Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Rabu, 12 Maret 2025

Disdikbud Akui Ada Pungutan 400 Ribu ke Guru Peserta PPG 2024

Oleh ADMIN

Berita
Kepala Disdikbud Bandar Lampung, Eka Afriana, dan Ketua Komisi IV DPRD Bandar Lampung, Asroni Paslah. Foto: Berdikari.co

Berdikari.co, Bandar Lampung - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Bandar Lampung mengakui ada pungutan sebesar Rp400 ribu kepada guru yang yang menjadi peserta Pendidikan Profesi Guru (PPG) tahun 2024.

Hal tersebut terungkap dalam rapat dengar pendapat atau hearing antara Komisi IV DPRD Bandar Lampung dengan Disdikbud Bandar Lampung di ruang Komisi IV, Selasa (11/3/2025).

Hearing membahas dugaan adanya pungutan sebesar Rp400 ribu per orang terhadap 193 guru Pendidikan Agama Islam (PAI) saat mengikuti PPG tahun 2024.

Dalam hearing tersebut, Kepala Disdikbud Bandar Lampung, Eka Afriana, membenarkan adanya pungutan tersebut. Namun, ia mengatakan bahwa hal itu bukan instruksi dari dinas, melainkan inisiatif dari peserta sendiri.

Eka mengatakan, dana yang ditarik sebesar Rp400 ribu per orang tersebut sebagian besar digunakan untuk pembelian seragam dan kegiatan lain yang diatur oleh peserta PPG. 

“Masalah NRG (Nomor Registrasi Guru) itu memang benar-benar inisiatif guru-guru yang mengikuti PPG. Jadi kami dari Dinas Pendidikan benar-benar tidak tahu karena itu kegiatan mereka. Berdasarkan konfirmasi setelah kami panggil ketuanya, uang Rp400 ribu itu terdiri dari Rp250 ribu untuk membeli baju seragam, sementara Rp150 ribu untuk kegiatan mereka. Kami tidak ikut campur dalam hal tersebut,” jelas Eka.

Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Bandar Lampung, Asroni Paslah, mengatakan pihaknya telah melakukan

pengecekan langsung kepada salah satu guru peserta PPG yang membenarkan adanya pungutan tersebut.

“Saya sudah cek ke salah satu guru PAI dan benar bahwa ada sumbangan Rp400 ribu. Tapi peruntukannya tidak jelas. Kalau tadi Kadis bilang Rp250 ribu untuk baju seragam, lalu Rp150 ribu untuk apa? Itu yang harus ditelusuri,” kata Asroni. 

Lebih lanjut, Asroni mempertanyakan keberadaan barang yang telah dibeli dengan uang tersebut, terutama kaos seragam seperti yang disebutkan pihak Dinas Pendidikan.

“Kalau memang uangnya untuk beli kaos, mana barangnya? Harus dicek apakah benar sudah didistribusikan kepada para peserta,” tegasnya.

Menurut Asroni, meskipun dana tersebut disebut sebagai hasil kesepakatan peserta PPG, tetap harus ada transparansi dan kejelasan penggunaannya.

Ia menegaskan bahwa praktik seperti ini tetap bisa dikategorikan sebagai pungli jika tidak memiliki dasar hukum yang jelas, dan tidak dilakukan dengan mekanisme resmi. 

“DPRD masih menelusuri aliran dana tersebut dan belum mengeluarkan rekomendasi resmi terkait langkah yang akan diambil. Komisi IV akan terus mendalami kasus ini,” ucap Asroni.

"Kami belum bisa menyimpulkan lebih jauh, tetapi intinya ada indikasi pungli. Kami akan terus telusuri ke mana uang ini mengalir," lanjutnya.

Sebelumnya, Ketua Angkatan PPG APBD Kota Bandar Lampung 2024, Dedi Sopiansyah, membantah adanya praktik pungli dalam pelaksanaan PPG tahun 2024. Ia juga menyangkal jumlah pungutan mencapai Rp400 ribu per orang. 

“Semua itu tidak benar. Ini dari kami untuk kami, tidak ada pungli. Kepengurusan ini juga dibentuk oleh para peserta sendiri yang menunjuk saya sebagai ketua,” kata Dedi, Selasa (11/3/2024). 

Namun, ditanya berapa jumlah uang yang sebenarnya dikumpulkan dari peserta PPG, Dedi menolak menjawab.

Ia mengungkapkan, uang iuran tersebut digunakan untuk kepentingan bersama, bukan untuk pihak luar. "Pungutan itu ada, tapi hanya untuk kebersamaan. Seperti rapat, pertemuan-pertemuan dan kemarin saat Bunda Eva dilantik, kami buat karangan bunga dari iuran itu," jelasnya. 

Bendahara Angkatan PPG APBD 2024, Efta, juga menyampaikan hal serupa. "Yang melakukan iuran tidak semua, karena sifatnya sukarela," ujarnya. 

Sebelumnya diberitakan, sebanyak 193 guru Pendidikan Agama Islam (PAI) SD dan SMP se-Bandar Lampung yang sudah mengikuti PPG diduga dimintai uang sebesar Rp400 ribu per orang untuk mempercepat penerbitan Nomor Registrasi Guru (NRG).

Seorang guru PAI mengaku, ia dimintai uang sebesar Rp400 ribu untuk mempercepat penerbitan NRG. 

“Saya dan rekan-rekan guru PAI SD dan SMP yang baru selesai mengikuti PPG sebenarnya merasa keberatan dengan pungutan sebesar Rp400 ribu tersebut,” kata guru yang minta namanya tidak ditulis ini, Minggu (9/3/2024).

Namun, lanjut guru ini, akhirnya banyak juga guru PAI yang tetap membayar lantaran khawatir jika tidak menyetor uang NRG nya akan dipersulit atau bahkan tidak diterbitkan. 

“Kalau PPG nya sudah selesai, tinggal menunggu NRG saja. Tapi tiba-tiba ada permintaan iuran Rp400 ribu per orang. Katanya Rp250 ribu untuk orang Kemenag Kota Bandar Lampung dan Rp 150 ribu untuk orang Dinas (Disdik) Kota Bandar Lampung,” ungkapnya. 

Ia mengungkapkan, permintaan pungutan Rp400 ribu per guru ini dilakukan setelah seluruh guru menyelesaikan PPG.

“Jumlah guru yang sudah mengikuti PPG 2024 di Kota Bandar Lampung mencapai sekitar 193 orang terdiri dari guru honorer maupun Pegawai Negeri Sipil (PNS),” katanya. 

Guru PAI lainnya mengatakan, pungutan dilakukan secara sistematis dimana setiap kelas saat PPG berlangsung yang terdiri dari sekitar 20 peserta menunjuk seorang ketua kelas dan bendahara.

Ketua kelas ini kemudian yang mengumpulkan uang dari anggota kelas masing-masing untuk diserahkan kepada bendahara angkatan. 

“Setiap ketua kelas disuruh mengumpulkan uang dari teman-temannya. Setelah itu, uangnya diserahkan ke bendahara angkatan yang berinisial Ef. Sementara ketua angkatannya bernama DS,” jelasnya. 

Ia mengatakan, sebagian besar guru peserta PPG memang membayar pungutan tersebut karena takut dipersulit. Namun, ada juga beberapa yang menolak untuk membayar meskipun jumlah mereka sangat sedikit dan bisa dihitung dengan jari tangan. 

“Saya sendiri awalnya merasa berat, tapi karena takut kalau gak bayar nanti malah ada masalah akhirnya ikut bayar. Kita semua mau NRG keluar dengan lancar,” ujarnya.

Guru ini mengungkapkan, guru peserta PPG di Bandar Lampung berharap yang yang telah disetorkan dapat dikembalikan. Ia menilai praktik pungli semacam ini sangat merugikan dan mencederai dunia pendidikan. 

“Seharusnya kalau sudah lulus PPG, NRG itu keluar otomatis. Kenapa mesti ada pungutan seperti ini? Kami ingin uang kami dikembalikan,” katanya.

Ia juga berharap, kasus ini segera diusut agar kedepan tidak ada lagi praktik pungutan liar dalam proses PPG. (*)

Editor Sigit Pamungkas