Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Kamis, 24 April 2025

Mafia Tanah Diduga Juga Terjadi di TNBBS, Ada Penerbitan Sertifikat dan PBB

Oleh ADMIN

Berita
Mantan Kepala Kejati Lampung, Kuntadi. Foto: Ist

Berdikari.co, Bandar Lampung - Selain sedang mengusut mafia tanah di Register 44 Way Kanan, Kejati Lampung juga sedang menelisik adanya kejanggalan terkait pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) Kabupaten Lampung Barat. Padahal, kawasan tersebut merupakan hutan lindung yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.

Kepala Kejati Lampung, Kuntadi, mengatakan pihaknya akan mendalami persoalan tersebut karena munculnya kewajiban PBB dan adanya sertifikat di kawasan konservasi yang dinilai tidak wajar.

“Kalau itu kawasan hutan yang dilindungi dan warisan dunia, lalu tiba-tiba ada pembayaran PBB dan sertifikat terbit, pasti ada yang tidak beres. Persoalan ini akan kami dalami, meski saya sebentar lagi pindah tugas ke Jawa Timur,” kata Kuntadi, pada Rabu (16/4/2025) lalu.

Kuntadi mengatakan, pergantian pimpinan di lingkungan kejaksaan tidak akan mempengaruhi komitmen terhadap penegakan hukum.

“Di kejaksaan, ganti orang bukan berarti ganti kebijakan. Proses hukum akan tetap berjalan. Pengganti saya pun merupakan sosok yang berintegritas,” tegas Kuntadi.

Menurut Kuntadi, kejaksaan sangat serius menangani dugaan aktivitas ilegal di dalam kawasan hutan.

Sementara itu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Barat juga sudah menerjunkan dua tim khusus untuk menindaklanjuti permasalahan yang terjadi di kawasan hutan TNBBS terkait adanya dugaan penerbitan sertifikat dan PBB.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Lampung Barat, M. Zainur Rochman, melalui Kepala Seksi Intelijen, Ferdy Andrian, mengatakan langkah tersebut dilakukan sebagai respons atas informasi dan laporan terkait penyalahgunaan lahan kawasan TNBBS.

Ferdy mengungkapkan, pengumpulan data dan informasi terus dilakukan secara intensif oleh tim yang telah dibentuk, untuk mengungkap kebenaran dari laporan serta dugaan yang disampaikan kepada pihak Kejari Lampung Barat.

“Kejari Lampung Barat telah menurunkan dua tim yang memiliki fokus berbeda, yaitu tim pertama untuk penertiban lahan, dan tim kedua untuk menyelidiki dugaan mafia tanah di kawasan hutan TNBBS,” kata Ferdy, Rabu (16/4/2025).

Ferdy menerangkan, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan sejumlah instansi terkait seperti Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH), Balai Besar TNBBS, serta kantor ATR/BPN guna memastikan batas-batas kawasan hutan dan legalitas lahan.

Ia mengaku, sudah mengantongi data awal terkait jumlah sertifikat yang sudah diterbitkan. Namun, ia tidak bersedia menyebut jumlah pastinya karena masih dalam proses pendalaman.

“Kami sudah memiliki data awal mengenai jumlah sertifikat yang telah terbit di kawasan hutan TNBBS. Pengumpulan dan pendalaman data terus kami lakukan untuk menentukan apakah terdapat unsur pidana di dalam proses tersebut,” ujarnya.

“Langkah ini merupakan bagian dari komitmen Kejari Lampung Barat dalam menegakkan hukum serta menjaga kelestarian lingkungan, khususnya di wilayah konservasi yang telah ditetapkan secara nasional,” lanjutnya.

Sebelumnya, Kepala Balai Besar TNBBS, Ismanto, mengatakan berdasarkan citra landsat atau gambar satelit sedikitnya ada 21 ribu hektar hutan TNBBS yang berada di Suoh dan Sekincau telah terdapat aktivitas warga.

"Dari citra landsat yang kami dapat itu sekitar 21 ribu hektar di daerah Suoh dan Sekincau yang sudah dirambah. Kami pernah mendata itu untuk gubuknya berdasarkan citra landsat ada sekitar 1.962 gubuk," kata Ismanto, Senin (14/4/2025).

Ia juga menjelaskan jika pihaknya tetap melakukan pengawasan dengan melibatkan TNI dan Polri. Selain itu, pihaknya juga melakukan kegiatan pemulihan ekosistem.

"Kami melakukan penjagaan dan melibatkan teman-teman TNI dan Polri. Selain itu kita juga melakukan kegiatan pemulihan ekosistem untuk bisa menjaga fungsi hidrologis dari kawasan tersebut," katanya.

Sementara itu Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal mengatakan, TNBBS dan TNWK merupakan daerah konservasi yang diakui oleh dunia, sehingga keberadaannya harus dijaga dan dilestarikan.

"Kita harus bisa menjaga dua lokasi itu menjadi warisan dunia dan kita tentu komitmen akan kita lestarikan. Kita juga akan melakukan tindakan hukum tapi kita juga harus paham sisi kemanusiaan dan humanis dalam melakukan tindakan," jelasnya.

Mirzani mengatakan, jika masyarakat yang merambah hutan TNBBS banyak yang berasal dari luar Lampung seperti Jawa, Banten hingga Bengkulu.

"Jadi banyak, tidak hanya Lampung, ada Jawa, Semendo, Banten, Bengkulu. Mereka datang merambah, karena kalau warga Lampung yang sudah hidup lama di Lampung hidup dengan gajah dan harimau mereka saling menghormati," ungkap Mirzani. (*)

Editor Sigit Pamungkas