Kupastuntas.co,
Bandar Lampung – Kejaksaan
Agung (Kejagung) Republik Indonesia resmi mencekal dua petinggi PT Sugar Group
Companies (SGC), yakni Purwanti Lee Cauhoul dan Gunawan Yusuf, terkait kasus
dugaan aliran dana Rp70 miliar yang menyeret nama Zarof Ricar.
Pencekalan
ini menjadi sorotan publik, khususnya aktivis agraria dan masyarakat Lampung,
yang menganggapnya sebagai langkah awal dalam membongkar dominasi korporasi
besar atas tanah rakyat.
Surat
keputusan pencekalan Kejagung tersebut tertuang dalam SK Nomor
KEP-76/D/Dip.4/04/2025 dan KEP-77/D/Dip.4/04/2025. Tujuannya adalah untuk
mencegah keduanya bepergian ke luar negeri di tengah proses hukum yang sedang
berjalan.
Dugaan
aliran dana miliaran rupiah itu disebut berkaitan dengan pengurusan perkara
kasasi dan peninjauan kembali dalam sengketa antara PT SGC dan PT Marubeni pada
periode 2016–2018.
Tokoh yang
memprakarsai praperadilan dalam kasus ini, Reka Punnata, menyatakan bahwa
langkah Kejagung memberi harapan terhadap tegaknya hukum di tengah kuatnya
dominasi perusahaan besar.
"Pencekalan
ini bukti bahwa hukum masih bisa menyentuh kekuasaan korporasi. Kita sedang
menanti keberanian hakim di PN Jakarta Selatan untuk menetapkan mereka sebagai
tersangka," ujar Reka
dalam keterangannya, Kamis (17/7/2025).
Reka
menegaskan, jika gugatan praperadilan yang ia ajukan ditolak tanpa pertimbangan
hukum yang adil, ia siap melaporkan hakim ke Komisi Yudisial.
Sebagai
mantan aktivis mahasiswa yang kini aktif memperjuangkan keadilan agraria, Reka
mengatakan bahwa langkah hukum ini bukan semata perkara korporasi, tetapi
perjuangan atas tanah rakyat dan pembangunan desa yang selama ini dinilainya
terhambat oleh dominasi PT SGC.
"Kami
akan menempuh class action. Ini bukan hanya soal uang, tapi soal hak-hak rakyat
yang terus dikalahkan oleh kekuatan modal. Ini bentuk baru dari kolonialisme
ekonomi," tegasnya.
Ia juga
menegaskan akan melaporkan manajemen PT SGC ke Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), serta menyiapkan langkah hukum lanjutan untuk membuka dugaan pelanggaran
Hak Guna Usaha (HGU) oleh perusahaan tersebut.
Reka
menyerukan solidaritas masyarakat Lampung, khususnya warga Tulang Bawang, untuk
mendukung perjuangan ini. Ia mengajak publik untuk ikut mengawal proses hukum
agar tidak berhenti di tengah jalan.
"Perlawanan
ini adalah bentuk konstitusional melawan kesewenang-wenangan. Kami sudah
mengantongi bukti pelanggaran terhadap aturan SHGU. Ini adalah momentum
perubahan bagi sektor agraria dan penegakan hukum di Indonesia," tutupnya. (*)