Berdikari.co, Bandar Lampung - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi
Lampung menyebut penerapan tarif 32 persen terhadap semua barang impor yang
masuk ke Amerika Serikat bakal berdampak pada komoditas unggulan asal Provinsi
Lampung.
Wakil Ketua Umum Bidang Rantai Pasok Kadin Lampung, Ahmad Jares Mogni,
mengatakan selama ini Amerika Serikat merupakan salah satu negara tujuan ekspor
utama bagi komoditas unggulan dari Lampung.
Ia mengatakan, nilai ekspor produk Lampung ke Amerika mencapai lebih dari
USD 80 juta setiap bulan, dengan komoditas unggulan seperti udang beku,
seafood, kopi, CPO, dan nanas.
Namun, kata Ahmad Jares, dengan penerapan tarif impor sebesar 32% pada
produk Indonesia, termasuk yang berasal dari Lampung, bisa berdampak cukup
besar bagi para eksportir asal Lampung.
“Penerapan tarif impor ini tentu akan mengurangi daya saing produk
Indonesia, khususnya dari Lampung di pasar Amerika. Komoditas seperti udang
beku, seafood, kopi, dan CPO, mungkin akan mengalami penurunan permintaan yang
berdampak pada volume ekspor kita,” ujar Ahmad, Senin (7/4/2025).
Lebih lanjut, Ahmad mengungkapkan adanya potensi banjir impor dari negara
lain yang mencoba mencari alternatif pasar ekspor selain Amerika. Negara-negara
tersebut kemungkinan besar akan mengalihkan pengiriman produk mereka ke negara-negara
dengan tarif yang lebih rendah, termasuk Indonesia.
Dampaknya, Indonesia bisa menghadapi situasi yang lebih sulit dalam menjaga
keseimbangan perdagangan internasional.
“Meningkatnya impor dari negara lain yang mencari pasar ekspor baru akan berpotensi
memperburuk neraca perdagangan Indonesia. Hal ini tentu dapat memperburuk
defisit perdagangan yang sudah terjadi sebelumnya,” jelasnya.
Selain itu, lanjut dia, nilai tukar Dolar yang semakin tinggi terhadap
rupiah diprediksi akan memperburuk kondisi perekonomian Nasional.
Menurut Ahmad, hal ini akan meningkatkan beban bagi sektor industri
Indonesia yang bergantung pada impor bahan baku dan barang modal.
"Maka penting adanya kebijakan pemerintah untuk menjaga stabilitas
rupiah dan menciptakan kebijakan ekonomi yang mendukung sektor ekspor dan
impor," ucapnya.
Ia menerangkan, beberapa komoditas Indonesia yang paling sering diekspor ke
Amerika Serikat akan terdampak oleh kebijakan tarif ini seperti mesin dan
perlengkapan elektrik (HS 85) yang nilainya mencapai 4,18 miliar Dolar AS,
pakaian dan aksesorisnya (rajutan) (HS 61) dengan nilai 2,48 miliar Dolar AS,
serta kopi dan teh (HS 09) yang nilainya 455,77 juta Dolar AS.
Selain itu, produk seperti alas kaki (HS 64), kimia dasar organik (HS 29),
serta kendaraan dan aksesori (HS 87) juga akan merasakan dampak dari kebijakan
tarif impor tersebut.
Pakaian dan aksesori pakaian yang tidak dirajut atau dikait (HS 62) yang
nilainya mencapai 2,1 miliar Dolar AS, menjadi salah satu komoditas lain yang
diperkirakan bakal mengalami penurunan volume ekspor.
“Dalam menghadapi kebijakan tarif impor ini, pemerintah Indonesia
diharapkan dapat segera merumuskan langkah-langkah strategis untuk menjaga daya
saing produk Indonesia di pasar global,” sarannya.
Selain mencari alternatif pasar ekspor lain seperti di kawasan Asia atau
Eropa, penting juga untuk memperkuat sektor domestik dan menjaga stabilitas
ekonomi di dalam negeri.
“Pemerintah harus segera merespons situasi ini dengan kebijakan yang dapat menjaga stabilitas rupiah dan mendorong ekspor ke pasar lain yang lebih terbuka. Selain itu, perlu ada langkah untuk menanggulangi dampak negatif terhadap sektor-sektor yang sangat bergantung pada pasar Amerika Serikat,” pungkasnya. (*)