Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Senin, 02 Juni 2025

Enam Laporan Korupsi Belum Diproses, LP-KPK Kritik Kejati Lampung

Oleh Sigit Pamungkas

Berita
Ketua LP-KPK Lampung, Ahmad Yusuf saat memasukkan laporan dugaan korupsi ke Kejati Lampung. Foto: Ist

Berdikari.co, Bandar Lampung – Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP-KPK) Provinsi Lampung menyoroti lambannya penanganan enam laporan dugaan tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung. Laporan-laporan tersebut telah disampaikan sejak 25 September 2024 dan hingga kini belum menunjukkan perkembangan berarti.

Ketua LP-KPK Lampung, Ahmad Yusuf, menyatakan bahwa pihaknya menilai Kejati Lampung seolah mengabaikan proses hukum atas temuan yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pada tahun anggaran 2022–2023.

"Enam laporan sudah kami ajukan dan masing-masing sudah memiliki Nomor Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), tapi satu pun belum ada yang ditindaklanjuti secara terbuka. Ini menjadi pertanyaan besar, apakah Kejati lamban atau memang sengaja dibiarkan?" ujar Ahmad Yusuf dalam konferensi pers, Senin (2/6/2025).

Ahmad juga menegaskan pihaknya menolak permintaan tambahan data dari Kejati Lampung yang dinilai berlebihan dan berpotensi melemahkan semangat pelapor. Ia menekankan bahwa tugas LP-KPK adalah melaporkan, bukan melayani permintaan data yang tidak berkesudahan.

“Kalau semua bukti harus dari pelapor, lalu apa fungsi penyidik? Kami ini lembaga independen, bukan bawahan kejaksaan,” tegasnya.

Penolakan tersebut merespons surat permintaan tambahan data dari Kejati Lampung untuk tiga kasus besar berikut:

  1. Dugaan korupsi di Dinas PPKBPPPA Kabupaten Lampung Barat (Surat B-1720/L.8.5/Fs/03/2025, tertanggal 18 Maret 2025).

  2. Dugaan korupsi APBD Pemkab Lampung Utara Tahun Anggaran 2023 (Surat B-2216/L.8.5/FS/04/2025, tertanggal 22 April 2025).

  3. Dugaan korupsi di Dinas PUPR dan Sekretariat DPRD Kabupaten Pesisir Barat (dengan nomor dan tanggal surat yang sama seperti poin kedua).

Selain itu, LP-KPK juga telah melaporkan dugaan korupsi di lingkungan Pemkab Tanggamus, Pemkab Pesawaran, dan Pemkot Bandar Lampung, yang hingga kini juga belum mendapatkan tindak lanjut.

Ahmad menilai, permintaan data tambahan secara berulang justru melemahkan partisipasi publik dalam pengawasan hukum. Menurutnya, pelapor seharusnya dilindungi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, khususnya Pasal 30 ayat (1) dan (3), yang memberikan kewenangan penyidikan kepada kejaksaan, bukan kepada masyarakat sipil.

“Negara ini negara hukum, bukan negara pesanan. Jangan paksa LSM tunduk atas nama koordinasi, padahal itu hanya kedok untuk memperlambat proses hukum,” tandasnya. (*)

Editor Sigit Pamungkas