Berdikari.co, Bandar Lampung - Anggota Komisi III DPRD Lampung, Munir Abdul
Haris, meminta harus ada pengawasan ketat untuk mengawal kebijakan Organda
Lampung menaikan tarif bus selama arus mudik dan arus balik Lebaran 2025 agar
tidak merugikan penumpang.
Munir mengingatkan, ada potensi tarif yang dinaikan melebihi 20 persen jika
tidak ada kontrol yang jelas. Menurutnya, meskipun kenaikan tarif merupakan hal
wajar karena faktor ekonomi dan operasional, namun tetap harus ada yang
mengawasi agar tidak ada penyimpangan di lapangan.
"Kenaikan tarif ini perlu dikawal betul oleh Organda dan Dinas
Perhubungan. Jangan sampai ada PO yang memanfaatkan situasi dengan menaikan
tarif lebih dari 20 persen tanpa dasar yang jelas," kata Munir, Sabtu
(22/3/2025).
Ia juga mengingatkan kepada pengusaha angkutan tidak hanya fokus pada
keuntungan sesaat tanpa memperhatikan aspek pelayanan kepada masyarakat.
Terlebih, pada momen Lebaran, banyak masyarakat yang bergantung pada
transportasi umum untuk bisa pulang dan berkumpul dengan keluarga di kampung
halaman.
Selain itu, Munir menyinggung perbedaan mekanisme tarif tahun ini
dibandingkan tahun lalu. Jika pada 2024 lalu kenaikan tarif ditetapkan dalam
daftar harga resmi, namun tahun ini Organda hanya memberikan batas maksimal
tanpa rincian harga di tiap trayek.
Hal tersebut berpotensi membuat penumpang bingung dan membuka celah bagi PO
untuk menaikkan harga seenaknya.
"Tahun lalu ada daftar harga yang menjadi acuan bagi masyarakat.
Sekarang hanya dibatasi maksimal 20 persen, tapi tanpa kejelasan harga
dasarnya. Ini yang bisa menjadi masalah jika tidak diawasi," tegasnya.
Ia pun meminta Dinas Perhubungan untuk tidak hanya menerima laporan dari
Organda, tetapi juga turun langsung ke terminal-terminal guna memastikan tarif
yang diterapkan di lapangan sesuai dengan aturan.
"Saya harap Dinas Perhubungan tidak hanya menerima laporan dari
Organda, tapi juga memastikan di lapangan. Kalau ada temuan kenaikan tarif yang
melebihi batas, harus ada sanksi," ujarnya.
Munir juga meminta perusahaan bus memperhatikan kondisi armada yang
disiapkan untuk melayani angkutan Lebaran.
Ia mengapresiasi ramp check yang telah dilakukan, tetapi berharap
pengawasan tidak berhenti sampai di situ.
"Bus yang beroperasi harus dalam kondisi prima, tidak hanya layak
jalan di awal, tapi juga harus dicek berkala selama masa mudik dan arus
balik," katanya.
Dengan pengawasan yang ketat, ia berharap angkutan Lebaran di Lampung bisa
berjalan dengan baik tanpa ada keluhan dari masyarakat.
"Momen Lebaran ini harus menjadi waktu yang nyaman bagi masyarakat,
bukan malah jadi beban karena tarif yang tidak terkendali," ungkapnya.
Sementara Pengamat Ekonomi Universitas Lampung, Nairobi, mengingatkan
penetapan kenaikan tarif bus harus memperhatikan berbagai aspek termasuk
dampaknya terhadap masyarakat, legalitas, serta regulasi yang berlaku.
"Kenaikan tarif sebesar 20 persen akan berdampak terutama bagi mereka
yang bergantung pada bus sebagai moda transportasi utama untuk mudik. Hal ini
bisa memberatkan masyarakat terutama bagi yang berpenghasilan menengah ke
bawah," kata Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung Unila
ini, Sabtu (22/3/2025).
Menurutnya, kenaikan tarif sebesar 20 persen harus didasarkan pada analisis
biaya operasional, inflasi, dan faktor lain yang relevan. Jika kenaikan ini
dilakukan tanpa dasar yang kuat, bisa dianggap sebagai praktik yang tidak adil.
Menurut Nairobi, perusahaan bus harus transparan dalam menjelaskan alasan
kenaikan tarif. Misalnya, apakah kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan harga
BBM, biaya perawatan kendaraan, atau peningkatan permintaan selama Lebaran.
"Pemerintah juga perlu memastikan bahwa kenaikan tarif tidak
memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah. Subsidi atau program bantuan
tiket mudik bisa menjadi solusi untuk mengurangi dampak negatifnya,"
jelasnya.
Nairobi berharap, pemerintah perlu menetapkan regulasi yang jelas mengenai
batas maksimal kenaikan tarif transportasi selama musim Lebaran. Hal ini untuk
mencegah praktik kenaikan tarif yang tidak wajar.
Pemerintah juga perlu memberikan subsidi atau bantuan tiket mudik bagi
masyarakat berpenghasilan rendah untuk mengurangi beban finansial.
"Perlu adanya pengawasan ketat terhadap operator bus untuk memastikan kenaikan tarif dilakukan secara transparan dan sesuai dengan regulasi. Kemudian harus ada edukasi publik, masyarakat perlu tahu alasan kenaikan tarif dan alternatif transportasi yang tersedia," imbuhnya. (*)