Berdikari.co, Bandar Lampung - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud)
Kota Bandar Lampung mengakui ada pungutan sebesar Rp400 ribu kepada guru yang
yang menjadi peserta Pendidikan Profesi Guru (PPG) tahun 2024.
Hal tersebut terungkap dalam rapat dengar pendapat atau hearing antara Komisi
IV DPRD Bandar Lampung dengan Disdikbud Bandar Lampung di ruang Komisi IV,
Selasa (11/3/2025).
Hearing membahas dugaan adanya pungutan sebesar Rp400 ribu per orang
terhadap 193 guru Pendidikan Agama Islam (PAI) saat mengikuti PPG tahun 2024.
Dalam hearing tersebut, Kepala Disdikbud Bandar Lampung, Eka Afriana,
membenarkan adanya pungutan tersebut. Namun, ia mengatakan bahwa hal itu bukan
instruksi dari dinas, melainkan inisiatif dari peserta sendiri.
Eka mengatakan, dana yang ditarik sebesar Rp400 ribu per orang tersebut
sebagian besar digunakan untuk pembelian seragam dan kegiatan lain yang diatur
oleh peserta PPG.
“Masalah NRG (Nomor Registrasi Guru) itu memang benar-benar inisiatif
guru-guru yang mengikuti PPG. Jadi kami dari Dinas Pendidikan benar-benar tidak
tahu karena itu kegiatan mereka. Berdasarkan konfirmasi setelah kami panggil
ketuanya, uang Rp400 ribu itu terdiri dari Rp250 ribu untuk membeli baju
seragam, sementara Rp150 ribu untuk kegiatan mereka. Kami tidak ikut campur
dalam hal tersebut,” jelas Eka.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Bandar Lampung, Asroni Paslah,
mengatakan pihaknya telah melakukan
pengecekan langsung kepada salah satu guru peserta PPG yang membenarkan
adanya pungutan tersebut.
“Saya sudah cek ke salah satu guru PAI dan benar bahwa ada sumbangan Rp400
ribu. Tapi peruntukannya tidak jelas. Kalau tadi Kadis bilang Rp250 ribu untuk
baju seragam, lalu Rp150 ribu untuk apa? Itu yang harus ditelusuri,” kata
Asroni.
Lebih lanjut, Asroni mempertanyakan keberadaan barang yang telah dibeli
dengan uang tersebut, terutama kaos seragam seperti yang disebutkan pihak Dinas
Pendidikan.
“Kalau memang uangnya untuk beli kaos, mana barangnya? Harus dicek apakah
benar sudah didistribusikan kepada para peserta,” tegasnya.
Menurut Asroni, meskipun dana tersebut disebut sebagai hasil kesepakatan
peserta PPG, tetap harus ada transparansi dan kejelasan penggunaannya.
Ia menegaskan bahwa praktik seperti ini tetap bisa dikategorikan sebagai
pungli jika tidak memiliki dasar hukum yang jelas, dan tidak dilakukan dengan
mekanisme resmi.
“DPRD masih menelusuri aliran dana tersebut dan belum mengeluarkan
rekomendasi resmi terkait langkah yang akan diambil. Komisi IV akan terus
mendalami kasus ini,” ucap Asroni.
"Kami belum bisa menyimpulkan lebih jauh, tetapi intinya ada indikasi
pungli. Kami akan terus telusuri ke mana uang ini mengalir," lanjutnya.
Sebelumnya, Ketua Angkatan PPG APBD Kota Bandar Lampung 2024, Dedi
Sopiansyah, membantah adanya praktik pungli dalam pelaksanaan PPG tahun 2024.
Ia juga menyangkal jumlah pungutan mencapai Rp400 ribu per orang.
“Semua itu tidak benar. Ini dari kami untuk kami, tidak ada pungli.
Kepengurusan ini juga dibentuk oleh para peserta sendiri yang menunjuk saya
sebagai ketua,” kata Dedi, Selasa (11/3/2024).
Namun, ditanya berapa jumlah uang yang sebenarnya dikumpulkan dari peserta
PPG, Dedi menolak menjawab.
Ia mengungkapkan, uang iuran tersebut digunakan untuk kepentingan bersama,
bukan untuk pihak luar. "Pungutan itu ada, tapi hanya untuk kebersamaan.
Seperti rapat, pertemuan-pertemuan dan kemarin saat Bunda Eva dilantik, kami
buat karangan bunga dari iuran itu," jelasnya.
Bendahara Angkatan PPG APBD 2024, Efta, juga menyampaikan hal serupa.
"Yang melakukan iuran tidak semua, karena sifatnya sukarela,"
ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 193 guru Pendidikan Agama Islam (PAI) SD
dan SMP se-Bandar Lampung yang sudah mengikuti PPG diduga dimintai uang sebesar
Rp400 ribu per orang untuk mempercepat penerbitan Nomor Registrasi Guru (NRG).
Seorang guru PAI mengaku, ia dimintai uang sebesar Rp400 ribu untuk
mempercepat penerbitan NRG.
“Saya dan rekan-rekan guru PAI SD dan SMP yang baru selesai mengikuti PPG
sebenarnya merasa keberatan dengan pungutan sebesar Rp400 ribu tersebut,” kata
guru yang minta namanya tidak ditulis ini, Minggu (9/3/2024).
Namun, lanjut guru ini, akhirnya banyak juga guru PAI yang tetap membayar
lantaran khawatir jika tidak menyetor uang NRG nya akan dipersulit atau bahkan
tidak diterbitkan.
“Kalau PPG nya sudah selesai, tinggal menunggu NRG saja. Tapi tiba-tiba ada
permintaan iuran Rp400 ribu per orang. Katanya Rp250 ribu untuk orang Kemenag
Kota Bandar Lampung dan Rp 150 ribu untuk orang Dinas (Disdik) Kota Bandar
Lampung,” ungkapnya.
Ia mengungkapkan, permintaan pungutan Rp400 ribu per guru ini dilakukan
setelah seluruh guru menyelesaikan PPG.
“Jumlah guru yang sudah mengikuti PPG 2024 di Kota Bandar Lampung mencapai
sekitar 193 orang terdiri dari guru honorer maupun Pegawai Negeri Sipil (PNS),”
katanya.
Guru PAI lainnya mengatakan, pungutan dilakukan secara sistematis dimana
setiap kelas saat PPG berlangsung yang terdiri dari sekitar 20 peserta menunjuk
seorang ketua kelas dan bendahara.
Ketua kelas ini kemudian yang mengumpulkan uang dari anggota kelas masing-masing
untuk diserahkan kepada bendahara angkatan.
“Setiap ketua kelas disuruh mengumpulkan uang dari teman-temannya. Setelah
itu, uangnya diserahkan ke bendahara angkatan yang berinisial Ef. Sementara
ketua angkatannya bernama DS,” jelasnya.
Ia mengatakan, sebagian besar guru peserta PPG memang membayar pungutan
tersebut karena takut dipersulit. Namun, ada juga beberapa yang menolak untuk
membayar meskipun jumlah mereka sangat sedikit dan bisa dihitung dengan jari
tangan.
“Saya sendiri awalnya merasa berat, tapi karena takut kalau gak bayar nanti
malah ada masalah akhirnya ikut bayar. Kita semua mau NRG keluar dengan
lancar,” ujarnya.
Guru ini mengungkapkan, guru peserta PPG di Bandar Lampung berharap yang
yang telah disetorkan dapat dikembalikan. Ia menilai praktik pungli semacam ini
sangat merugikan dan mencederai dunia pendidikan.
“Seharusnya kalau sudah lulus PPG, NRG itu keluar otomatis. Kenapa mesti
ada pungutan seperti ini? Kami ingin uang kami dikembalikan,” katanya.
Ia juga berharap, kasus ini segera diusut agar kedepan tidak ada lagi praktik pungutan liar dalam proses PPG. (*)