Berdikari.co,
Bandar Lampung - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung melalui Dinas
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) terus berupaya mencegah
perkawinan anak di bawah umur.
Plt
Kepala Dinas PPPA Provinsi Lampung, Hanita Farial, mengatakan berbagai program
strategis dan kolaboratif telah digulirkan untuk menekan angka perkawinan anak
yang menjadi salah satu faktor penyumbang kemiskinan dan stunting.
"Perkawinan
anak turut berkontribusi terhadap tingginya angka kemiskinan dan stunting di
Provinsi Lampung," kata Hanita, Senin (25/8/2025).
Hanita
menjelaskan, berdasarkan data terbaru, angka perkawinan anak di Lampung
mengalami penurunan sebesar 8 persen pada tahun 2024 dibandingkan 2023.
"Angka
perkawinan anak di Lampung menurun 8 persen dari tahun 2023 ke tahun
2024," tuturnya.
Ia
menegaskan, pihaknya berkomitmen untuk terus mencegah perkawinan anak melalui
kebijakan, kampanye, dan penguatan peran lintas sektor.
"Kami
terus memperkuat sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, serta melibatkan
seluruh pemangku kepentingan dalam upaya perlindungan anak," ujar Hanita.
Salah
satu langkah konkret yang telah dilakukan adalah pelaksanaan sosialisasi
pencegahan perkawinan anak di berbagai kabupaten/kota. Selain itu, dilakukan
penandatanganan nota kesepahaman (MoU) pencegahan perkawinan anak sesuai dengan
Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 55 Tahun 2021 dan Peraturan Daerah (Perda)
Nomor 10 Tahun 2023.
"Kami
juga meresmikan Puspaga Pinggungan Sebuai pada 21 April 2025. Pusat
Pembelajaran Keluarga ini memberikan layanan berupa konseling, konsultasi,
edukasi, dan rujukan kepada keluarga, calon pasangan yang akan menikah, serta
pihak-pihak yang terlibat dalam pengasuhan anak," jelasnya.
Selain
itu, kampanye pencegahan perkawinan anak juga dilakukan melalui kerja sama
dengan FOKAL. Kegiatan ini bertujuan menyebarluaskan informasi kepada
masyarakat secara masif dan menyentuh langsung kelompok remaja serta orang tua.
"Kami
juga bersinergi dengan pemangku kepentingan seperti Dinas Pendidikan, Dinas
Kesehatan, BKKBN, dan Kementerian Agama dalam mewujudkan Provinsi Layak
Anak," imbuhnya.
Hanita
melanjutkan, Forum Anak Daerah (FAD) juga diberdayakan sebagai pelopor dan
pelapor, sekaligus konselor sebaya bagi sesama anak. Duta Genre pun dilibatkan
sebagai peer educator yang menjadi panutan dan penyampai pesan tentang bahaya
perkawinan anak kepada remaja.
"Program
Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) juga dikembangkan di
tingkat desa dan kelurahan untuk memperkuat sistem perlindungan anak dari akar
rumput," paparnya.
UPTD
Dinas PPPA juga memberikan pelayanan langsung dalam penanganan kasus kekerasan
dan dampak negatif dari perkawinan anak.
"Dari
sisi ekonomi, remaja yang menikah dini cenderung tidak memiliki cukup
pendidikan dan keterampilan, sehingga sulit mendapatkan pekerjaan yang layak.
Hal ini menimbulkan ketergantungan ekonomi dan menjadi beban tambahan bagi
keluarga besar, khususnya pihak laki-laki," jelasnya.
“Dari
sisi kesehatan, perkawinan anak berisiko menyebabkan stunting pada anak, karena
ibu muda biasanya belum memiliki kesiapan fisik dan mental dalam mengasuh anak,
serta rentan mengalami kekurangan gizi,” imbuhnya. (*)