Berdikari.co, Bandar Lampung - Sebanyak 61 pabrik tapioka di Provinsi
Lampung tidak terdaftar dalam Sistem Informasi Industri Nasional (Sinas).
Kondisi ini berpotensi pemilik pabrik tidak bayar pajak ke pemerintah.
Ketua Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung, Mikdar Ilyas,
mengungkapkan di Provinsi Lampung saat ini terdapat 89 pabrik tapioka yang
dimiliki oleh 43 perusahaan.
“Saat rapat dengar pendapat (RDP) tadi, dari 43 perusahaan itu yang hadir
hanya hanya 24 perusahaan,” kata Mikdar usai rapat dengar pendapat (RDP) dengan
perusahaan singkong di gedung DPRD Lampung, Selasa (11/3/2025) malam.
"Dan dari 89 pabrik tapioka yang ada di Lampung, ternyata hanya 28
pabrik yang terdaftar dalam Sistem Informasi Industri Nasional (Sinas). Sisanya
sebanyak 61 pabrik tidak terdaftar, sehingga pemerintah daerah kesulitan dalam
memperoleh data produksi tapioka dan produk lainnya,” lanjut Mikdar.
Terhadap 61 pabrik tapioka yang tidak terdaftar dalam Sinas ini, Mikdar
mengaku khawatir ada potensi penghindaran pajak. Meskipun, mereka mengklaim
tetap membayar pajak.
“Terkait pabrik tapioka yang tidak terdaftar dalam Sinas ini, dinas terkait
harus melakukan pengawasan lebih ketat. Pabrik-pabrik yang tidak terdaftar ini
harus segera ikut dalam sistem. Jika ada permasalahan, maka harus diselesaikan,"
tegasnya.
Mikdar menjelaskan, dalam rapat dengar pendapat tersebut, Pansus menemukan
beberapa permasalahan yang perlu segera dibenahi agar tata niaga singkong
berjalan lebih baik. Salah satunya adalah produksi singkong di Lampung yang
mencapai sekitar 2 juta ton per tahun.
Ia juga menyoroti keberadaan Asosiasi Perusahaan Tapioka di Lampung yang
saat ini tidak berjalan sebagaimana mestinya.
"Asosiasi Perusahaan Tapioka di Lampung seharusnya berperan aktif.
Namun, saat ini tidak berjalan. Maka kami mendorong agar asosiasi ini segera
dihidupkan kembali dengan kepengurusan baru, dalam tiga hari ke depan mereka
akan dibentuk," ujarnya.
Selain itu, lanjut Mikdar, dalam rapat para pelaku industri tapioka meminta
pemerintah menata kebijakan impor tepung tapioka dan produk sejenis agar tidak
merugikan industri dalam negeri.
“Terkait harga singkong ini harus ada rumusan harga yang berkeadilan agar
tidak merugikan petani. Pansus meminta seluruh pihak baik petani maupun
perusahaan dapat menjalankan tata niaga singkong dengan transparan dan adil
demi keberlangsungan industri tapioka di Lampung,” paparnya.
Mikdar mengungkapkan, saat ini harga tertinggi singkong yang berjalan di
pasaran hanya Rp1.100 per kilogram. Padahal petani berharap harga mengacu pada
edaran dari Kementerian Pertanian.
Oleh karena itu, ia meminta semua pabrik untuk berembuk menetapkan harga
yang tidak memberatkan petani.
Sebelumnya diberitakan, Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI)
Provinsi Lampung menyebut perusahaan Bumi Waras (BW) membeli singkong petani di
bawah harga yang ditetapkan dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian
(Mentan).
"BW sudah buka sejak hari Senin kemarin. Kalau yang PT Sinar Laut
masih tutup. Pasca BW buka ini antriannya juga luar biasa panjang sekali,"
kata Ketua PPUKI Lampung, Dasrul Aswin, Selasa (11/3/2025).
Dasrul mengatakan, meskipun sudah kembali beroperasi, PT Bumi Waras membeli
singkong petani dengan harga rendah dan tidak sesuai dengan kesepakatan yang
telah ditetapkan oleh Kementerian Pertanian.
"Meski sudah buka tapi harga jauh dan tidak sesuai dengan keputusan
Mentan. Keputusan Mentan kan Rp1.350 per kilogram, sedangkan BW beli hanya
maksimal Rp1.100 per kilogram,” kata Dasrul.
Ia mengungkapkan, para sopir truk yang akan menjual singkong juga diminta untuk
menandatangani surat musyawarah dan mufakat dengan menampilkan harga terbaru.
"Malah para sopir yang antar singkong itu diminta tanda tangan surat
yang mereka (BW) buat. Jadi istilahnya terkesan seperti pemaksaan,"
tegasnya.
“Sehingga petani tetap menjual dengan harga yang ada, karena ya mau gimana
lagi itulah sumber penghasilannya. Apalagi ini sudah mau lebaran. Tapi ada juga
yang beli dengan keputusan Mentan seperti SPM 2 dan PT Gunung Sugih,"
ungkapnya.
Dasrul juga sempat menunjukkan surat musyawarah dan mufakat yang dibuat
oleh pihak Sungai Budi Group (BW Group) di Pabrik BSSW Terbanggi Besar kepada
sopir yang akan menjual singkongnya pada hari Senin (10/3/2025).
Surat itu dibuat perusahaan atas nama Untung Wijaya selaku pimpinan pabrik.
Dalam surat itu tertera harga singkong bersama kadar acinya yang besarannya di
bawah harga yang sudah ditetapkan dalam SK Menteri Pertanian.
Dalam surat itu juga tertulis penjual tidak dapat menuntut kembali apabila
surat musyawarah dan mufakat telah ditandatangani.
Selain itu, lanjut Dasrul, PT Budi Starch & Sweetener divisi
tapioka juga mengeluarkan surat pemberitahuan yang berisi pengumuman bahwa
pabrik kembali buka mulai hari Senin tanggal 10 Maret 2025 harga berdasarkan
kadar aci yang baru.
Surat pemberitahuan harga singkong yang dibuat PT Budi Starch &
Sweetener divisi tapioka ini sama persis dengan daftar harga milik Sungai Budi
Group (BW Group) di Pabrik BSSW Terbanggi Besar.
“Untuk kadar Aci di bawah 16 persen tidak diterima atau ditolak. Pabrik
juga tidak terima singkong yang banyak tanah dan pasir, singkong banyak
bonggol, singkong busuk dan singkong kecil atau muda,” ungkap Dasrul.
(*)