Berdikari.co, Lampung Selatan – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Lampung untuk memantau langsung tata kelola komoditas singkong, mulai dari sektor hulu hingga hilir. Kunjungan ini merupakan tindak lanjut dari upaya Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal (RMD) yang menyuarakan persoalan tata niaga singkong dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan RDP Umum di DPR RI pada 30 Juni 2025 lalu.
Gubernur Mirza menyambut langsung rombongan Baleg DPR RI di VIP Room Bandara Raden Intan II, Lampung Selatan, Senin (14/7/2025). Dalam pertemuan tersebut, dibahas berbagai isu strategis menyangkut keberlangsungan petani singkong dan kebutuhan regulasi nasional yang mendukung komoditas ini.
Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, yang memimpin langsung rombongan mengatakan, singkong selama ini belum diakui secara formal sebagai komoditas strategis dalam peraturan nasional, meski secara ekonomi sangat vital bagi masyarakat Lampung.
“Kami mengapresiasi Gubernur Lampung dan jajarannya atas inisiatif ini. Singkong sudah menjadi sumber penghidupan utama bagi banyak warga, tapi belum punya payung hukum yang jelas,” tegas Bob Hasan.
Ia menegaskan Baleg DPR RI akan merumuskan regulasi jangka panjang dan komprehensif yang tidak hanya mengatur sisi produksi, tapi juga distribusi, hilirisasi, hingga perlindungan harga bagi petani.
Dalam rangkaian kunjungan, Baleg dijadwalkan meninjau langsung pabrik pengolahan singkong dan lahan pertanian petani untuk memetakan persoalan di lapangan. Bob Hasan menyoroti produktivitas singkong di Lampung yang dinilai masih rendah dan belum dimaksimalkan secara industri.
“Singkong Lampung memiliki potensi luar biasa, bisa dijadikan bahan baku kertas, etanol, hingga tapioka. Tapi belum dikelola dengan optimal,” katanya.
Gubernur Mirza dalam paparannya menyampaikan beberapa isu utama, termasuk serbuan tepung tapioka impor yang menurunkan harga jual singkong lokal secara drastis, hingga penuh sesaknya gudang-gudang pabrik tapioka akibat overstock.
“Petani kita sudah tidak bisa menyuplai lagi karena gudang sudah penuh, padahal itu sumber penghidupan mereka. Ini darurat,” ujar Mirza.
Mirza mendesak DPR agar segera mendorong kebijakan nasional yang membatasi impor tepung tapioka, paling tidak secara sementara, demi stabilisasi harga di tingkat lokal. Ia juga menyarankan adanya regulasi yang mewajibkan kolaborasi antara petani, industri pengolah, dan industri pengguna.
“Selama ini mereka jalan sendiri-sendiri, tidak ada integrasi. Harus ada regulasi seperti di sektor peternakan sapi dan ayam, agar industri dari hulu ke hilir bisa saling menopang,” tambahnya.
Gubernur juga menyoroti pentingnya hilirisasi komoditas singkong. Menurutnya, produk turunan seperti mokaf, sorbitol, bioetanol, hingga bioplastik bisa menjadi nilai tambah besar jika dikelola secara serius oleh pemerintah dan industri. (*)