Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Selasa, 14 Januari 2025

Sistem Kontrak Bisa Jadi Solusi Stabilkan Harga Singkong

Oleh ADMIN

Berita
Ahmad Suryanto, Widyaiswara Balai Pelatihan Pertanian Lampung. Foto: Ist

Berdikari.co, Bandar Lampung - Harga singkong yang terus bergejolak di Provinsi Lampung memicu keresahan di kalangan petani.  dan pabrikan. Ketidakseimbangan dalam kemitraan antara kedua belah pihak menjadi pemicu utama persoalan ini. Untuk mengatasi polemik tersebut, penerapan sistem kontrak atau contract farming dinilai sebagai solusi yang menjanjikan.

Pendapat ini disampaikan oleh Ahmad Suryanto, Widyaiswara Balai Pelatihan Pertanian Lampung. Ahmad menegaskan pentingnya hubungan kemitraan yang setara antara petani dan pabrikan untuk memastikan stabilitas harga singkong.

"Selama ini petani dan pengusaha berjalan sendiri-sendiri. Tidak ada titik temu yang jelas. Jika ingin harga yang stabil dan menguntungkan kedua belah pihak harus ada kemitraan yang setara," kata Ahmad, Senin (13/1/2025).

Ahmad mengungkapkan, satu penyebab rendahnya harga singkong adalah mutu hasil panen yang belum sesuai dengan standar pabrikan. Banyak petani yang memanen singkong muda, sekitar usia 5 bulan, yang memiliki kadar pati rendah. Hal ini membuat pabrikan tidak bersedia membeli dengan harga tinggi. 

"Petani biasa panen muda, 5 bulan sudah panen, patinya rendah. Bagaimana pabrik bisa beli mahal, " kata Ahmad.

Namun, ia juga menyoroti adanya oknum yang membeli singkong berkualitas baik yang harganya sama dengan singkong berkualitas rendah. Sehingga merugikan petani yang telah berusaha menghasilkan singkong berkualitas. 

Solusi untuk mengatasi polemik harga singkong yang terus terjadi, Ahmad mengusulkan penerapan skema contract farming atau sistem kontrak antara petani dan pabrikan yang dapat mengatur standar kualitas dan harga secara adil. 

"Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah contract farming. Melalui sistem ini, pengusaha melakukan kontrak langsung dengan kelompok tani melalui kesepakatan standar mutu singkong tertentu dan harga yang layak. Dengan demikian, ada kepastian bagi kedua belah pihak," ungkapnya. 

Ahmad pun menguraikan beberapa langkah yang perlu diambil untuk menerapkan contract farming secara efektif. Pertama, pemerintah perlu membentuk satuan tugas (Satgas) khusus untuk menyelesaikan konflik harga singkong dengan pendekatan yang adil. 

Kedua, penerapan skema fair antara petani dan pengusaha bisa yang menjembatani kepentingan kedua belah pihak, dimana pabrikan mendapat singkong berkualitas tinggi dan petani mendapat harga sesuai dengan usaha dan kualitas produksi mereka. 

Ketiga, kontrak langsung dimana pengusaha dapat menjalin kontrak pembelian langsung dengan kelompok tani yang telah disepakati dengan standar mutu dan harga yang jelas. 

"Pemerintah harus berperan aktif dalam memfasilitasi dan mengawasi pelaksanaan contract farming agar tidak terjadi penyimpangan atau pelanggaran yang merugikan salah satu pihak," ujarnya.

Ahmad berharap, dengan adanya sistem contract farming, konflik antara petani dan pengusaha dapat diminimalisir, sehingga harga singkong di Lampung dapat stabil dan menguntungkan semua pihak yang terlibat. (*) 

Editor Sigit Pamungkas