Berdikari.co, Lampung Barat – Proyek pembangunan drainase dalam kegiatan rekonstruksi jalan ruas Liwa–Batas Sumatera Selatan (Link 052) di Pekon Tanjung Raya, Kecamatan Sukau, Kabupaten Lampung Barat, menuai sorotan tajam. Drainase yang baru selesai dibangun satu bulan lalu, kini mengalami kerusakan parah, bahkan sebagian material jatuh ke jurang.
Bak kontrol ambles, pipa utama pecah, dan retakan tanah mulai mengancam lahan warga sekitar. Warga menyebut proyek bernilai Rp5 miliar itu sebagai pemborosan anggaran dan hasil dari perencanaan asal-asalan.
Proyek tersebut dikerjakan oleh CV Bukit Pesagi, berdasarkan kontrak bernomor 01/KTR/PPK-K.13/JLN-052/V.03/V/2025, yang ditandatangani pada 25 Mei 2025. Pengawasan dilakukan oleh CV Den Bagoes Consultant, dengan durasi pengerjaan 180 hari. Anggaran sepenuhnya bersumber dari APBD Provinsi Lampung Tahun 2025.
Berdikari.co mencatat proyek ini mencakup pengerjaan badan jalan sepanjang 300 meter dengan rigid beton serta pembangunan sistem drainase tertutup berbahan U-Ditch, lengkap dengan bak kontrol dan pipa saluran menuju sungai.
Namun, belum genap satu minggu diuji coba, saluran itu sudah gagal berfungsi. Warga menemukan material proyek berserakan di dasar jurang, dan tanah di sekitarnya mulai menunjukkan tanda-tanda longsor.
“Kami sudah dari awal menyarankan agar perencanaan memperhitungkan kondisi tanah di sini yang labil dan rawan longsor, tapi tak digubris,” ujar seorang warga.
Irul, warga yang lahannya berbatasan langsung dengan proyek, mengungkapkan rasa kecewa karena tanah yang dihibahkan secara sukarela kini rusak dan terancam tidak bisa dimanfaatkan lagi.
“Kami kasih lahan tanpa minta ganti, demi kebaikan bersama. Tapi sekarang drainasenya ambles, pipa pecah, dan tanah kebun saya mulai retak. Takutnya longsor,” katanya.
Ia juga mengaku takut menyampaikan keluhan secara resmi karena khawatir dianggap menolak pembangunan.
Andika, pengawas lapangan dari pihak pelaksana proyek, mengatakan bahwa pihaknya sudah mengikuti perencanaan teknis yang berlaku. Namun, ia mengakui tidak menyangka kerusakan terjadi begitu cepat.
“Kami juga kaget. Pekerjaan sudah sesuai rencana. Untuk penanganan lebih lanjut, kami akan koordinasikan dengan pihak-pihak terkait,” ucapnya.
Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada penjelasan resmi dari pemerintah provinsi mengenai langkah korektif terhadap kerusakan tersebut.
Kondisi ini mencerminkan lemahnya perencanaan dan pengawasan proyek infrastruktur, khususnya yang menggunakan anggaran publik. Drainase yang seharusnya menjadi solusi banjir, justru berisiko memicu bencana baru dan konflik sosial.
Warga mendesak Dinas Bina Marga dan instansi terkait segera turun ke lapangan, melakukan investigasi menyeluruh, baik dari sisi teknis maupun sosial.
“Ini bukan cuma soal drainase. Ini soal kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Jangan hanya janji perbaikan, tapi tunjukkan tanggung jawab nyata,” ujar warga lainnya.
Jika dibiarkan, proyek ini tidak hanya berpotensi menguras anggaran tanpa hasil, tetapi juga menghancurkan kepercayaan publik terhadap pembangunan yang seharusnya berorientasi pada keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat. (*)