Berdikari.co, Lampung Timur - Mantan pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto, menyebut persoalan agraria di
Indonesia sulit diselesaikan karena tidak ada pengadilan khusus yang menangani
masalah tersebut.
Hal
itu disampaikan Bambang saat menjadi narasumber pada acara Temu Rakyat Sumatera yang
dihadiri ratusan masyarakat dari Provinsi Aceh, Riau, Sumatera Selatan, Jambi,
hingga Lampung. Acara berlangsung di halaman Balai Desa Sripendowo, Kecamatan
Bandar Sribhawono, Kabupaten Lampung Timur, Sabtu (6/9/2025) malam.
Hadir
pula sebagai pembicara, Inayah Wulandari Wahid, putri almarhum Presiden ke-4 RI
Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Acara ini membahas isu agraria serta ruang
hidup yang kerap terancam praktik perampasan tanah.
“Bayangkan,
ikan saja punya pengadilan ikan. Agraria ditangani di perdata, muncul lagi di
pidana, lalu ke PTUN. Inilah yang membuat masalah agraria berlarut-larut. Maka,
pengadilan agraria bisa menjadi solusi alternatif,” tegas Bambang Widjojanto.
Bambang
juga menyoroti tumpang tindih kewenangan dalam pengelolaan sumber daya alam
(SDA). Menurutnya, ada Kementerian Kehutanan, BPN, hingga ESDM yang
masing-masing memiliki kewenangan, namun tidak ada wadah mediasi bersama.
“Selama
akar persoalan ini tidak dirumuskan dengan jelas, sampai kapan pun masalah
agraria akan sulit dipecahkan,” tambahnya.
Sementara
itu, Inayah Wulandari Wahid menyampaikan kritik tajam terhadap negara yang
dinilainya tidak berpihak kepada rakyat kecil dalam urusan tanah dan ruang
hidup.
“Negara
itu seharusnya hadir untuk rakyat, tapi yang terjadi justru sebaliknya. Kalau
diumpamakan, rakyat dan negara ini seperti suami-istri, di mana rakyat adalah
istri yang terus dizalimi. Pada akhirnya, istri akan minta cerai,” kata Inayah.
Ia
menegaskan, ketidakadilan agraria membuat rakyat semakin terpinggirkan. Negara
justru hadir sebagai pihak yang merampas hak-hak rakyat, bukan melindungi.
Inayah
juga menekankan, temu rakyat seperti ini adalah bentuk perlawanan terhadap
kebijakan negara yang tidak berpihak. “Kita harus bersatu mempertahankan ruang
hidup,” ujarnya.
Acara
berlangsung penuh semangat. Para peserta saling menguatkan dan menyatakan tekad
bersama memperjuangkan hak-hak agraria. Selain diskusi, kegiatan ini juga
menjadi ajang konsolidasi lintas daerah untuk menyatukan langkah menghadapi
perampasan ruang hidup.
Baik
Bambang maupun Inayah menegaskan pentingnya solidaritas antarwilayah di
Sumatera. Persoalan agraria bukan hanya masalah lokal, tetapi persoalan bersama
yang harus diperjuangkan secara kolektif.
Acara
yang berlangsung hingga larut malam itu menghasilkan kesimpulan bahwa rakyat
kecewa terhadap pemerintah yang dianggap gagal menyelesaikan konflik agraria.
Bambang dan Inayah memberikan dorongan moral serta semangat besar bagi
masyarakat agar tidak menyerah memperjuangkan haknya.
Kegiatan
ditutup dengan komitmen bersama untuk terus melawan segala bentuk perampasan
ruang hidup serta memperkuat solidaritas rakyat lintas provinsi di Sumatera.
(*)