Berdikari.co, Bandar
Lampung - Masih banyaknya jalan rusak di Provinsi Lampung tidak hanya
mengganggu kenyamanan berkendara, tetapi juga telah menyebabkan sejumlah
kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa.
Kondisi ini
menimbulkan pertanyaan, apakah masyarakat memiliki hak untuk menggugat
pemerintah yang dianggap lalai memperbaiki jalan?
Ketua Umum sekaligus
Pembina DPP Advokat Bela Rakyat Indonesia (ABR-I), Hermawan, menegaskan bahwa
masyarakat memiliki hak penuh untuk mengajukan gugatan perdata terhadap
pemerintah apabila kecelakaan terjadi akibat kelalaian dalam pemeliharaan
infrastruktur jalan.
Menurut Hermawan,
dasar hukum gugatan tersebut diatur dalam Pasal 1365 Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Jika ada warga yang
menjadi korban akibat jalan rusak yang merupakan tanggung jawab pemerintah,
maka mereka berhak melakukan gugatan perdata. Pemerintah bisa digugat karena
lalai memperbaiki jalan,” ujar Hermawan, Sabtu (4/10/2025).
Namun, ia mengakui
bahwa praktik gugatan seperti ini masih jarang dilakukan, meskipun kasus
kecelakaan akibat jalan berlubang sudah banyak terjadi. Bahkan, dalam beberapa
kasus, kontraktor atau pihak penyelenggara jalan juga dapat dimintai
pertanggungjawaban.
Hermawan menjelaskan,
untuk memperkuat gugatan, masyarakat perlu menyiapkan bukti dan data yang
lengkap, seperti dokumentasi foto atau video kondisi jalan, jumlah korban,
serta status kepemilikan jalan apakah milik pemerintah kabupaten/kota atau
provinsi. Semua bukti itu bisa dijadikan dasar untuk diajukan ke Pengadilan
Negeri setempat.
“Biasanya tuntutan
masyarakat berupa ganti rugi. Tapi jika terbukti ada unsur kelalaian yang
mengarah ke pidana, maka gugatan itu bisa berdampak lebih luas,” jelasnya.
Ia juga mendorong
masyarakat memanfaatkan bantuan hukum dari pengacara agar proses gugatan
berjalan sesuai prosedur. Selain itu, laporan juga bisa disampaikan ke pihak
kepolisian karena hal ini berkaitan langsung dengan ketentuan dalam
undang-undang lalu lintas.
“Intinya, masyarakat
jangan takut menuntut haknya. Pemerintah wajib menyediakan fasilitas umum yang
aman, termasuk jalan raya. Jika lalai hingga menimbulkan korban, maka gugatan
adalah langkah hukum yang sah,” pungkasnya.
Sementara
itu, Pakar Transportasi
Universitas Bandar Lampung (UBL), Aditya Mahatidanar, juga menegaskan bahwa masyarakat sebenarnya
memiliki hak untuk menggugat pemerintah dalam kasus seperti ini.
“Ketika jalan rusak, berlubang, atau minim rambu,
risiko kecelakaan meningkat tajam. Dalam kasus seperti ini, masyarakat punya
hak menuntut tanggung jawab pemerintah, karena jalan adalah prasarana publik
yang wajib dipelihara negara,” ujar Aditya saat dimintai tanggapan, Jumat
(3/10/2025).
Menurutnya, regulasi sudah secara jelas mengatur
tanggung jawab pemerintah dalam menjaga keselamatan pengguna jalan. Baik Undang-Undang Jalan maupun Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan (LLAJ) menegaskan bahwa pemerintah memegang tanggung jawab penuh terhadap
keamanan dan keselamatan pengguna jalan.
“Tanggung jawab pemerintah seharusnya sangat besar.
Prinsip dasar transportasi adalah safety first. Jalan bukan sekadar
infrastruktur ekonomi, tetapi ruang hidup yang digunakan jutaan orang setiap
hari. Jika ada kecelakaan akibat jalan berlubang, itu adalah bentuk kegagalan
pemeliharaan,” jelasnya.
Namun hingga kini, belum ada masyarakat di Lampung
yang berani menggugat pemerintah meski kerusakan jalan kerap menimbulkan
korban. Aditya menyebut, hal ini disebabkan minimnya literasi hukum dan keberanian warga.
“Banyak warga tidak tahu jalur hukum yang bisa
ditempuh. Ada yang pesimis melawan negara, dan menganggap biaya serta proses
hukum itu rumit. Akhirnya masyarakat memilih pasrah,” terangnya.
Padahal, menurutnya, ada mekanisme hukum yang bisa
digunakan, seperti class action atau gugatan warga negara (citizen lawsuit), yang dapat ditempuh dengan
pendampingan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) maupun
organisasi masyarakat sipil.
“Jika mekanisme ini dijalankan, bisa menjadi bentuk
kontrol sosial agar pemerintah lebih serius memperhatikan keselamatan jalan,”
kata Aditya.
Ia juga mendorong masyarakat lebih aktif melaporkan
kerusakan jalan melalui kanal resmi pemerintah, bukan hanya lewat media sosial.
“Akademisi, komunitas, dan media perlu ikut
mendampingi masyarakat. Yang paling penting, masyarakat harus sadar bahwa
keselamatan adalah hak dasar. Kalau terus diam, jalan rusak yang berulang akan
dianggap hal biasa, padahal taruhannya nyawa,” tegasnya.
Untuk diketahui, beberapa dasar
hukum yang mengatur hak rakyat untuk menggugat pemerintah atau penyelenggara
jalan yang lalai memperbaiki infrastruktur hingga menyebabkan korban jiwa.
Di antaranya, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(LLAJ). Pada Pasal 24 menyatakan bahwa Pemerintah wajib
segera memperbaiki jalan rusak atau memasang rambu peringatan.
Selanjutnya Pasal 273 menyebut kelalaian hingga menimbulkan korban jiwa dapat dikenakan sanksi pidana
maksimal 5 tahun penjara atau denda hingga Rp120 juta.
Selain itu, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata) Pasal 1365. Berbunyi, setiap perbuatan
melawan hukum yang merugikan orang lain mewajibkan pelaku untuk memberikan
ganti rugi.
Dan UUD 1945 Pasal 28H ayat (1), menjamin hak setiap warga negara atas lingkungan hidup yang baik, sehat, dan fasilitas publik yang aman. (*)