Berdikari.co, Bandar Lampung - Wakil Ketua Bidang Rantai Pasok Kamar Dagang
dan Industri (Kadin) Lampung, Ahmad Jares Mogni, menyebut kebijakan pembatasan
operasional angkutan muatan tidak melibatkan partisipasi pengusaha ekspedisi.
"Hal ini mengundang keberatan dari sejumlah pengusaha yang merasa
keputusan tersebut dibuat secara sepihak tanpa mempertimbangkan dampaknya
terhadap operasional mereka," kata Ahmad Jares Mogni, Kamis (13/3/2025).
Menurutnya, pembatasan operasional akan berdampak pada angkutan muatan
jalur tol Bakauheni ke Kayu Agung, yang merupakan jalur utama untuk kendaraan
angkutan antar provinsi dan antar pulau.
“Untuk angkutan barang yang beroperasi di dalam wilayah Lampung, kebijakan
ini tidak akan berpengaruh. Kebijakan ini hanya berdampak pada jalur tol yang
menghubungkan Bakauheni dan Kayu Agung, yang merupakan jalur utama bagi
angkutan barang antar provinsi,” jelasnya.
Sekretaris DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Lampung ini
mengungkapkan, para pengusaha ekspedisi yang tergabung dalam Kadin Lampung
mengajukan usulan agar kebijakan larangan truk beroperasi diterapkan hanya pada
4 hari sebelum Lebaran dan 4 hari sesudah Lebaran.
“Usulan ini diharapkan bisa memberi kelonggaran lebih bagi pengusaha untuk
tetap menjalankan operasional mereka, terutama dalam mendistribusikan barang
yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat selama periode mudik,” ungkapnya.
Ahmad Jares berharap, pihak-pihak terkait terutama Kementerian Perhubungan,
dapat mengevaluasi kembali kebijakan ini dan mendengarkan masukan dari para
pengusaha yang terdampak.
"Kami hanya ingin memastikan bahwa kebijakan ini tidak merugikan
sebagian pihak, dan bisa mencapai tujuan yang diinginkan tanpa menimbulkan
dampak negatif yang lebih besar," imbuhnya.
Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) juga keberatan atas pengaturan
pembatasan operasional angkutan barang yang akan diberlakukan mulai 24 Maret
2025 hingga 8 April 2025.
Ketua Aptrindo, Gemilang Tarigan, mengatakan larangan beroperasi kendaraan
angkutan barang selama 16 hari terlalu lama.
"Keputusan pembatasan operasional angkutan barang ini jelas tidak
mempertimbangkan masukan kami para pelaku usaha angkutan barang, mengenai
dampak lamanya pembatasan operasional angkutan barang," kata Gemilang
dalam keterangan tertulisnya, Kamis (13/3/2025).
Ia menjelaskan, masa berlaku larangan angkutan barang selama 16 hari akan
berdampak langsung kepada pemilik kendaraan dan pelaku usaha yang terlibat
yaitu pengemudi, buruh bongkar muat, pabrikan, pergudangan, perkapalan, dan
para pihak yang terlibat dalam dunia logistik.
“Larangan yang terlalu lama itu akan berakibat pada penumpukan barang di
pelabuhan, karena kapal dari luar negeri terus datang membawa barang,”
ungkapnya.
Selain itu, lanjut dia, bisa terjadi kongesti/stagnasi di pelabuhan dan
akan membebani para importir atas biaya penumpukan pelabuhan, serta denda
demurrage container yang dikenakan oleh pelayaran asing.
Dampak lainnya adalah kesulitan para eksportir dalam melaksanakan ekspor
terhadap barang-barangnya, sehingga tidak dapat memenuhi perjanjian dagang.
"Pengemudi tidak mempunyai penghasilan selama larangan itu dilakukan
sehingga menimbulkan keresahan pada pengemudi," ujarnya.
"Kapal-kapal yang datang dari luar negeri akan menjadi pulang kosong,
tidak atau tanpa muatan," sambungnya.
Gemilang menuturkan, pemerintah seharusnya lebih peka dengan kondisi
perekonomian dan industri di saat ini karena banyak sekali perusahaan gulung
tikar dan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Menurutnya, kondisi yang terjadi bukan hanya dikarenakan efek kalah
bersaing atau berkompetisi dengan negara lain, tetapi juga disebabkan oleh
pembuatan regulasi-regulasi yang tidak mendukung iklim usaha.
Ia menegaskan, pembatasan operasional angkutan barang dengan dalih
mengamankan kelancaran lalu lintas selama masa arus mudik dan balik Lebaran
tahun 2025, mengorbankan hak hidup para pelaku usaha dunia angkutan barang dan
logistik.
Gemilang berpendapat, kebijakan pembatasan operasional angkutan barang
dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, dilakukan tanpa mempedulikan kerugian yang
ditanggung para pelaku usaha angkutan barang.
"Kami Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia meminta kepada pemerintah agar
segera melakukan koreksi atas kebijakan bersama yang diambil terkait pelarangan
operasional kendaraan angkutan barang mulai tanggal 24 Maret 2025 sampai dengan
8 April 2025," tuturnya.
"Kami meminta durasi kebijakan pelarangan operasional kendaraan
angkutan barang diubah menjadi mulai tanggal 27 Maret 2025 sampai dengan
tanggal 3 April 2025," lanjutnya.
Ia menyatakan, jika usulan tersebut tidak ditanggapi, seluruh pengusaha angkutan barang akan melakukan stop operasional mulai tanggal 20 Maret 2025. (*)