Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Rabu, 28 Mei 2025

KPK: Praktik Plagiarisme Marak Terjadi di Kampus

Oleh Redaksi

Berita
Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana. Foto: Ist.

Berdikari.co, Bandar Lampung - Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024 yang dirilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap praktik plagiarisme masih marak terjadi di kampus.

Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, menjabarkan data kejujuran akademik, yang menjadi bagian potret integritas pada SPI Pendidikan 2024. Faktanya, Wawan menjelaskan kasus menyontek masih ditemukan pada 78% sekolah dan 98% kampus.

“Berdasarkan survei terkait kondisi integritas di Indonesia, pertama dalam kejujuran akademik, kasus menyontek masih ditemukan pada 78% sekolah dan 98% kampus. Dengan kata lain menyontek masih terjadi pada mayoritas sekolah dan kampus,” ungkap Wawan, pada Kamis (24/4/2025) lalu.

Selain itu, juga ditemukan dari hasil SPI Pendidikan 2024 yakni sebanyak 43% responden menyatakan bahwa praktik plagiarisme terjadi di kampus. Ada pula temuan lainnya yakni 6% plagiarisme rentan terjadi di ruang sekolah.

Belum lagi mengenai ketidakdisiplinan akademik. Didapati 45% siswa dan 84% mahasiswa mengaku pernah datang terlambat ke sekolah dan kampus. Tak hanya itu, 69% siswa menyatakan masih ada guru yang terlambat hadir, sedangkan menurut 96% mahasiswa masih ada dosen yang terlambat hadir.

“Bahkan, di 96% kampus dan 64% sekolah responden ditemukan masih ada dosen dan guru yang tidak hadir tanpa alasan yang jelas,” tambah Wawan.

Menyikapi temuan hasil SPI Pendidikan 2024, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Stella Christie, menjelaskan bahwa angka-angka tersebut menjadi kondisi awal yang dapat membantu evaluasi dan mentransformasi pendidikan jauh lebih baik.

Stella menjelaskan, empat langkah konkret yang akan dilakukan dengan penguatan sinergi antar lembaga, di antaranya penguatan budaya akademis yang berintegritas, peningkatan kapasitas SDM, reformasi tata kelola perguruan tinggi, dan kolaborasi dengan KPK untuk pengembangan pendidikan antikorupsi.

“Sehingga kami akan berkolaborasi dengan KPK untuk pengembangan pendidikan antikorupsi melalui pendekatan berbasis kesadaran dan partisipasi, pendekatan berbasis nilai, pendekatan berbasis kepatuhan, dan pendekatan manajemen risiko,” ujar Stella.

Adanya pembiaran pelanggaran integritas akademik tanpa penanganan ini akan menurunkan tingkat kepercayaan pada institusi pendidikan.

Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Fathul Wahid, mengatakan berbagai alasan atas fenomena dipicu antara lain tekanan publikasi di tengah beban tinggi, godaan iming-iming remunerasi, godaan potensi pendapatan dalam sindikasi, persaingan antar kampus yang salah kaprah, pemaknaan lain definisi integritas akademik, atau memang murni ketidaktahuan terutama untuk dosen pemula.

Dipaparkan Fathul, pelanggaran integritas oleh akademisi beragam mulai dari publikasi abal-abal di jurnal predator, pembatalan gelar profesor, obral gelar akademik, plagiarisme, dan sederet pelanggaran akademik lainnya.

“Dampak pelanggaran integritas akademik dibiarkan? Munculnya normalisasi pelanggaran yang dianggap sebagai kewajaran yang berakibat kompas integritas semakin tumpul dan kepercayaan terhadap kampus tergerus,” terang Fathul, pada Kamis (7/11/2024) lalu.

Banyaknya pelanggaran integritas yang muncul ini, menurut Fathul, hanyalah puncak gunung es, meskipun gunungnya belum terlihat. Kondisi ini tidak mengagetkan karena sudah jauh-jauh hari mendapat peringatan. Tidak hanya terjadi di Indonesia, banyak kasus serupa juga terjadi di negara lain.

Fathul menjelaskan, sebenarnya pelanggaran integritas akademik juga terjadi di banyak negara. Laporan internasional menyebutkan, pada akhir 2023 sebanyak 10.000 artikel jurnal ditarik atau diretraksi. Saudi Arabia, Pakistan, Rusia dan Tiongkok menjadi negara penyumbang terbesar artikel yang ditarik pada dua dekade terakhir.

“Alasan penarikan artikel beragam, mulai dari pelanggaran akademik, dugaan pelanggaran akademik, plagiarisme, kesalahan, sampai dengan duplikasi publikasi,” terangnya.

Dipaparkan Fathul, saat ini ada perubahan alasan penarikan jurnal dibanding masa lampau. Dahulu, penarikan dilakukan karena alasan individual seperti fabrikasi, falsifikasi, plagiarisme, dan duplikasi.

Tapi sekarang, sebab retraksi artikel bertambah salah satunya review sejawat yang dipalsukan, pabrik artikel (paper mill) yang melibatkan jaringan atau sindikat, dan penggunaan kecerdasan buatan secara tidak etis.

“Indonesia memang tidak disebut dalam laporan itu. Namun jurnal peneliti Indonesia berada di peringkat nomor dua setelah Kazakhstan, dalam hal pemuatan di jurnal-jurnal yang diduga predator. Alasannya, jurnal mereka ditarik editor dan penulis tidak terima lalu mengirim ulang ke jurnal lain,” katanya. (*)

Berita ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Rabu 28 Mei 2025 dengan judul "KPK: Praktik Plagiarisme Marak Terjadi di Kampus”

Editor Didik Tri Putra Jaya