Berdikari.co, Tanggamus – Kebijakan Pemerintah Kabupaten Tanggamus yang melarang pengibaran dan penayangan bendera bertema One Piece dan simbol bajak laut lainnya menuai tanggapan beragam dari masyarakat. Warga menilai larangan tersebut terlalu berlebihan, karena simbol itu berasal dari karya fiksi dan tidak mengandung unsur provokatif.
Larangan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor 200.1.2.2/4148/47/2025, yang ditandatangani oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Tanggamus, Suaidi, atas nama Bupati, pada 13 Agustus 2025.
Dalam surat edaran itu disebutkan bahwa larangan bertujuan menjaga ketertiban umum, ketenteraman masyarakat, serta mencegah potensi gangguan keamanan.
Pengibaran bendera One Piece dan simbol bajak laut lainnya dilarang dilakukan di halaman rumah, tempat usaha, fasilitas umum, serta dalam kegiatan kemasyarakatan. Larangan ini juga diperluas ke media sosial seperti Facebook, Instagram, TikTok, WhatsApp, dan platform daring lainnya, baik dalam bentuk foto, video, maupun konten digital.
Masyarakat yang telah mengibarkan atau menayangkan bendera tersebut diminta untuk segera menurunkannya atau menghapus konten terkait.
“Kepala pekon dan lurah diminta melakukan pengawasan dan sosialisasi kepada masyarakat. Pelanggaran akan ditindak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” demikian isi edaran tersebut.
Namun, kebijakan ini memunculkan polemik di tengah masyarakat. Banyak warga yang menilai bahwa simbol One Piece tidak seharusnya disamakan dengan simbol-simbol yang mengandung unsur kekerasan atau terorisme.
Andi (32), warga Kecamatan Kotaagung, menganggap kebijakan itu kurang proporsional.
“Lucu saja. Itu kan bendera dari cerita kartun, bukan simbol kelompok berbahaya. Masa hal seperti itu harus dilarang?” ujarnya, Jumat (15/8/2025).
Pendapat senada disampaikan Dwi (28), pemilik kedai kopi di Gisting. Menurutnya, bendera *One Piece* hanya digunakan sebagai bentuk ekspresi atau dekorasi, tanpa niat mengganggu ketertiban umum.
“Rasanya tidak ada ancaman apa pun dari simbol itu. Pemerintah cukup memberi imbauan, tidak perlu sampai melarang total,” katanya.
Sejumlah warga berharap agar pemerintah daerah bisa lebih bijak dalam memilah mana simbol fiksi yang bersifat hiburan, dan mana simbol yang berpotensi memicu keresahan sosial.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Pemkab Tanggamus menanggapi reaksi publik atas kebijakan tersebut. (*)