Berdikari.co, Bandar Lampung – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung tengah menyusun rencana strategis untuk mengembangkan 15 desa adat sebagai ikon wisata budaya. Inisiatif ini merupakan bagian dari program unggulan Desa Ku Maju yang diinisiasi oleh Gubernur Lampung, Mirza, sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis desa dan pelestarian budaya lokal.
Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung, Bobby Irawan, menyampaikan bahwa pengembangan desa adat menjadi destinasi wisata budaya saat ini masih dalam tahap pembahasan lintas sektor. Sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) turut dilibatkan, termasuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Transmigrasi.
“Program ini menjadi bagian dari strategi besar Gubernur untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Desa harus menjadi tulang punggung perekonomian Lampung,” ujar Bobby, Rabu (10/9/2025).
Beberapa desa yang sudah mulai menunjukkan potensi besar dalam pengembangan budaya lokal juga turut disorot. Salah satunya adalah desa-desa penghasil kain tapis, seperti Pekon Lugusari (Pringsewu), Pekon Way Sindi (Pesisir Barat), dan Desa Wisata Sailing (Tanggamus). Kain tapis yang merupakan warisan budaya Lampung dinilai memiliki nilai ekonomi tinggi dan mampu menarik minat wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.
Selain itu, Desa Wana dan Desa Melinting di Lampung Timur juga menjadi perhatian khusus. Keduanya dikenal kuat dalam menjaga adat dan tradisi, menjadikannya magnet bagi wisatawan budaya, terutama wisatawan asing.
“Segmentasi wisata budaya memang banyak diminati turis mancanegara. Desa seperti Melinting dan Wana sangat potensial karena kekayaan adat istiadat yang masih lestari,” jelas Bobby.
Untuk memperkuat program ini, Pemprov Lampung telah meluncurkan Strategi Siger Madani (Sinergi Gerakan Membangun Desa Wisata Inklusif). Strategi ini menempatkan kelompok sadar wisata (Pokdarwis) sebagai penggerak utama pembangunan berbasis potensi lokal, dengan fokus pada inklusi sosial dan pemberdayaan masyarakat.
Meskipun telah diluncurkan sejak tahun lalu, Bobby mengakui bahwa strategi ini masih memerlukan penguatan kebijakan, peningkatan kapasitas pelaku wisata, serta dukungan anggaran yang memadai.
“Saat ini Lampung telah memiliki sekitar 144 desa wisata. Banyak dari desa tersebut telah mengintegrasikan unsur adat istiadat sebagai bagian dari atraksi wisata yang berkelanjutan dan berdaya saing,” paparnya.
Selain sebagai sarana pelestarian budaya, program desa wisata budaya ini juga diarahkan untuk memberdayakan masyarakat desa, khususnya yang tergolong dalam kelompok ekonomi lemah (desil 1 dan 2). Tujuannya adalah menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong kemandirian ekonomi masyarakat berbasis potensi lokal.
> “Kami ingin desa wisata ini menjadi jalan keluar dari persoalan pengangguran dan kemiskinan. Masyarakat bisa mandiri, budaya tetap lestari, dan desa menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru,” tutup Bobby Irawan. (*)