Berdikari.co, Bandar Lampung - Pengamat Pendidikan dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung (Unila), Undang Rosidin, ikut menyoroti masih adanya puluhan perguruan tinggi swasta yang yang akreditasinya masih di bawah A dan B.
Undang Rosidin mengatakan, akreditasi sangat bergantung pada ketersediaan sarana dan prasarana yang dimiliki perguruan tinggi.
“Kalau perguruan tinggi itu asal muncul dan hadir, tentu sulit untuk mendapatkan akreditasi yang baik. Makanya, akreditasi merupakan salah satu proses untuk menentukan apakah perguruan tinggi tersebut layak atau tidak,” kata Undang, Selasa (4/2/2025).
Menurutnya, akreditasi tidak boleh dihilangkan, justru harus diperkuat untuk memastikan perguruan tinggi yang ada benar-benar memenuhi standar yang ditetapkan.
“Kalau sekarang banyak perguruan tinggi bermunculan, itu tidak bisa dilarang. Hakikat pendidikan itu melibatkan pemerintah, keluarga, dan masyarakat. Jika masyarakat ingin berkontribusi dalam pendidikan tinggi, itu sah-sah saja, tetapi pemerintah harus turun tangan untuk menjamin mutu perguruan tinggi tersebut melalui akreditasi,” jelasnya.
Undang mengungkapkan, akreditasi menjadi syarat penting bagi lulusan untuk masuk ke dunia kerja.
“Kalau kampus belum terakreditasi, maka akan berisiko bagi lulusannya. Kenapa belum terakreditasi? Karena belum memenuhi standar yang ditetapkan,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti fenomena meningkatnya minat masyarakat untuk menguliahkan anak-anak mereka. Namun, banyak perguruan tinggi swasta yang berdiri tanpa kesiapan yang matang, terutama di daerah.
“Perguruan tinggi yang ada sekarang ini kebanyakan berada di kota. Seiring dengan meningkatnya permintaan dari masyarakat, kampus-kampus kini mulai berdiri di daerah, meskipun kesiapan mereka belum optimal,” tuturnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, meskipun pendidikan seharusnya bersifat sosial, faktor biaya tetap menjadi aspek yang tidak bisa dihindari.
“Biaya dalam pendidikan itu hal yang wajar. Namun, jangan sampai persaingan bisnis mengorbankan kualitas. Jangan sampai lulusan dirugikan karena kampusnya belum menyelesaikan proses akreditasi,” tegasnya.
Untuk itu, lanjut dia, pentingnya ada yayasan yang menaungi perguruan tinggi agar dapat berkembang secara berkelanjutan.
“Perguruan tinggi yang ditangani oleh yayasan yang kuat akan lebih mudah berkembang. Contohnya, Perguruan Tinggi Megou Pak Tulangbawang yang dikelola oleh pemerintah daerah, sulit berkembang sampai tutup. Berbeda dengan kampus yang dikelola oleh yayasan yang jelas, mereka lebih terlihat perkembangannya,” paparnya.
Undang mengatakan, banyak perguruan tinggi yang akhirnya tutup karena yayasan atau lembaga pengelolanya tidak memiliki kejelasan.
“Perguruan tinggi yang tutup itu kebanyakan karena yayasannya tidak jelas atau tidak memiliki dukungan yang kuat,” tandasnya.
Menurut Undang, perguruan tinggi harus memenuhi standar akademik yang mencakup manajemen, penelitian, serta pengabdian kepada masyarakat.
Ia mengatakan, akreditasi bukan hanya sekadar formalitas, tetapi menjadi penentu kualitas sebuah perguruan tinggi.
Menurutnya, salah satu faktor utama yang mempengaruhi kualitas perguruan tinggi adalah manajemen dan sistem pengelolaan yang diterapkan.
Ia menyarankan, pendidikan tinggi tidak seharusnya berorientasi pada bisnis semata. Namun, harus memiliki misi utama untuk mencerdaskan bangsa dan membentuk karakter lulusan yang berjiwa nasionalisme.
“Tantangan kedepan bagi dunia pendidikan tinggi di Lampung adalah meningkatkan kualitas pengelolaan, memperkuat sistem akademik, serta memastikan lulusan yang dihasilkan memiliki daya saing di dunia kerja,” ungkapnya.
Jika tidak ada perbaikan, lanjut dia, lulusan dari perguruan tinggi dengan akreditasi rendah akan menghadapi kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan dan bersaing di tingkat nasional maupun internasional. (*)
Artikel ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Rabu 05 Februari 2025, dengan judul "Pengamat: Kampus Belum Terakreditasi Berisiko Bagi Lulusan"