Berdikario.co, Bandar Lampung – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung untuk segera menuntaskan penyidikan kasus dugaan korupsi dana Participating Interest (PI) 10 persen yang dikelola melalui PT Lampung Energi Berjaya (LEB).
Menurut Boyamin, proses penyidikan kasus tersebut sudah berlangsung cukup lama, bahkan telah sampai pada tahap penyitaan aset bernilai puluhan miliar rupiah. Hal ini menurutnya menjadi indikator kuat bahwa proses hukum seharusnya segera ditingkatkan ke tahap penetapan tersangka.
"Perkara korupsi dengan nilai sebesar ini seharusnya dalam waktu satu tahun sudah bisa disidangkan dan divonis. Kalau sudah ada penyitaan uang dan aset, artinya unsur kerugian negara sudah cukup terang," kata Boyamin, Minggu (7/9/2025).
Boyamin menjelaskan bahwa dana PI dari PT Pertamina Hulu Energi Offshore South East Sumatra (PHE OSES) senilai US\$17,2 juta atau sekitar Rp271 miliar semestinya masuk ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Namun, dana tersebut justru dikelola melalui BUMD dan anak perusahaannya.
"Kalau alasannya supaya tidak pakai APBD dan agar bisa dikelola lebih cepat, itu justru kesalahan fatal. Apalagi kalau sampai digunakan untuk kepentingan pribadi atau masuk ke rekening perseorangan," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa penggeledahan dan penyitaan aset dari rumah mantan Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi, memperkuat dugaan keterlibatan pihak tertentu dalam kasus ini.
"Kalau sudah geledah dan sita aset, potensi jadi tersangka itu sangat besar. Kalau menyita dokumen, ya 50 persen bisa jadi tersangka. Tapi kalau sudah menyita uang puluhan miliar, itu 80 persen," ucap Boyamin.
Meski demikian, ia menekankan bahwa proses hukum tetap harus menjunjung asas praduga tak bersalah dan diserahkan sepenuhnya kepada penyidik. Namun, ia juga menegaskan bahwa jika dalam waktu satu bulan belum ada penetapan tersangka, pihaknya akan mempertimbangkan mengajukan gugatan praperadilan.
"Saya akan datang ke Lampung lagi kalau dalam sebulan belum ada perkembangan. Bahkan bisa saja kami ajukan praperadilan atas mangkraknya penanganan perkara ini," tegasnya.
Sebelumnya, Kejati Lampung telah menggeledah rumah Arinal Djunaidi di Jalan Sultan Agung, Kelurahan Sepang Jaya, Kecamatan Kedaton, Bandar Lampung, Rabu (3/9/2025). Dalam penggeledahan itu, penyidik menyita berbagai aset senilai total Rp38,5 miliar.
Rincian aset yang disita meliputi tujuh unit mobil senilai Rp3,5 miliar, logam mulia seberat 645 gram senilai Rp1,29 miliar, uang tunai Rp1,35 miliar, deposito di sejumlah bank Rp4,4 miliar, serta 29 sertifikat tanah dan bangunan senilai Rp28 miliar.
Selain itu, penyidik juga sedang menelusuri aliran dana PI dari PHE OSES yang dikelola melalui PT LEB, anak perusahaan BUMD PT Lampung Jasa Utama (LJU), di mana Arinal Djunaidi saat menjabat gubernur merupakan Kuasa Pemilik Modal (KPM).
Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung, Armen Wijaya, menyampaikan bahwa proses penyidikan masih terus berjalan. Hingga kini, sekitar 40 orang saksi telah diperiksa, dan pengumpulan alat bukti masih berlanjut.
"Kami fokus pada penyelamatan kerugian negara. Semua pihak yang terkait akan kami panggil tanpa terkecuali," ujar Armen.
Kasus dugaan korupsi PI 10 persen ini telah resmi ditingkatkan ke tahap penyidikan sejak 17 Oktober 2024 lalu. Kejati Lampung memastikan proses hukum terus berjalan, termasuk langkah pemanggilan dan pendalaman terhadap pihak-pihak yang terlibat.
Boyamin menegaskan, penyelesaian kasus ini menjadi momentum penting untuk menunjukkan komitmen Kejati Lampung dalam pemberantasan korupsi.
"Kalau ada cukup bukti, harus segera tetapkan tersangka. Publik akan menilai apakah Kejati berani bertindak tegas atau justru melindungi pelaku korupsi," pungkasnya. (*)