Berdikari.co, Bandar Lampung – Kerukunan Masyarakat Batak (Kerabat) Provinsi Lampung menggelar seminar adat dan musyawarah besar, di Gedung Eben Heazer HKBP Tanjung Karang, hari ini Jumat (21/2/2025).
Kegiatan ini mengusung tema
'Ingkon Hita do Manjaga Dohot Melestarihon Budaya Ta' dengan subtema 'Aek
Godang Aek Laut, Dos Ni Roha Sibahen Na Saut'.
Acara diawali dengan
menyanyikan lagu Indonesia Raya yang dihadiri 178 peserta dari perkumpulan
marga dan dan pengurus Kerabat Kabupaten/Kota di Lampung.
Seminar ini dipandu oleh
Nyonya Elida Purba dan diawali dengan sambutan dari Ketua Umum Kerabat Lampung,
Dr. Donald Haris Sihotang S.E, M.M,. Dalam sambutannya, ia mengajak perantau
Batak di Lampung untuk tetap bersatu di tengah masyarakat dan berperan aktif
dalam mempertahankan budaya serta adat istiadat Batak.
Donald Sihotang mengajak
peserta seminar bersama-sama mencari solusi atas berbagai tantangan yang
dihadapi dalam mempertahankan adat dan budaya di tanah perantauan.
"Kebersamaan dan
kekompakan kita sebagai masyarakat Batak di Lampung harus selalu kita jaga,
sehingga kita tetap menjadi komunitas yang solid, bersatu, dan saling
mendukung," ujarnya.
Sekretaris Umum Kerabat
Lampung, Pdt. Haposan M. Hutagalung, menjelaskan bahwa tujuan kegiatan ini adalah
untuk memperkuat dan menggali pengetahuan terkait adat Batak serta mempererat
pemahaman agar dapat menjalankan adat yang mufakat.
Ia juga menekankan pentingnya
menjaga kebersamaan dan solidaritas di antara masyarakat Batak perantauan.
Seminar budaya ini
menghadirkan narasumber Pdt. B. Sagala, S.Th., dengan topik yang ia bawa adalah
Tradisi Marsuhat di Ampang. Ia menjelaskan bahwa Marsuhat di Ampang adalah
tradisi penyampaian mahar kepada pihak perempuan, di mana ayah perempuan adalah
saudara laki-laki dari ibu (pariban kandung).
Dalam pemaparannya, Pdt. B.
Sagala menyebutkan bahwa isi mahar dalam tradisi ini meliputi gelang lengan
(puntu/sitompi), cincin (tintin gajah dompak), anting (ulang-aling), tagan
(tempat penyimpanan sirih), ringgit (kotak perhiasan dari perak), dan ulos
sibolang.
Mahar ini dahulu dibawa dengan
ampang di atas kepala oleh ibu dari mempelai pria sebagai bentuk penghormatan.
"Namun untuk saat ini,
Marsuhat Di Ampang ini sudah jarang dilakukan oleh masyarakat batak, bahkan
hampir tidak ada" Ucap Pdt. Sagala ketika dimintai keterangan Jumat
(21/2/2025).
Seiring dengan perkembangan
zaman, tradisi Marsuhat di Ampang mulai jarang dilakukan dan bahkan hampir
ditinggalkan. Oleh karena itu, Pdt. B. Sagala mengajak peserta untuk tetap
melestarikan nilai-nilai adat Batak agar tidak hilang ditelan modernisasi.
Selain paparan dari
narasumber, acara ini juga diisi dengan sesi diskusi interaktif. Peserta aktif
bertanya dan berbagi pengalaman terkait praktik adat Batak dalam kehidupan mereka,
menunjukkan antusiasme yang tinggi terhadap pembahasan yang disampaikan.
Acara berlangsung dengan
tertib dan lancar. Para peserta menyatakan bahwa seminar ini memberikan wawasan
yang lebih luas tentang budaya Batak serta mempererat hubungan antar sesama
perantau di Lampung. Banyak peserta berharap agar kegiatan serupa dapat terus
dilakukan secara rutin.
Seminar ini diakhiri dengan
pengambilan keputusan bersama yang ditandatangani oleh pengurus serta
perwakilan punguan marga di Lampung. Keputusan ini akan menjadi pedoman dalam
upaya pelestarian adat dan budaya Batak di perantauan.
Dengan suksesnya kegiatan ini,
Kerabat Lampung berharap dapat terus menjadi wadah bagi masyarakat Batak di
Lampung untuk bersatu dan berkembang bersama dalam menjaga nilai-nilai budaya
leluhur mereka. (*)