan menetapkan dua nama baru sebagai tersangka, Direktur Utama (Dirut) BPRS Tanggamus, berinisial FD, dan Direktur BPRS Tanggamus berinisial S, yang diyakini memegang kendali dalam praktik manipulasi proyek interior dan eksterior ruko kantor BPRS.
Namun, bagi masyarakat Tanggamus, langkah hukum ini tak cukup. Kasus ini memantik harapan agar Kejaksaan tidak berhenti hanya di satu titik, tetapi juga berani menelusuri dugaan pelanggaran di sektor lain yang selama ini menjadi keluhan rakyat.
Dalam konferensi pers yang digelar pada Kamis, 21 November 2024, Kepala Kejaksaan Negeri Tanggamus, Adi Fakhruddin, membeberkan detail mengejutkan.
Modus operandi yang dilakukan tersangka FD dan S adalah memecah satu pekerjaan besar menjadi sepuluh paket kecil untuk menghindari lelang. Pekerjaan itu, yang semestinya selesai dengan anggaran Rp 1,9 miliar, justru meninggalkan kerugian negara sebesar Rp 513.832.749.
"Para tersangka secara sadar melanggar aturan demi keuntungan pribadi. Apa yang tertuang dalam Surat Perintah Kerja (SPK) tidak sesuai dengan realisasi di lapangan," ungkap Adi, seperti dikutip dari kupastuntas.co.
FD dan S kini resmi ditahan di Lapas Kelas IIB Kota Agung selama 20 hari ke depan. Keduanya dijerat dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.
Bagi masyarakat, kasus BPRS hanya puncak gunung es dari berbagai permasalahan yang selama ini terpendam.
Mereka menyerukan agar Kejaksaan juga mengalihkan perhatian pada kasus lain, seperti kondisi PT Aneka Usaha Tanggamus Jaya, perusahaan pengelola air minum kemasan Wayqu dan SPBU Talagening.
Dua sektor tersebut menjadi sorotan karena tak hanya menyangkut potensi pendapatan daerah, tetapi juga nasib puluhan karyawan yang kini terkatung-katung. SPBU Talagening, misalnya, telah lama tidak beroperasi, meninggalkan jejak pahit berupa gaji karyawan yang tak kunjung dibayarkan.
"Sudah cukup lama kasus ini dibiarkan begitu saja. Kami berharap Kejaksaan tidak hanya fokus pada satu perkara, tetapi juga berani membongkar skandal lain yang merugikan masyarakat," ujar Rusman, seorang warga Kotaagung dengan nada penuh harap.
Langkah tegas Kejaksaan Negeri Tanggamus dalam kasus BPRS seharusnya menjadi awal dari babak baru pemberantasan korupsi di daerah ini.
Masyarakat menaruh harapan besar agar transparansi dan akuntabilitas menjadi norma baru, bukan sekadar wacana.
Seiring dengan desakan publik untuk mengusut PT Aneka Usaha Tanggamus Jaya dan kasus-kasus lain, muncul optimisme bahwa hukum benar-benar bisa menjadi alat untuk membangun kembali kepercayaan.
"Korupsi tidak hanya mencuri uang negara, tetapi juga mencuri mimpi dan masa depan rakyat. Kami ingin pemerintah dan aparat penegak hukum berdiri tegak di sisi kami, memastikan bahwa Tanggamus menjadi daerah yang lebih baik untuk generasi mendatang," ungkap Beni, seorang aktivis lokal.
Dengan keberanian untuk mengungkap kebenaran dan menegakkan keadilan, Tanggamus dapat bangkit dari keterpurukan. Karena pada akhirnya, kejujuran dan integritas adalah pondasi untuk membangun masyarakat yang adil, makmur, dan berdaulat. (*)