Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Kamis, 15 Mei 2025

Pengamat: Budaya Kolusi Masih Mengakar Dalam Tender Proyek Pemerintah

Oleh Redaksi

Berita
Pengamat hukum Universitas Lampung (Unila), M. Iwan Satriawan. Foto: Ist.

Berdikari.co, Bandar Lampung - Pengamat hukum Universitas Lampung (Unila), M. Iwan Satriawan, menilai proyek infrastruktur rawan terjadi korupsi karena adanya keserakahan para pejabat, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Ia juga menyoroti budaya kolusi yang masih mengakar dalam proses tender proyek pemerintah.

Menurutnya, peluang korupsi terbuka lebar karena praktik ‘orang dalam’ masih menjadi syarat tak tertulis untuk bisa memenangkan proyek.

"Budaya kolusi kita masih tinggi. Untuk ikut tender proyek, kalau tidak ada orang dalam ya susah," katanya, baru-baru ini.

Sebagai solusi, Iwan mendorong agar aparat penegak hukum tak hanya memenjarakan pelaku korupsi, tapi juga merampas seluruh aset hasil kejahatannya.

"Penjarakan itu sudah biasa, tapi rampas saja seluruh aset mereka. Itu akan lebih efektif untuk memberikan efek jera," ujarnya.

Ia menambahkan, penanganan kasus korupsi tidak terlepas dari aspek politik. "Banyak hal yang mempengaruhi. Antara politik dan hukum harus sejalan," tandasnya.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menyoroti pengadaan barang dan jasa (PBJ) sebagai salah satu sektor paling rentan terhadap praktik korupsi berdasarkan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Tahun 2024.

Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, menyebut bahwa sektor PBJ mendominasi praktik suap dan gratifikasi di kementerian/lembaga serta pemerintah daerah (K/L/PD).

“Risiko penyalahgunaan dalam pengelolaan PBJ mencapai 97% di kementerian/lembaga dan 99% di pemerintah daerah. Temuan ini berdasarkan jawaban dari 53% responden internal yang mengakui adanya penyalahgunaan di sektor ini,” ungkap Pahala, pada Rabu (22/1/2025) lalu.

Pahala juga memaparkan berbagai temuan SPI dalam pengelolaan PBJ, di antaranya 49% pemilihan pemenang vendor yang sudah diatur semakin banyak; 56% kualitas barang tidak sesuai dengan harga PBJ; dan 38% hasil pengadaan tidak memberikan manfaat.

Kemudian, 71% tindakan nepotisme meningkat semakin drastis dan ditemui 46% gratifikasi dari pemberian vendor ke penyelenggara negara dalam proses PBJ.

“Walaupun KPK telah mendorong digitalisasi PBJ di K/L/PD, praktik korupsi dalam pengelolaan PBJ masih meluas dan semakin rentan di berbagai area. Oleh karena itu, perbaikan menyeluruh pada sektor ini perlu dilakukan untuk menciptakan transparansi dan akuntabilitas,” tegas Pahala.

Hasil SPI 2024 juga mengungkapkan adanya praktik hubungan kekerabatan dan kolusi dalam proses pengadaan barang dan jasa.

Sebanyak 9% responden di seluruh KLPD mengungkapkan bahwa pemenang pengadaan seringkali memiliki hubungan dekat dengan penyelenggara negara. Praktik ini, menurut Pahala, merusak prinsip keadilan, efisiensi, dan profesionalisme.

“Korupsi di sektor PBJ secara langsung mendegradasi kualitas pelaksanaan keuangan negara. Pemerintah, sebagai pengguna anggaran, harus memastikan pengelolaan anggaran dilakukan secara optimal untuk mendukung pembangunan nasional. Digitalisasi sistem pengadaan PBJ yang sudah berjalan diharapkan dapat mewujudkan reformasi birokrasi dan memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat,” kata Pahala.

Menurut Pahala, area PBJ harus menjadi fokus utama perbaikan, mengingat dampaknya yang signifikan terhadap integritas keuangan negara dan efektivitas pembangunan nasional. (*)

Berita ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Kamis 15 Mei 2025 dengan judul "Pengamat: Budaya Kolusi Masih Mengakar Dalam Tender Proyek Pemerintah”

Editor Didik Tri Putra Jaya