Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Rabu, 12 Maret 2025

Mikdar Ilyas: Perusahaan Singkong Besar Tidak Patuhi Ketetapan Kementan

Oleh ADMIN

Berita
Ketua Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung, Mikdar Ilyas. Foto: Berdikari.co

Berdikari.co, Bandar Lampung - Ketua Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung, Mikdar Ilyas, menyebut perusahaan singkong besar tidak mematuhi harga singkong yang sudah ditetapkan Kementerian Pertanian. Hanya perusahaan singkong kecil saja yang mematuhi aturan tersebut.

Mikdar mengatakan, terdapat dua kategori perusahaan singkong di Provinsi Lampung yakni menengah ke atas dan menengah ke bawah.

Menurut Mikdar, terdapat perbedaan sikap antara kedua kategori perusahaan singkong tersebut dalam menindaklanjuti surat keputusan Kementerian Pertanian (Kementan) terkait penetapan harga ubi kayu atau singkong.

“Kementan telah menetapkan harga singkong Rp1.350 per kilogram dengan kadar aci 24 persen yang harus dibeli perusahaan. Namun, perusahaan besar seperti PT Bumi Waras (BW) dan PT Sinar Laut tidak mematuhi aturan itu. Yang mengikuti aturan justru perusahaan kecil,” kata Mikdar, Selasa (11/3/2025).

"Pabrik menengah ke bawah sudah mengakomodasi surat edaran dari Dirjen Tanaman Pangan Kementan walaupun tidak sepenuhnya karena masih ada potongan kotor, potongan bonggol, dan sebagainya. Tapi mereka tetap buka," lanjut Mikdar.

Ia mengungkapkan, untuk perusahaan singkong yang buka-tutup terjadi pada PT Sinar Laut dan PT BW sebagai dua perusahaan besar menengah ke atas. Ketika PT BW dan PT Sinar Laut tutup, maka singkong petani tidak tertampung.

Mikdar mengatakan, dirinya telah menerima surat dari petani terkait kebijakan PT BW dan PT Sinar Laut yang tidak sesuai dengan edaran Kementan. Dua perusahaan itu tetap mengacu pada hitungan mereka sendiri.

"Yang kita inginkan surat Dirjen Kementan agar dihargai. Walaupun mungkin tidak ada kekuatan hukum, tetap ada dampaknya jika membangkang. Pemerintah daerah ini adalah perpanjangan dari pusat. Perlu disadari juga pabrik ini membutuhkan pemerintah daerah maupun pusat," tegasnya.

"Kami berharap semua pihak saling menjaga. Saat ini, perusahaan tidak perlu mengambil untung terlalu besar, yang penting petani senang. Masalahnya, harga sudah ditetapkan baik oleh Pj Gubernur maupun Kementan. Masyarakat awam patuh terhadap aturan ini, tapi kita khawatir ketidaktahuan masyarakat bisa menimbulkan hal yang tidak diinginkan," sambungnya.

Menindaklanjuti permasalahan tersebut, Mikdar mengatakan Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Lampung hari ini memanggil Organisasi Perangkat Daerah (OPD), perusahaan singkong, serta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Lampung.

"Hari ini kami memanggil OPD terkait serta KPPU. Tujuannya kita ingin mengetahui apakah selama ini ada hal baru yang ditemukan, terutama dari KPPU terkait dengan impor tapioka. Selain itu, kita ingin mengetahui kendala OPD selama edaran Kementan ini diterapkan dan informasi dari pabrik. Semua ini nantinya akan diramu sebagai bahan pendalaman," jelasnya.

Ia mengungkapkan, permasalahan yang terjadi adalah banyak perusahaan singkong tutup dan harga edaran tidak berlaku. Sementara petani menjual singkong ingin harganya mengacu pada surat edaran Kementan tersebut.

“Sedangkan pabrik tidak mau mengikuti aturan tersebut dan tetap menggunakan hitungan sendiri. Pabrik beralasan jika mengacu pada surat Kementan itu, mereka memilih tutup karena setiap produksi merugi. Inilah yang akan kami gali bersama supaya ada titik temu," katanya.

Mikdar berharap, seluruh pabrik tapioka dapat beroperasi, sehingga petani bisa menjual singkong dengan harga yang wajar, dan pabrik dapat mengolah hasil singkong petani agar bisa bersaing dengan barang impor.

Mikdar mengungkapkan, Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Lampung akan bekerja hingga 15 April 2025 dan berharap bisa menghasilkan rekomendasi yang akan diberikan kepada Gubernur Lampung.

"Nanti akhirnya adalah rekomendasi Pansus yang akan kita sampaikan di forum paripurna agar menjadi perhatian Gubernur Lampung," tuturnya.

Ia membeberkan, ada beberapa poin rekomendasi Pansus yang telah dirancang yang mencakup berbagai aspek.

"Diantaranya kami meminta agar semua pabrik harus bermitra dengan para petani supaya ada rasa tanggung jawab. Jangan petani terus yang disalahkan, sementara mereka tidak pernah dibina," ujar Mikdar.

Selain itu, lanjut dia, pansus akan merekomendasikan zona wilayah singkong untuk menekan ongkos pengiriman.

"Kita minta zonasi wilayah, misalnya hasil singkong dari Lampung Utara harus dijual di Lampung Utara, jangan ke wilayah lain," ujarnya.

Selanjutnya, Pansus akan menyarankan kepada pemerintah daerah, pusat, maupun pabrik menyediakan bibit unggul supaya petani dapat meningkatkan produksi mereka.

"Jangan semua diserahkan kepada petani, tiba-tiba perusahaan menyatakan singkong yang dihasilkan tidak bagus dan menyalahkan petani. Padahal mereka tidak tahu. Inilah yang harus menjadi perhatian dinas terkait serta pabrik," katanya.

Kemudian, Pansus akan merekomendasikan pencarian investor baru untuk mengolah singkong, tidak hanya menjadi tapioka, tetapi juga produk turunannya seperti etanol dan sebagainya.

"Menurut tenaga ahli, singkong ini bisa menjadi gula pengganti gula tebu, jadi banyak turunannya. Sehingga harga bisa lebih bagus. Kami akan merekomendasikan beberapa hal itu," paparnya. (*)

Editor Sigit Pamungkas