Berdikari.co, Bandar Lampung - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen
Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengatakan usai Pemilu dan Pilkada, maka
penggunaan dana hibah harus diaudit oleh lembaga audit yang dipercaya atau
ditentukan Bawaslu atau KPU.
“Adanya dugaan korupsi dana hibah Pilkada 2024 di Bawaslu Mesuji harus
terus didalami oleh Kejari Mesuji. Dan harus diuji audit oleh lembaga yang
telah ditunjuk,” kata Lucius, Kamis (24/4/2025).
Menurut Lucius, di Bawaslu sangat mungkin terjadi penyimpangan atau tindak
pidana korupsi, karena banyak anggaran yang dikelolanya baik yang berasal dari
negara dan daerah.
“Bawaslu juga selama ini dalam melakukan pengawasan dianggap tidak
maksimal. Sehingga ada kemungkinan ada orang-orang yang coba cari-cari proyek
untuk menggunakan dana itu secara menyimpang,” tegasnya.
“Saya melihat ada ketidakmaksimalan kinerja Bawaslu, inilah yang kemudian
menjadi sorotan. Sementara Bawaslu punya dana besar. Sehingga orang tertarik
untuk menggunakan dana itu secara menyimpang,” lanjutnya.
Menurutnya, kejari harus lebih mendalami kasus dana hibah di Bawaslu
Mesuji, dan harus ada keterbukaan penggunaan anggaran dana hibah tersebut.
“Perintah UU dana hibah Pemilu harus diaudit. Saya melihat kinerja Bawaslu
selama ini tidak jelas, padahal anggarannya cukup besar. Sehingga kemungkinan
ada orang-orang yang bernafsu untuk menyalahgunakan anggaran yang ada. Karena
di Bawaslu inilah menjadi salah satu tempat yang memungklinkan untuk terjadinya
penyalahgunaan anggaran karena dana yang dikelola cukup besar,” paparnya.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPRD Provinsi Lampung, Budiman AS,
mengingatkan penggunaan dana hibah yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada
penyelenggara Pemilu agar dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya.
"Saya sebagai anggota DPRD Provinsi Lampung yang juga mitra kerja KPU
dan Bawaslu berharap kepada seluruh jajaran di Provinsi Lampung agar
menggunakan dana hibah sesuai dengan apa yang menjadi peruntukannya," kata
Budiman, Kamis (24/4/2025).
Ia menegaskan, jangan sampai penyelenggara Pemilu seperti KPU dan Bawaslu
melakukan manipulasi dan melanggar aturan di dalam penggunaan dana hibah
tersebut.
"Jangan sampai ada yang melanggar aturan yang sudah diatur. Jadi terbukaan
penggunaan dana hibah juga perlu, karena dana yang digelontorkan pemerintah
sangat besar itu sehingga penggunaannya juga harus tepat,” ujarnya.
Budiman mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit
terhadap terhadap penggunaan dana hibah tersebut.
Selain itu, lanjut dia, para penerima dana hibah juga harus memberikan
laporan pertanggungjawaban penggunaan dana kepada pemberi hibah.
"Bentuk pertanggungjawaban juga harus dan penggunaannya harus sesuai dengan dana yang diajukan. peruntukannya harus tepat, tidak boleh menyimpang. Kalau memang menyimpang pasti ada aturan dan sanksi," kata dia.
Pengamat Pemerintahan Universitas Lampung, Sigit Krisbintoro, mengatakan
pengelolaan dana hibah Pilkada seharusnya dilakukan secara akuntabel, sesuai
kebutuhan dan tahapan Pilkada di masing-masing daerah.
“Dana hibah dipergunakan untuk mengawasi Pilkada sesuai dengan peraturan
yang berlaku, dan disesuaikan dengan kebutuhan serta keadaan wilayah kerja
masing-masing,” kata Sigit, Kamis (24/4/2025).
Ia mengungkapkan, penyimpangan dalam penggunaan anggaran oleh Bawaslu bisa
saja terjadi. Menurutnya, potensi tersebut timbul dari beberapa faktor, seperti
ketidaktepatan dalam penyusunan dan alokasi anggaran, lemahnya pengawasan,
serta pelaksanaan anggaran yang tidak merujuk pada regulasi yang berlaku.
“Yang paling rawan itu di tahap penyusunan dan alokasi anggaran. Kalau
tidak dilakukan secara transparan dan akuntabel, maka celah penyimpangan sangat
terbuka,” ujarnya.
Sigit menyebut, kasus penyimpangan dana hibah di Bawaslu Mesuji bisa
berdampak negatif terhadap integritas lembaga penyelenggara pemilu.
Namun, ia jmengingatkan kepada masyarakat untuk tidak langsung menghakimi
tanpa memahami duduk persoalan secara utuh.
“Kalau memang ada penyimpangan, tentu akan berdampak pada kepercayaan
publik. Tapi kita harus lihat dulu, apakah itu hanya kesalahan administratif
atau memang ada ketidakpatuhan terhadap aturan,” jelasnya.
Sigit menilai pengawasan terhadap penggunaan dana hibah di daerah masih
belum efektif. Ia menyebut, lemahnya pengawasan internal dan minimnya
pendampingan dari Bawaslu Provinsi maupun Pusat menjadi faktor utama.
“Bawaslu provinsi dan pusat harus aktif melakukan pengawasan dan
pendampingan dalam penyusunan serta pelaksanaan anggaran. Kalau itu dilakukan,
maka potensi penyimpangan bisa dicegah,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya evaluasi terhadap regulasi penggunaan dana
hibah untuk mencegah penyalahgunaan.
“Saya tidak bisa memastikan semua penggunaan dana hibah sudah sesuai peruntukan. Tapi kalau tidak ada pengawasan dan regulasi yang ketat, tentu celah penyimpangan itu ada,” pungkas Sigit. (*)