Berdikari.co, Bandar Lampung - Pengamat Hukum
Universitas Bandar Lampung (UBL), Benny Karya Limantara, menyebut kebijakan
PPATK yang memblokir atau menghentikan sementara rekening dormant berpotensi
melanggar wewenang.
Menurut
Benny, langkah tersebut berpotensi melampaui kewenangan jika tidak disertai
indikasi tindak pidana.
“PPATK
memang memiliki kewenangan menghentikan sementara transaksi sebagaimana diatur
dalam Pasal 44 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang (TPPU), tapi itu sifatnya terbatas. Harus ada dugaan kuat transaksi
terkait kejahatan,” jelas Benny, Rabu (30/7/2025).
Benny
menjelaskan, secara hukum, rekening dormant atau rekening yang tidak aktif
dalam jangka waktu tertentu bukan serta-merta menjadi indikator kejahatan.
“Kalau
pemblokiran dilakukan hanya karena rekening tidak aktif tanpa adanya suspicious transaction,
maka itu tidak sesuai dengan semangat UU TPPU. Ini bisa masuk ke ranah
pelanggaran hak kepemilikan,” tegasnya.
Lebih
lanjut, Benny menjelaskan bahwa PPATK memang boleh melakukan pemblokiran tanpa
harus menunggu putusan pengadilan, namun waktunya dibatasi.
“PPATK
hanya boleh menghentikan transaksi maksimal 5 hari kerja dan bisa diperpanjang
15 hari atas persetujuan penyidik. Setelah itu harus diteruskan ke penegak
hukum. Kalau melebihi batas itu tanpa proses hukum, bisa digugat,” ungkapnya.
Benny
mengingatkan, kejelasan prosedur dan dasar hukum tetap menjadi hal penting
untuk melindungi hak warga negara.
Jika
masyarakat merasa dirugikan, lanjut Benny, mereka bisa mengajukan keberatan ke
PPATK, menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bahkan menuntut ganti
rugi jika ada kerugian finansial. (*)