Berdikari.co,
Bandar Lampung – Suasana di Desa Sabah Balau, Kecamatan Tanjung
Bintang, Kabupaten Lampung Selatan, dan Kelurahan Sukarame, Bandar Lampung,
mulai berangsur kondusif setelah sempat memanas, upaya penertiban kini sedang dilakukan
oleh petugas Satpol PP, Rabu (12/2/2025).
Ratusan petugas dari Satuan Polisi Pamong Praja
(Satpol PP) dan Polda Lampung terlihat berbaris rapi menuju lokasi penertiban.
Warga yang tinggal di lahan tersebut diimbau untuk segera mengosongkan wilayah
yang diklaim milik Pemerintah Provinsi Lampung. Di sisi lain, sejumlah warga
mengklaim bahwa lahan tersebut adalah milik mereka. Sejumlah alat berat juga
telah dikerahkan untuk proses eksekusi.
"Pak Prabowo, tolong kami!" teriak
sejumlah warga yang berupaya menahan laju petugas.
Jamal (55), warga Sukarame Baru, mengenakan
kaos bertuliskan "Prabowo" serta topi, memegang berkas di tangannya,
menceritakan bahwa ada beberapa warga yang menerima kompensasi sebesar Rp2,5
juta untuk mengosongkan rumahnya.
"Sudah ada 4 orang yang menerima uang
Rp2,5 juta untuk pindah. Tapi masih ada sekitar 56 orang yang menolak,"
ungkap Jamal.
Jamal juga menegaskan bahwa surat-surat yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Lampung tidak sah dan tidak memiliki tanda
tangan resmi. Ia juga mengaku bahwa warga Sukarame Baru telah mengalami
intimidasi sejak tahun 2012.
"Kami merasa sangat tertekan, anak-anak
kami juga merasakan dampaknya. Tidak ada dasar hukum yang jelas dari pihak
Pemprov," ujarnya.
Lebih lanjut, Jamal menjelaskan bahwa pada
tahun 1985, tanah tersebut diserahkan oleh karyawan perusahaan PTPN 7 untuk
digarap, namun pada tahun 1997 muncul surat dari Pemprov Lampung yang mengklaim
lahan tersebut.
"Tiba-tiba, tahun 1997, ada surat dari
Pemprov yang mengklaim lahan ini," jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa setelah itu, tanah
tersebut diserahkan kembali kepada warga yang telah menempati wilayah tersebut.
"Tanah ini dikembalikan kepada warga," tegas Jamal.
Di tengah ketegangan, penegak hukum terus bergerak maju, sementara warga berusaha menahan laju petugas, menyebabkan aksi dorong-dorongan. Beberapa warga bahkan jatuh pingsan akibat kericuhan tersebut.
Ditengah aksi penolakan, penggurusan tetap lanjut, rumah pertama yang
dilakukan penertiban adalah rumah mewah milik Sofian yang berada di Kelurahan
Sukarame Baru, Kota Bandar Lampung.
Rumah mewah berwarna abu-abu tersebut terkunci rapat dan terlihat sepi.
Petugas pertama kali merobohkan gerbang yang tertutup rapat.
Setelah itu petugas mencoba mengetuk pintu namun tidak ada yang menjawab
sehingga petugas terpaksa mendobrak.
Setelah berhasil dibuka rumah mewah tersebut sepi dan gelap. Namun
barang-barang perlengkapan rumah tangga masih berada di dalam.
"Ini orangnya gak ada lagi kerja," kata pria paruh baya yang mengaku
sebagai tetangganya.
Petugas juga terlihat membantu warga yang sedang melakukan pengosongan
dengan menyediakan kardus.
Selain itu petugas juga melakukan pencatatan
terhadap barang yang ditinggalkan. Hingga saat ini petugas masih terus
melakukan penertiban dan terlihat mulai kondusif.
Ketua DPRD Provinsi Lampung, Ahmad Giri Akbar,
menyerukan agar proses penertiban dilakukan secara humanis.
"Saya berharap tindakan ini dilakukan
dengan pendekatan humanis. Setahu saya, ini adalah polemik yang sudah
berlangsung lama," ujar Giri.
Ia juga menegaskan bahwa proses penertiban
harus mengedepankan aspek kemanusiaan dan mematuhi peraturan yang berlaku.
"Saya harap semuanya berjalan sesuai aturan dan tetap mengedepankan kemanusiaan," tutupnya. (*)