Berdikari.co, Bandar Lampung - Pengamat Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung, Yoke Moelgini, menyebut maraknya penggunaan pinjol di Lampung disebabkan oleh regulasi yang tidak jelas.
Yoke mengkritik, OJK hanya menyelesaikan masalah pinjol di permukaan, tanpa menyentuh akar persoalan.
"Kerja sama antara pemerintah dan pinjol ini justru melemahkan ekonomi masyarakat. Kalau pemerintah tidak mendorong, tidak mungkin jumlahnya sebanyak ini,” katanya, Rabu (5/2/2025).
“Lalu, OJK itu ngapain? Hanya mengatasi di permukaan saja. Masyarakat sudah miskin, asetnya malah terancam diambil pihak lain. Perlu ada regulasi yang lebih ketat soal pinjol ini," lanjut Yoke.
Menurutnya, pemerintah harus lebih tegas dalam membuat regulasi pembatasan pinjol agar tidak semakin banyak masyarakat terjerat hutang.
"Pemerintah seharusnya membatasi pinjol. Dengan adanya OJK, kita malah tidak tahu situasinya seperti apa. Jangan sampai justru pemerintah yang mendorong keberadaan pinjol sebagai solusi bagi masyarakat yang sedang kesulitan," tegasnya.
Yoke juga menyoroti dampak negatif pinjol terhadap perekonomian. Ia menyebut, banyak masyarakat yang akhirnya terjebak dalam jeratan hutang karena menggunakan pinjol untuk memenuhi kebutuhan dasar.
"Pinjol ini punya dampak terhadap pertumbuhan ekonomi, dan dampaknya cenderung negatif. Masyarakat yang tidak bisa mengajukan pinjaman ke bank akhirnya memilih pinjol. Namun, mereka justru semakin terjebak dalam sistem penagihan yang menekan hingga harus melepas asetnya, yang pada akhirnya membuat mereka semakin miskin," paparnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa banyaknya masyarakat yang menggunakan pinjol disebabkan oleh kebutuhan mendesak, sementara akses perbankan terbatas.
"Orang butuh uang, yang penting mereka bisa memenuhi kebutuhan, dan ini justru disokong oleh pemerintah. Pinjol itu bukan dewa penyelamat, mereka hanya melihat peluang bisnis. Masyarakat merasa bisa mendapatkan pinjaman dengan mudah, tetapi pada pelaksanaannya banyak yang mengalami kendala. Akhirnya pinjol macet dan mereka semakin terpuruk," jelasnya.
Yoke mengungkapkan, pinjol sejatinya mirip dengan pinjaman konvensional, hanya saja persyaratannya lebih longgar sehingga membuat masyarakat lebih mudah tergiur.
"Kalau pinjaman normal, syaratnya tidak mudah. Tapi dengan pinjol, semuanya menjadi mungkin, apalagi bagi orang yang tidak punya perencanaan keuangan. Akhirnya, uang yang didapat lebih banyak digunakan untuk konsumsi, bukan produktivitas. Ini harus jadi perhatian serius, karena pinjol ini didukung oleh pemerintah," tandasnya.
Menurutnya, diperlukan regulasi yang lebih ketat agar pinjol tidak semakin membebani masyarakat.
"Regulasi soal pinjol harus diperjelas agar tidak semakin banyak masyarakat yang terjerat hutang tanpa jalan keluar," pungkasnya. (*)
Artikel ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Kamis 06 Februari 2025, dengan judul "Pengamat: OJK Hanya Tangani Pinjol di Permukaan"