Berdikari.co, Lampung Timur - Mengenakan seragam khas kehutanan, Mahfud Handoko berdiri di antara dua gajah besar di Pusat Latihan Gajah (PLG) Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Lampung Timur, Sabtu (7/12/2024). Pria berusia 50 tahun ini tampak siap menyambut kedatangan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni bersama rombongan.
Namun, siapa sangka di balik wibawanya sebagai mahod atau pawang gajah, Mahfud menyimpan kisah perjuangan penuh risiko selama 29 tahun mengabdi. Salah satu pengalaman paling mendebarkan adalah ketika ia diseruduk gajah hingga tubuhnya terlempar sejauh lima meter, menyebabkan cedera di pinggang dan kaki.
Perjalanan Mahfud menjadi pawang dimulai pada tahun 1995, ketika ia baru lulus SMA. Awalnya, ia hanya tertarik melihat para pawang yang tampak gagah menunggang gajah di PLG, tempat ia sering bermain sambil membantu saudaranya berjualan. "Pekerjaan ini terlihat menarik, bisa mengendalikan gajah seperti memimpin anak buah," kenangnya.
Mahfud pun mendaftar dan diterima sebagai staf TNWK. Namun, pekerjaan awalnya jauh dari bayangan. Ia hanya ditugaskan membersihkan kotoran gajah dengan upah Rp85 ribu per bulan. "Sempat kecewa, tapi saya yakin akan ada kesempatan untuk benar-benar memegang gajah," ujarnya.
Keyakinan itu terwujud. Perlahan, Mahfud mulai belajar mengendalikan gajah di bawah bimbingan pawang senior. Tantangan pertama datang ketika ia harus memegang gajah jantan setengah liar bernama Yongki. "Saya ragu, tapi tetap berusaha. Setiap hari saya memandikan dan menggembalakan Yongki ke alam bebas," katanya.
Meski menarik, pekerjaan pawang gajah penuh risiko. Mahfud pernah diseruduk gajah yang sedang birahi saat menggembala di hutan. "Tubuh saya terpelanting sejauh lima meter. Saya pikir akan mati. Untungnya, gajah itu hanya menyerang sesaat dan tidak mengejar," tuturnya.
Mahfud mengalami cedera serius, tetapi kejadian itu justru memupuk semangatnya. "Saya ingin membuktikan bahwa saya mampu menjinakkan gajah liar," tegasnya.
Setelah delapan tahun bekerja dengan upah minimum, Mahfud mendapat kenaikan gaji pada 2003 menjadi Rp300 ribu per bulan. Di tahun 2005, ia diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang memberinya kepastian masa depan.
Pada tahun 2014, Mahfud dipercaya sebagai tenaga edukasi gajah, melatih satwa bertubuh tambun ini agar jinak dan terampil. Hingga kini, Mahfud telah menjinakkan lebih dari 20 ekor gajah, sebuah prestasi yang ia banggakan.
"Tiap hari tugas saya memandikan, menggembalakan, dan melatih gajah. Kini, saya semakin menikmati pekerjaan ini karena sudah mendapat gaji yang layak," ucapnya.
Saat ini, ada 61 gajah jinak di PLG TNWK, dengan fasilitas seperti Rumah Sakit Gajah yang dilengkapi dua dokter hewan berjaga 24 jam. Mahfud merasa bangga menjadi bagian dari konservasi ini.
"Berinteraksi dengan gajah selama 29 tahun membuat saya semakin mencintai mereka. Mereka adalah bagian penting dari kehidupan saya," tutup Mahfud penuh haru.
Kisah Mahfud adalah bukti dedikasi luar biasa seorang pawang gajah yang tak gentar menghadapi risiko demi kelestarian satwa langka. Ia adalah inspirasi bagi siapa saja yang percaya bahwa kerja keras dan ketulusan akan membawa pada kesuksesan.
Sementara itu, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni bersama istri dan dua anaknya mengunjungi PLG TNWK dan Suaka Rhino Sumatera (SRS), pada Sabtu (7/12/2024).
Raja Juli Antoni mengakui populasi badak di Indonesia terancam. Namun dengan adanya konservasi badak di TNWK membuktikan bahwa masih ada cara untuk melakukan penyelamatan populasi badak Sumatera.
"Tadi kami mendatangi lokasi penangkaran badak dan didalamnya ada 10 ekor badak, lima ekor hasil branding di SRS tersebut,"kata Raja Juli Antoni.
Ia mengatakan, ending dari penangkaran badak di SRS yakni akan dilepasliarkan ke alam bebas di wilayah hutan TNWK seluas 125 ribu hektar.
Raja Juli Antoni bersama rombongan juga sempat berdialog dengan dokter gajah di Rumah Sakit Gajah PLG TNWK dan melihat langsung kondisi gajah yang ada di TNWK.
“Hasil bincang bersama dokter hewan TNWK diketahui akhir-akhir ini banyak gajah di PLG yang kurang sehat hingga terjadi kematian. Tentu persoalan tersebut perlu dicari solusinya untuk memitigasi sedini mungkin agar tidak berkepanjangan,” jelasnya.
Menurutnya, ada beberapa alat medis yang dibutuhkan oleh tenaga medis untuk menunjang kesehatan gajah.
“Kata dokter Balai TNWK yang menangani kondisi kesehatan gajah, selama 5 bulan terakhir sudah terdapat empat ekor gajah mati karena sakit,” ungkapnya.
Gajah pertama yang mati bernama Bunga yang ditemukan mati di lokasi PLG pada 29 Agustus 2024. Kedua, gajah liar ditemukan mati di wilayah Susukan Baru pada 31 Agustus 2024.
Lalu, gajah liar jenis kelamin betina ditemukan mati di wilayah Toto Projo seksi PTN wilayah II Bungur pada 6 Oktober 2024.
Gajah jinak keempat yang mati bernama Rubadi ditemukan di wilayah seksi Kuala penet, Braja Harjosari, pada 1 Desember 2024.
"Empat ekor gajah yang kami temukan mati didiagnosa mengalami penyakit dalam seperti Hepatitis, Helminthiasis dan EEHV,” ujarnya. (*)
Artikel ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Senin 09 Desember 2024, dengan judul "Kisah Mahfud Handoko, Pawang Gajah yang Pernah Diseruduk Hingga Cedera Pinggang dan Kaki"