Berdikari.co, Bandar Lampung - Jumlah pelaporan surat pemberitahuan (SPT)
pajak tahunan 2024 telah mencapai 12,56 juta sampai dengan 9 April 2025 per
pukul 11.59 WIB. Masih ada sebanyak 3,65 juta warga belum melaporkan SPT pajak.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Dwi Astuti, mengatakan jumlah wajib pajak
yang melaporkan SPT pajak tahunan baru 77,45% dari target kepatuhan.
"Sebanyak 12,56 juta SPT atau mencapai 77,45% dari target kepatuhan
SPT Tahunan untuk tahun 2025 yang sebanyak 16,21 juta SPT Tahunan," kata
Dwi seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (10/4/2025).
Dari total 12,56 juta wajib pajak yang melaporkan SPT tahunan itu,
rinciannya terdiri dari 12,2 juta SPT tahunan wajib pajak orang pribadi dan 357
ribu SPT tahunan wajib pajak badan.
Dwi mengimbau kepada para wajib pajak yang belum melaporkan SPT tahunan
pajak 2024 untuk segera menunaikan kewajibannya, karena sudah mendekati batas
akhir pelaporan hasil perpanjangan waktu sampai 11 April 2025.
Sesuai Keputusan Dirjen Pajak Nomor 79 Tahun 2025, pemerintah menerbitkan
kebijakan penghapusan sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran PPh
Pasal 29 dan penyampaian SPT Tahunan WP OP tahun pajak 2024 yang bertepatan
dengan hari libur nasional dan cuti bersama dalam rangka Hari Suci Nyepi (Tahun
Baru Saka 1947) dan Idulfitri 1446 Hijriah.
Bagi WP OP yang terlambat melakukan pembayaran PPh Pasal 29 dan penyampaian
SPT Tahunan setelah tanggal jatuh tempo yakni 31 Maret 2025 sampai dengan
tanggal 11 April 2025, diberikan penghapusan sanksi administratif atas
keterlambatan tersebut.
"Pelaporan SPT Tahunan tepat waktu merupakan cerminan kepatuhan kita
semua," ujar Dwi.
"Mendekati batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2024
khususnya bagi orang pribadi, kami mengimbau kepada seluruh masyarakat wajib
pajak untuk segera melaporkan SPT Tahunannya melalui kanal
djponline.pajak.go.id karena lapor lebih awal, lebih nyaman," lanjutnya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, melaporkan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sampai 28 Februari 2025
mengalami defisit Rp31,2 triliun. Realisasi itu setara dengan 0,13% terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB).
"Terjadi defisit Rp31,2 triliun untuk posisi akhir Februari atau
sebesar 0,13% dari PDB," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA
di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (13/3/2025).
Sri Mulyani menyebut, defisit APBN di awal tahun itu masih dalam target
desain APBN 2025 yang ditargetkan terjadi defisit Rp 616,2 triliun atau 2,53%
terhadap PDB.
"Saya ingatkan kembali APBN didesain dengan defisit Rp 616,2 triliun,
jadi defisit 0,13% masih dalam target desain APBN sebesar 2,53% dari PDB,"
jelasnya.
Defisit APBN ini berarti pendapatan lebih kecil dibanding jumlah
pengeluaran pemerintah. Meski begitu, dari sisi keseimbangan primer tercatat
masih surplus Rp48,1 triliun.
Lebih rinci dijelaskan, pendapatan negara sampai Februari 2025 terkumpul
Rp316,9 triliun atau 10,5% terhadap APBN. Pendapatan itu berasal dari pajak,
bea cukai, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Sementara itu, belanja negara mencapai Rp348,1 triliun atau 9,6% terhadap
APBN. Belanja negara ini terdiri dari belanja pemerintah pusat yakni belanja
K/L dan belanja non K/L, serta transfer ke daerah.
"Belanja negara Rp 348,1 triliun atau terealisasi 9,6% dari total
belanja yang akan dianggarkan tahun ini," imbuhnya. (*)