Berdikari.co, Bandar Lampung - Pengamat Ekonomi dari
Central Urban and Regional Studies (CURS) Lampung, Erwin Oktavianto,
mengatakan, secara prinsip, pendirian BUMD merupakan strategi yang sah dan
strategis bagi daerah.
Namun, ia menekankan pentingnya kehati-hatian mengingat besarnya anggaran
yang dikucurkan.
“Tanpa perencanaan bisnis yang matang, tata kelola yang baik, dan
pengelolaan yang profesional, penyertaan modal ini berisiko menjadi beban
fiskal bagi pemerintah daerah,” kata Erwin, Rabu (2/7/2025).
Erwin menjabarkan, sektor-sektor strategis seperti pariwisata, energi,
pangan, dan jasa keuangan daerah memang memiliki potensi keuntungan yang besar.
Ia mencontohkan PT Wisata Lampung Indah, yang mendapatkan porsi modal paling
besar dan diharapkan menjadi motor penggerak sektor pariwisata di Lampung.
“Tapi kita juga mengingatkan risiko kegagalan seperti yang terjadi pada PT
Lampung Jasa Utama (LJU), yang beberapa waktu lalu hampir mengalami kolaps
akibat lemahnya tata kelola dan intervensi politik dalam manajemen,” jelasnya.
Erwin menyarankan agar lima BUMD baru yang akan menerima subsidi APBD
benar-benar memperhatikan sejumlah aspek krusial, antara lain studi kelayakan
bisnis yang realistis dan komprehensif, yang tidak hanya berorientasi pada
proyeksi keuntungan, tetapi juga mempertimbangkan risiko keuangan dan
operasional.
Selanjutnya, seleksi pimpinan harus dilakukan secara profesional, tidak
berdasarkan kepentingan politik, serta menerapkan sistem manajemen berbasis
kinerja (performance-based management). Selain itu, audit keuangan tahunan oleh
auditor independen perlu dilakukan sebagai bentuk transparansi dan
akuntabilitas.
“Penetapan target tahunan seperti kapan perusahaan mulai menghasilkan laba,
besaran return on investment (ROI), hingga jadwal dividen bagi daerah, juga
penting. Dan penerapan sanksi tegas bagi direksi jika target tidak tercapai,”
ujar Erwin.
Lebih jauh, ia juga menyinggung pentingnya BUMD membuka diri terhadap kerja
sama dengan sektor swasta. Selama ini, kata dia, sejumlah BUMD terjebak pada
sikap eksklusif dan merasa memiliki kekuasaan penuh, sehingga enggan berkolaborasi
dengan pihak lain.
“Kolaborasi dengan investor swasta penting untuk memperkuat modal kerja dan efisiensi. Jangan sampai BUMD jadi menara gading yang terus-terusan disuntik APBD tanpa kontribusi nyata,” tegasnya. (*)