Berdikari.co, Bandar Lampung - Ketua Asosiasi Travel Agent
Indonesia (Astindo) Lampung, Adi Susanto, menyebut pelaksanaan Festival
Krakatau ke-34 Tahun 2025 kehilangan esensi.
Adi menilai, ketiadaan tur ke Gunung Anak Krakatau serta minimnya tampilan budaya khas Lampung membuat agenda tahunan ini belum berdampak signifikan terhadap kunjungan wisatawan.
Menurutnya, festival yang seharusnya menjadi magnet wisata nasional bahkan internasional itu kini kehilangan ruh utamanya yakni Gunung Anak Krakatau.
"Festival ini tidak lagi mencerminkan semangat sebuah perayaan wisata. Esensiny akan menghadirkan wisatawan dari luar daerah ke Lampung. Tapi justru sekarang malah seremonial di Lapangan Korpri saja, tidak ada trip ke Anak Krakatau yang merupakan ikonnya," kata Adi, pada Rabu (25/6/2025).
Ia menyoroti pula sejumlah kegiatan Festival Krakatau yang selama ini kurang menonjolkan kekhasan Lampung.
"Masa jualannya cilok? Mana makanan khas Lampung seperti seruit, tempoyak, atau lempah kuning?" sindir Adi.
Menurut Adi, seharusnya Dinas Pariwisata berkolaborasi secara lebih serius, bukan hanya fokus pada seremoni. Ia juga menyayangkan strategi promosi yang minim gaung.
"Banner-nya saja kalah besar dengan spanduk HUT Pemkot. Promosinya tidak digencarkan, padahal ini agenda besar," tegasnya.
Ia menyarankan, branding dan konten Festival Krakatau ditata ulang agar bisa menjangkau wisatawan nasional hingga mancanegara.
Ia pun memberikan masukan untuk pengembangan Festival Krakatau ke depan. Yakni kembali ke ruh Krakatau. Festival harus kembali mengangkat Gunung Anak Krakatau sebagai ikon.
"Trip wisata ke kawasan gunung api aktif tersebut diaktifkan kembali, disertai seminar dan pameran sejarah letusan tahun 1883 yang mendunia, " paparnya.
Selanjutnya, gelaran seperti Karnaval Tapis Internasional, kompetisi tari tradisional, dan festival kuliner khas Lampung perlu lebih diperkuat agar identitas budaya tidak tenggelam.
Kemudian, festival perlu melibatkan negara-negara yang pernah terdampak letusan Krakatau seperti Belanda dan Australia, serta melakukan promosi aktif di media digital, termasuk platform pariwisata global.
"Selama festival, pemerintah daerah harus bisa menawarkan "Siger Trip" dengan rute Bakauheni Menara Siger, Pulau Sebesi, Anak Krakatau, termasuk kegiatan festival bahari dan ekowisata pesisir, " ungkapnya.
"Serta disarankan agar 100 lebih booth diberikan gratis untuk UMKM lokal. Festival ini bisa menjadi ruang bagi anak muda dan komunitas kreatif memperkenalkan ide wisata dan produk lokal, " lanjutnya.
Menurut Adi, Festival Krakatau perlu tema yang kuat dan menjual, seperti 'Krakatau Reborn: Dari Letusan Menjadi Inspirasi' atau "Tapis Dunia: Menenun Damai dari Lampung."
Adi berpendapat, Festival Krakatau masih berpotensi besar mendongkrak ekonomi kreatif dan pariwisata daerah, asalkan digarap secara profesional dan melibatkan seluruh elemen masyarakat.
"Jangan lagi mengundang artis yang itu-itu saja. Coba cari orang yang tahu sejarah Krakatau, libatkan peneliti, komunitas, bahkan korban-korban sejarah yang masih hidup. Cerita mereka adalah nilai wisata yang otentik dan tak tergantikan," pungkasnya. (*)