Berdikari.co,
Bandar Lampung – Upaya
Pemerintah Provinsi Lampung menertibkan tambang ilegal di Kelurahan Campang
Raya, Kecamatan Sukabumi, mendapat penolakan dari seorang oknum warga. Saat
petugas hendak memasang plang penyegelan, seorang pria yang mengaku sebagai
penanggung jawab lokasi menyatakan keberatan terhadap penutupan tersebut.
Pemerintah
Provinsi Lampung melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) bersama DLH Kota Bandar
Lampung saat ini gencar melakukan penyegelan aktivitas tambang ilegal di
wilayah Kota Bandar Lampung. Hingga kini, lima lokasi tambang telah disegel,
terdiri dari dua lokasi di Kelurahan Way Laga dan tiga lokasi di Kelurahan
Campang Raya.
Pada Rabu
(7/5/2025), tim gabungan mendatangi area tambang milik Usaha Dagang (UD)
Sumatera Baja di Campang Raya. Ketika hendak dilakukan pemasangan plang
penyegelan, seorang pria yang mengaku bertanggung jawab atas kegiatan di lokasi
tersebut memprotes tindakan pemerintah.
"Kami
bayar PBB tiap tahun. Di sini tidak ada kegiatan penambangan, hanya tempat
parkir kendaraan berat. Kami juga melakukan penghijauan di lokasi," ujar
pria tersebut.
Namun, Kabid
Penaatan dan Pengembangan Kapasitas Lingkungan Hidup (PPLH) DLH Provinsi
Lampung, Yulia Mustika Sari, menegaskan bahwa ada penyalahgunaan izin di
lokasi tersebut.
"Hari
ini kami kembali memasang plang di lokasi atas nama UD Sumatera Baja. Ini
merupakan tindak lanjut dari aduan masyarakat yang kami verifikasi di
lapangan," jelas Yulia.
Dari hasil
verifikasi, ditemukan adanya ketidaksesuaian antara izin yang dimiliki dan
kegiatan aktual di lapangan. UD Sumatera Baja hanya mengantongi izin untuk
parkir kendaraan berat, namun di lokasi ditemukan adanya aktivitas pengerukan
bukit.
"Aduan
yang masuk mengindikasikan adanya aktivitas tambang. Setelah kami cek, memang
benar terjadi pengerukan bukit, yang jelas melanggar izin," ungkap Yulia.
Sebagai
tindak lanjut, DLH memasang plang penyegelan dan melarang segala bentuk
aktivitas pengerukan. Sementara itu, izin untuk parkir kendaraan berat masih
diperbolehkan karena sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) setempat
yang mengizinkan peruntukan perdagangan dan jasa.
"Untuk
kegiatan parkir tetap diperbolehkan, tapi pengerukan sudah tidak boleh sama
sekali. Bahkan luas pengerukan yang terjadi sudah melebihi izin area yang
tercatat, yakni tiga hektare," tambah Yulia.
Terkait
sanksi, Yulia menjelaskan DLH hanya dapat memberikan sanksi administratif.
Apabila ke depannya masih ditemukan pelanggaran, maka akan dilimpahkan kepada
Aparat Penegak Hukum (APH) untuk proses pidana.
"Kami
hanya berwenang sampai sanksi administrasi. Jika nanti ada ketidaktaatan
lanjutan, akan kami serahkan ke APH untuk ditindak secara hukum,"
tegasnya.
Yulia juga
menegaskan bahwa tidak ada tebang pilih dalam penertiban ini. Ia meminta
masyarakat bersabar karena semua aduan harus melalui proses verifikasi di
lapangan.
"Kita
bertahap karena keterbatasan personel. Semua pelaku usaha yang melanggar akan
kami perlakukan sama," ujarnya.
Sementara
itu, Kabid Penaatan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan DLH Kota Bandar
Lampung, Denis Adiwijaya, turut menegaskan ketidaksesuaian aktivitas di
lokasi tersebut.
"Mereka
memang memiliki izin lingkungan, tapi hanya untuk pembangunan parkir kendaraan
berat. Faktanya, ada pengerukan di lokasi, dan ini tidak diperkenankan,"
tutup Denis. (*)