Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Senin, 23 Desember 2024

Perjuangan Kuli Panggul Pasar Tamin, Cari Nafkah di Balik Beban Berat

Oleh Redaksi

Berita
Seorang kuli panggul di Pasar Tamin, Bandar Lampung, sedang memanggul satu karung berisi kol. Foto: Ist.

Berdikari.co, Bandar Lampung - Di tengah hiruk-pikuk Pasar Tamin di Bandar Lampung, ada sekumpulan pria yang setiap harinya memanggul beban berat demi menghidupi keluarga. Mereka adalah para kuli panggul, sosok yang jarang disorot, tetapi menjadi bagian penting dari denyut nadi perdagangan di pasar tradisional ini.

Bagi Sugeng (45), seorang kuli panggul yang telah bekerja selama lebih dari 10 tahun, hari dimulai sebelum matahari terbit.

“Saya biasanya datang jam lima pagi. Barang-barang dari mobil boks atau truk sudah mulai berdatangan,” kata Sugeng sambil mengelap keringat saat ditemui di Pasar Tamin, pada Sabtu (21/12/2024).

Dengan upah rata-rata Rp1.000-Rp1.500 per kilogram barang yang diangkat, Sugeng harus mengandalkan kekuatan fisiknya untuk memenuhi kebutuhan hidup.

“Kadang kalau lagi ramai, bisa bawa sampai lima ton sehari. Tapi kalau sepi, ya cuma cukup buat makan saja,” ungkap Sugeng.

Barang yang diangkut para kuli panggul bervariasi, mulai dari karung beras, peti sayuran, hingga kotak busa berisi ikan segar yang berbau menyengat.

Menjadi kuli panggul bukan pekerjaan mudah. Selain mengandalkan kekuatan fisik, mereka juga harus menghadapi risiko cedera. Misalnya, salah langkah saat menuruni tangga atau terpeleset di jalan yang licin akibat air dan sampah pasar.

Slamet (39), kuli panggul lainnya, pernah mengalami cedera punggung yang membuatnya harus berhenti bekerja selama dua minggu.

“Kalau tidak kerja, tidak ada penghasilan. Jadi, meski sakit, kami sering memaksakan diri,” tuturnya.

Selain itu, kondisi cuaca juga menjadi tantangan tersendiri. Hujan membuat jalan pasar menjadi licin, sementara terik matahari membuat mereka mudah lelah. Namun, bagi para kuli panggul, semua itu adalah bagian dari perjuangan.

Di balik kerja keras mereka, ada harapan yang sederhana. Sugeng mengaku ingin anak-anaknya bisa mendapatkan pendidikan yang layak agar tidak perlu mengikuti jejaknya menjadi kuli panggul.

“Kalau bisa, mereka kerja di kantor, biar tidak seperti bapaknya,” katanya dengan senyum getir.

Namun, pendidikan yang layak seringkali terasa seperti mimpi bagi mereka. Dengan penghasilan rata-rata Rp75.000 hingga Rp100.000 per hari, sebagian besar habis untuk kebutuhan sehari-hari. “Kadang untuk bayar uang sekolah saja harus pinjam dulu ke tetangga,” ujar Slamet.

Meski hidup penuh perjuangan, para kuli panggul di Pasar Tamin dikenal memiliki solidaritas yang tinggi. Mereka saling membantu ketika ada rekan yang sakit atau membutuhkan bantuan. “Kalau ada teman yang kesusahan, kami patungan buat bantu,” kata Sugeng.

Selain itu, mereka juga menjadikan waktu istirahat sebagai momen untuk bercanda dan berbagi cerita. Di sela-sela lelah, tawa mereka menjadi penyemangat untuk terus melangkah.

Para kuli panggul adalah tulang punggung pasar tradisional. Tanpa mereka, distribusi barang di pasar akan terhambat. Namun, kontribusi mereka seringkali tidak diakui. Mereka bekerja di balik layar, jauh dari sorotan publik.

Melalui kisah ini, semua pihak diingatkan untuk lebih menghargai peran mereka. Di balik setiap kantong belanja yang kita bawa pulang dari pasar, ada peluh dan kerja keras para kuli panggul seperti Sugeng dan Slamet. Mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang terus berjuang demi keluarga dan kehidupan yang lebih baik. (*)

Artikel ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Senin 23 Desember 2024, dengan judul "Perjuangan Kuli Panggul Pasar Tamin, Cari Nafkah di Balik Beban Berat"

Editor Didik Tri Putra Jaya