Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Sabtu, 13 September 2025

DPRD Metro Serahkan Evaluasi Tunjangan ke Regulasi Pemerintah Pusat

Oleh Arby Pratama

Berita
Ketua DPRD Kota Metro, Ria Hartini. Foto: Ist

Berdikari.co, Metro – Setelah beberapa hari bungkam dan mendapat tekanan dari sejumlah organisasi mahasiswa, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Metro akhirnya angkat bicara soal polemik tunjangan dan fasilitas yang diterima para anggotanya. Pernyataan ini disampaikan oleh Ketua DPRD Kota Metro, Ria Hartini, melalui pesan tertulis pada Sabtu (13/9/2025).

Isu ini menjadi perbincangan hangat setelah mencuatnya informasi mengenai besarnya tunjangan dewan yang dinilai tidak sebanding dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Sorotan semakin tajam usai Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengimbau pemerintah daerah untuk mengevaluasi besaran tunjangan rumah dinas anggota DPRD di seluruh Indonesia.

Merespons imbauan tersebut, Ria menyatakan bahwa DPRD Metro akan mengikuti aturan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.

“DPRD Kota Metro tentunya akan tegak lurus sesuai aturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Kalaupun nantinya ada perubahan, tentu kita tunggu aturan terbaru dalam bentuk petunjuk tertulis atau Peraturan Menteri Dalam Negeri,” tulisnya.

Namun pernyataan ini dinilai sebagian publik terlalu normatif dan belum menunjukkan inisiatif konkret dari DPRD Metro untuk melakukan evaluasi secara mandiri. Apalagi di tengah keluhan masyarakat soal fasilitas umum yang terbatas dan kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya.

Saat ditanya lebih lanjut mengenai kemungkinan evaluasi terhadap tunjangan perumahan, Ria menjelaskan bahwa langkah tersebut akan bergantung pada regulasi dari pemerintah pusat maupun provinsi.

“Terkait rencana DPRD Kota Metro, hal ini akan disesuaikan dengan aturan yang berlaku nantinya, baik dari tingkat pusat maupun provinsi, dan kami akan berkoordinasi dengan Pemerintah Kota Metro untuk tindak lanjutnya,” lanjutnya.

Ria juga merinci beberapa jenis tunjangan yang diterima anggota DPRD Kota Metro, seperti Tunjangan Komunikasi Intensif, Tunjangan Reses, Tunjangan Perumahan, Tunjangan Transportasi, dan Tunjangan Kesejahteraan yang mencakup jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, serta kematian. Sementara untuk ketua DPRD, disediakan rumah dinas dan kendaraan dinas.

Ia menegaskan bahwa seluruh tunjangan tersebut mengacu pada regulasi resmi, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota.

Meskipun DPRD Metro menyatakan semua pemberian tunjangan telah sesuai aturan, kritik publik tetap mengalir. Banyak warga menilai nominal tunjangan dewan tidak mencerminkan kepekaan terhadap kondisi daerah, seperti jalan rusak, layanan kesehatan terbatas, dan angka pengangguran yang meningkat.

Menanggapi hal ini, Ria menegaskan bahwa besaran tunjangan bukan ditentukan sepihak oleh DPRD.

“Penentuan besaran tunjangan tersebut berdasarkan appraisal dan aturan yang berlaku serta telah dievaluasi baik oleh Pemerintah Kota Metro maupun Pemerintah Provinsi Lampung,” katanya.

Ketika ditanya mengenai kemungkinan pemangkasan tunjangan, Ria kembali menyebut bahwa DPRD Metro hanya menjalankan ketentuan yang berlaku. Ia merujuk sejumlah dasar hukum seperti Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017, Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 5 Tahun 2017, dan Peraturan Wali Kota Metro Nomor 23 Tahun 2017.

“Semua disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tutupnya.

Meski akhirnya memberikan klarifikasi, sikap DPRD Metro dinilai belum menjawab keresahan masyarakat secara substansial. Pernyataan yang disampaikan masih dianggap formalistik dan sekadar mengulang regulasi yang sudah diketahui publik, tanpa menawarkan solusi atau evaluasi proaktif.

Sebagai lembaga yang mewakili aspirasi rakyat, DPRD diharapkan mampu menunjukkan sensitivitas terhadap situasi sosial yang tengah berkembang. Dalam kondisi saat ini, publik menanti langkah nyata, bukan hanya pernyataan normatif yang berlindung di balik regulasi yang mungkin sudah tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat. (*)

Editor Sigit Pamungkas