Berdikari.co, Bandar Lampung - Ketua Pansus Tata Niaga Singkong DPRD
Provinsi Lampung, Mikdar Ilyas, menyebut perusahaan singkong besar tidak
mematuhi harga singkong yang sudah ditetapkan Kementerian Pertanian. Hanya
perusahaan singkong kecil saja yang mematuhi aturan tersebut.
Mikdar mengatakan, terdapat dua kategori perusahaan singkong di Provinsi
Lampung yakni menengah ke atas dan menengah ke bawah.
Menurut Mikdar, terdapat perbedaan sikap antara kedua kategori perusahaan
singkong tersebut dalam menindaklanjuti surat keputusan Kementerian Pertanian
(Kementan) terkait penetapan harga ubi kayu atau singkong.
“Kementan telah menetapkan harga singkong Rp1.350 per kilogram dengan kadar
aci 24 persen yang harus dibeli perusahaan. Namun, perusahaan besar seperti PT
Bumi Waras (BW) dan PT Sinar Laut tidak mematuhi aturan itu. Yang mengikuti
aturan justru perusahaan kecil,” kata Mikdar, Selasa (11/3/2025).
"Pabrik menengah ke bawah sudah mengakomodasi surat edaran dari Dirjen
Tanaman Pangan Kementan walaupun tidak sepenuhnya karena masih ada potongan
kotor, potongan bonggol, dan sebagainya. Tapi mereka tetap buka," lanjut
Mikdar.
Ia mengungkapkan, untuk perusahaan singkong yang buka-tutup terjadi pada PT
Sinar Laut dan PT BW sebagai dua perusahaan besar menengah ke atas. Ketika PT
BW dan PT Sinar Laut tutup, maka singkong petani tidak tertampung.
Mikdar mengatakan, dirinya telah menerima surat dari petani terkait
kebijakan PT BW dan PT Sinar Laut yang tidak sesuai dengan edaran Kementan. Dua
perusahaan itu tetap mengacu pada hitungan mereka sendiri.
"Yang kita inginkan surat Dirjen Kementan agar dihargai. Walaupun
mungkin tidak ada kekuatan hukum, tetap ada dampaknya jika membangkang.
Pemerintah daerah ini adalah perpanjangan dari pusat. Perlu disadari juga
pabrik ini membutuhkan pemerintah daerah maupun pusat," tegasnya.
"Kami berharap semua pihak saling menjaga. Saat ini, perusahaan tidak
perlu mengambil untung terlalu besar, yang penting petani senang. Masalahnya,
harga sudah ditetapkan baik oleh Pj Gubernur maupun Kementan. Masyarakat awam
patuh terhadap aturan ini, tapi kita khawatir ketidaktahuan masyarakat bisa
menimbulkan hal yang tidak diinginkan," sambungnya.
Menindaklanjuti permasalahan tersebut, Mikdar mengatakan Pansus Tata Niaga
Singkong DPRD Lampung hari ini memanggil Organisasi Perangkat Daerah (OPD),
perusahaan singkong, serta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Lampung.
"Hari ini kami memanggil OPD terkait serta KPPU. Tujuannya kita ingin
mengetahui apakah selama ini ada hal baru yang ditemukan, terutama dari KPPU
terkait dengan impor tapioka. Selain itu, kita ingin mengetahui kendala OPD
selama edaran Kementan ini diterapkan dan informasi dari pabrik. Semua ini
nantinya akan diramu sebagai bahan pendalaman," jelasnya.
Ia mengungkapkan, permasalahan yang terjadi adalah banyak perusahaan
singkong tutup dan harga edaran tidak berlaku. Sementara petani menjual
singkong ingin harganya mengacu pada surat edaran Kementan tersebut.
“Sedangkan pabrik tidak mau mengikuti aturan tersebut dan tetap menggunakan
hitungan sendiri. Pabrik beralasan jika mengacu pada surat Kementan itu, mereka
memilih tutup karena setiap produksi merugi. Inilah yang akan kami gali bersama
supaya ada titik temu," katanya.
Mikdar berharap, seluruh pabrik tapioka dapat beroperasi, sehingga petani
bisa menjual singkong dengan harga yang wajar, dan pabrik dapat mengolah hasil
singkong petani agar bisa bersaing dengan barang impor.
Mikdar mengungkapkan, Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Lampung akan bekerja
hingga 15 April 2025 dan berharap bisa menghasilkan rekomendasi yang akan
diberikan kepada Gubernur Lampung.
"Nanti akhirnya adalah rekomendasi Pansus yang akan kita sampaikan di
forum paripurna agar menjadi perhatian Gubernur Lampung," tuturnya.
Ia membeberkan, ada beberapa poin rekomendasi Pansus yang telah dirancang
yang mencakup berbagai aspek.
"Diantaranya kami meminta agar semua pabrik harus bermitra dengan para
petani supaya ada rasa tanggung jawab. Jangan petani terus yang disalahkan,
sementara mereka tidak pernah dibina," ujar Mikdar.
Selain itu, lanjut dia, pansus akan merekomendasikan zona wilayah singkong
untuk menekan ongkos pengiriman.
"Kita minta zonasi wilayah, misalnya hasil singkong dari Lampung Utara
harus dijual di Lampung Utara, jangan ke wilayah lain," ujarnya.
Selanjutnya, Pansus akan menyarankan kepada pemerintah daerah, pusat,
maupun pabrik menyediakan bibit unggul supaya petani dapat meningkatkan
produksi mereka.
"Jangan semua diserahkan kepada petani, tiba-tiba perusahaan
menyatakan singkong yang dihasilkan tidak bagus dan menyalahkan petani. Padahal
mereka tidak tahu. Inilah yang harus menjadi perhatian dinas terkait serta
pabrik," katanya.
Kemudian, Pansus akan merekomendasikan pencarian investor baru untuk
mengolah singkong, tidak hanya menjadi tapioka, tetapi juga produk turunannya
seperti etanol dan sebagainya.
"Menurut tenaga ahli, singkong ini bisa menjadi gula pengganti gula tebu, jadi banyak turunannya. Sehingga harga bisa lebih bagus. Kami akan merekomendasikan beberapa hal itu," paparnya. (*)