Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Rabu, 21 Mei 2025

Pengamat: Proyek Pembangunan Fisik Rentan Terjadi Penyimpangan

Oleh ADMIN

Berita
Pengamat Pemerintahan Universitas Lampung (Unila), Yusdianto. Foto: Berdikari.co

Berdikari.co, Bandar Lampung - Pengamat Pemerintahan Universitas Lampung (Unila), Yusdianto, menekankan pentingnya perencanaan yang matang dan pelaksanaan yang profesional agar proyek tidak menyimpang dari tujuan awalnya.

“Perlu direncanakan secara matang dan dikerjakan oleh pihak yang memiliki kapasitas serta kapabilitas. Pengawasan pun harus melekat agar tidak terjadi penyimpangan,” kata Yusdianto.

Menurutnya, proyek pembangunan fisik sangat rentan terhadap berbagai persoalan, terutama jika tidak dikelola secara profesional. Oleh karena itu, ia menekankan perlunya pengelolaan yang transparan sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan akhir.

“Pekerjaan ini harus benar-benar dijalankan secara profesional, mulai dari perencanaan yang jelas, penentuan lokasi yang tepat, penggunaan bahan material yang berkualitas, hingga pengelolaan anggaran yang matang,” ujarnya.

Lebih lanjut, Yusdianto juga menyoroti pentingnya pengendalian dan pengawasan proyek secara menyeluruh.

Ia menyarankan, agar pengawasan dilakukan tidak hanya secara konvensional, tetapi juga memanfaatkan teknologi seperti aplikasi pemantau proyek agar progres pembangunan dapat dipantau secara real time.

“Kontrol itu harus dilakukan melalui aplikasi, dan juga langsung oleh pihak terkait yang benar-benar turun ke lapangan, bukan hanya di atas kertas,” imbuhnya.

Ia mengingatkan bahwa keterbukaan informasi, khususnya terkait pengelolaan keuangan, menjadi kunci dalam mencegah munculnya berbagai persoalan dalam proyek pemerintah.

“Seringkali permasalahan muncul karena tidak adanya keterbukaan dalam pengelolaan keuangan. Jika sejak awal sudah transparan, maka potensi penyimpangan bisa diminimalisir,” tegas Yusdianto.

Pengamat hukum Universitas Lampung (Unila), M. Iwan Satriawan, menyebut proyek infrastruktur rawan terjadi korupsi karena adanya keserakahan para pejabat, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Ia juga menyoroti budaya kolusi yang masih mengakar dalam proses tender proyek pemerintah.

Menurutnya, peluang korupsi terbuka lebar karena praktik ‘orang dalam’ masih menjadi syarat tak tertulis untuk bisa memenangkan proyek.

"Budaya kolusi kita masih tinggi. Untuk ikut tender proyek, kalau tidak ada orang dalam ya susah," katanya.

Sebagai solusi, Iwan mendorong agar aparat penegak hukum tak hanya memenjarakan pelaku korupsi, tapi juga merampas seluruh aset hasil kejahatannya.

"Penjarakan itu sudah biasa, tapi rampas saja seluruh aset mereka. Itu akan lebih efektif untuk memberikan efek jera," ujarnya.

Ia menambahkan, penanganan kasus korupsi tidak terlepas dari aspek politik. "Banyak hal yang mempengaruhi. Antara politik dan hukum harus sejalan," tandasnya. (*)

Editor Sigit Pamungkas