Berdikari.co, Bandar Lampung - DPRD Provinsi Lampung ikut menyoroti proyek
pembangunan fisik senilai Rp60 miliar lebih di Dinas Pengelolaan Sumber Daya
Air (PSDA) Provinsi Lampung tahun 2025.
Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Lampung, Mukhlis Basri, mengingatkan Dinas
PSDA agar menjalankan proyek tersebut sesuai dengan spesifikasi perencanaan
tanpa dikurangi.
"Dinas PSDA harus betul-betul betul baik dari mulai perencanaan sesuai
dengan kondisi di lapangan. Karena salah satu persoalan dalam pelaksanaan
proyek itu adanya ketidaksesuaian antara perencanaan dan kondisi di
lapangan," tegas Muklis, pada Selasa (20/5/2025).
Mukhlis meminta Dinas PSDA harus memilih rekanan yang baik rekam jejaknya
untuk menggarap proyek fantastis tersebut.
"Dinas PSDA harus sudah paham rekanan yang punya track record baik.
Jangan sampai proyek besar dikerjakan oleh rekanan yang rekam jejaknya tidak
baik,” ungkapnya.
Mukhlis menegaskan, Komisi IV akan terus mengawal proyek fantastis
tersebut, karena adanya proyek ini merupakan aspirasi dari masyarakat.
"Tentunya kami komisi IV akan mengawasi secara intensif
kegiatan-kegiatan ini," katanya.
"Proyeknya ini memang dibutuhkan oleh masyarakat, aspirasi dari
masyarakat yang disampaikan setiap kami turun ke masyarakat, baik reses maupun
kegiatan lainnya. Secara faktual itu memang dibutuhkan oleh masyarakat,"
lanjutnya.
Ia mengungkapkan, Komisi IV akan memanggil Dinas PSDA dalam rapat dengar
pendapat (RDP) dalam waktu dekat untuk mempertanyakan progres pelaksanaan
proyek-proyek itu.
"Nanti akan kita panggil Dinas PSDA untuk RDP dalam rangka
mempertanyakan progres dari pelaksanaan proyek-proyek ini. Karena tidak boleh
terjadi kegagalan proyek ke depan. Harus sesuai dengan keinginan masyarakat dan
spesifik tekniknya. Kita akan kawal proyek ini," paparnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menyoroti pengadaan
barang dan jasa (PBJ) sebagai salah satu sektor paling rentan terhadap praktik
korupsi berdasarkan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Tahun 2024.
Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, menyebut
bahwa sektor PBJ mendominasi praktik suap dan gratifikasi di
kementerian/lembaga serta pemerintah daerah (K/L/PD).
“Risiko penyalahgunaan dalam pengelolaan PBJ mencapai 97% di
kementerian/lembaga dan 99% di pemerintah daerah. Temuan ini berdasarkan
jawaban dari 53% responden internal yang mengakui adanya penyalahgunaan di
sektor ini,” ungkap Pahala, pada Rabu (22/1/2025) lalu.
Pahala juga memaparkan berbagai temuan SPI dalam pengelolaan PBJ, di antaranya
49% pemilihan pemenang vendor yang sudah diatur semakin banyak; 56% kualitas
barang tidak sesuai dengan harga PBJ; dan 38% hasil pengadaan tidak memberikan
manfaat.
Kemudian, 71% tindakan nepotisme meningkat semakin drastis dan ditemui 46%
gratifikasi dari pemberian vendor ke penyelenggara negara dalam proses PBJ.
“Walaupun KPK telah mendorong digitalisasi PBJ di K/L/PD, praktik korupsi
dalam pengelolaan PBJ masih meluas dan semakin rentan di berbagai area. Oleh
karena itu, perbaikan menyeluruh pada sektor ini perlu dilakukan untuk
menciptakan transparansi dan akuntabilitas,” tegas Pahala.
Hasil SPI 2024 juga mengungkapkan adanya praktik hubungan kekerabatan dan
kolusi dalam proses pengadaan barang dan jasa.
Sebanyak 9% responden di seluruh KLPD mengungkapkan bahwa pemenang
pengadaan seringkali memiliki hubungan dekat dengan penyelenggara negara.
Praktik ini, menurut Pahala, merusak prinsip keadilan, efisiensi, dan
profesionalisme.
“Korupsi di sektor PBJ secara langsung mendegradasi kualitas pelaksanaan
keuangan negara. Pemerintah, sebagai pengguna anggaran, harus memastikan
pengelolaan anggaran dilakukan secara optimal untuk mendukung pembangunan
nasional. Digitalisasi sistem pengadaan PBJ yang sudah berjalan diharapkan
dapat mewujudkan reformasi birokrasi dan memberikan dampak positif bagi
perekonomian masyarakat,” kata Pahala.
Menurut Pahala, area PBJ harus menjadi fokus utama perbaikan, mengingat dampaknya yang signifikan terhadap integritas keuangan negara dan efektivitas pembangunan nasional. (*)