Berdikari.co, Bandar Lampung - Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Kerukunan
Tani Indonesia (DPD HKTI) Provinsi Lampung menyebut pentingnya peran pemerintah
sebagai penengah dalam persoalan harga singkong antara petani dan pengusaha.
HKTI berharap penetapan harga singkong harus adil dan mempertimbangkan
kualitas serta rendemen tapioka.
HKTI juga menyoroti masuknya tapioka impor dalam jumlah besar menjadi salah
satu penyebab utama anjloknya harga singkong di Lampung.
Ketua DPD HKTI Provinsi Lampung, Umar Ahmad, mengatakan maraknya tepung
tapioka impor yang masuk membuat petani maupun pengusaha pengolah singkong
berada dalam tekanan berat.
“Yang terjadi sekarang ini adalah harga singkong ditentukan dari rendemen
tapioka. Harga jual tapioka lokal jatuh karena dibanjiri barang impor. Ini yang
harus jadi perhatian serius pemerintah pusat,” kata Umar, pada Senin
(5/5/2025).
Menurutnya, penetapan harga singkong tidak bisa hanya dilihat dari biaya
produksi petani. Di sisi lain, pengusaha juga tidak dapat dipaksa menanggung
kerugian karena mereka menghadapi persaingan berat dengan produk impor yang
lebih murah.
“Pengusaha juga berpikir panjang. Mereka tidak akan beli mahal kalau
akhirnya tidak bisa menjual hasil olahan dengan harga yang layak,” ujarnya.
Umar juga mendorong adanya proteksi terhadap produk lokal serta
standarisasi kualitas singkong, agar petani mendapatkan harga yang adil dan
pengusaha bisa bersaing secara sehat.
Ia juga meminta keterlibatan pemerintah pusat dalam mengatur kembali
mekanisme harga tapioka nasional.
Sekretaris DPD HKTI Lampung, R. Prabawa, menambahkan kebijakan harga
singkong saat ini memang menekan semua pihak.
Ia mengingatkan jika pengusaha terus merugi, mereka akan berhenti
beroperasi yang ujungnya akan merugikan petani sendiri.
“Sudah ada contoh sebelumnya, pengusaha memilih tutup. Akibatnya petani
tidak bisa menjual hasil panennya. Ini harus dicegah,” ujarnya.
Menurutnya, pemberian subsidi dari pemerintah bisa menjadi solusi jangka
pendek untuk menyeimbangkan harga. Namun, ia menyadari saat ini ada
keterbatasan anggaran daerah.
“Kita harap ada kebijakan dari pusat. Tapi walaupun tidak, semua pihak harus tetap bijaksana dan terbuka menerima kondisi yang ada,” pungkasnya. (*)