Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Senin, 06 Oktober 2025

Advokat: Warga Berhak Gugat Pemerintah yang Lalai Perbaiki Jalan

Oleh ADMIN

Berita
Ketua Umum sekaligus Pembina DPP Advokat Bela Rakyat Indonesia (ABR-I), Hermawan. Foto: Ist

Berdikari.co, Bandar Lampung - Masih banyaknya jalan rusak di Provinsi Lampung tidak hanya mengganggu kenyamanan berkendara, tetapi juga telah menyebabkan sejumlah kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan, apakah masyarakat memiliki hak untuk menggugat pemerintah yang dianggap lalai memperbaiki jalan?

Ketua Umum sekaligus Pembina DPP Advokat Bela Rakyat Indonesia (ABR-I), Hermawan, menegaskan bahwa masyarakat memiliki hak penuh untuk mengajukan gugatan perdata terhadap pemerintah apabila kecelakaan terjadi akibat kelalaian dalam pemeliharaan infrastruktur jalan.

Menurut Hermawan, dasar hukum gugatan tersebut diatur dalam Pasal 1365 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

“Jika ada warga yang menjadi korban akibat jalan rusak yang merupakan tanggung jawab pemerintah, maka mereka berhak melakukan gugatan perdata. Pemerintah bisa digugat karena lalai memperbaiki jalan,” ujar Hermawan, Sabtu (4/10/2025).

Namun, ia mengakui bahwa praktik gugatan seperti ini masih jarang dilakukan, meskipun kasus kecelakaan akibat jalan berlubang sudah banyak terjadi. Bahkan, dalam beberapa kasus, kontraktor atau pihak penyelenggara jalan juga dapat dimintai pertanggungjawaban.

Hermawan menjelaskan, untuk memperkuat gugatan, masyarakat perlu menyiapkan bukti dan data yang lengkap, seperti dokumentasi foto atau video kondisi jalan, jumlah korban, serta status kepemilikan jalan apakah milik pemerintah kabupaten/kota atau provinsi. Semua bukti itu bisa dijadikan dasar untuk diajukan ke Pengadilan Negeri setempat.

“Biasanya tuntutan masyarakat berupa ganti rugi. Tapi jika terbukti ada unsur kelalaian yang mengarah ke pidana, maka gugatan itu bisa berdampak lebih luas,” jelasnya.

Ia juga mendorong masyarakat memanfaatkan bantuan hukum dari pengacara agar proses gugatan berjalan sesuai prosedur. Selain itu, laporan juga bisa disampaikan ke pihak kepolisian karena hal ini berkaitan langsung dengan ketentuan dalam undang-undang lalu lintas.

“Intinya, masyarakat jangan takut menuntut haknya. Pemerintah wajib menyediakan fasilitas umum yang aman, termasuk jalan raya. Jika lalai hingga menimbulkan korban, maka gugatan adalah langkah hukum yang sah,” pungkasnya.

Sementara itu, Pakar Transportasi Universitas Bandar Lampung (UBL), Aditya Mahatidanarjuga menegaskan bahwa masyarakat sebenarnya memiliki hak untuk menggugat pemerintah dalam kasus seperti ini.

“Ketika jalan rusak, berlubang, atau minim rambu, risiko kecelakaan meningkat tajam. Dalam kasus seperti ini, masyarakat punya hak menuntut tanggung jawab pemerintah, karena jalan adalah prasarana publik yang wajib dipelihara negara,” ujar Aditya saat dimintai tanggapan, Jumat (3/10/2025).

Menurutnya, regulasi sudah secara jelas mengatur tanggung jawab pemerintah dalam menjaga keselamatan pengguna jalan. Baik Undang-Undang Jalan maupun Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) menegaskan bahwa pemerintah memegang tanggung jawab penuh terhadap keamanan dan keselamatan pengguna jalan.

“Tanggung jawab pemerintah seharusnya sangat besar. Prinsip dasar transportasi adalah safety first. Jalan bukan sekadar infrastruktur ekonomi, tetapi ruang hidup yang digunakan jutaan orang setiap hari. Jika ada kecelakaan akibat jalan berlubang, itu adalah bentuk kegagalan pemeliharaan,” jelasnya.

Namun hingga kini, belum ada masyarakat di Lampung yang berani menggugat pemerintah meski kerusakan jalan kerap menimbulkan korban. Aditya menyebut, hal ini disebabkan minimnya literasi hukum dan keberanian warga.

“Banyak warga tidak tahu jalur hukum yang bisa ditempuh. Ada yang pesimis melawan negara, dan menganggap biaya serta proses hukum itu rumit. Akhirnya masyarakat memilih pasrah,” terangnya.

Padahal, menurutnya, ada mekanisme hukum yang bisa digunakan, seperti class action atau gugatan warga negara (citizen lawsuit), yang dapat ditempuh dengan pendampingan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) maupun organisasi masyarakat sipil.

“Jika mekanisme ini dijalankan, bisa menjadi bentuk kontrol sosial agar pemerintah lebih serius memperhatikan keselamatan jalan,” kata Aditya.

Ia juga mendorong masyarakat lebih aktif melaporkan kerusakan jalan melalui kanal resmi pemerintah, bukan hanya lewat media sosial.

“Akademisi, komunitas, dan media perlu ikut mendampingi masyarakat. Yang paling penting, masyarakat harus sadar bahwa keselamatan adalah hak dasar. Kalau terus diam, jalan rusak yang berulang akan dianggap hal biasa, padahal taruhannya nyawa,” tegasnya.

Untuk diketahui, beberapa dasar hukum yang mengatur hak rakyat untuk menggugat pemerintah atau penyelenggara jalan yang lalai memperbaiki infrastruktur hingga menyebabkan korban jiwa.

Di antaranya, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Pada Pasal 24 menyatakan bahwa Pemerintah wajib segera memperbaiki jalan rusak atau memasang rambu peringatan.

Selanjutnya Pasal 273 menyebut kelalaian hingga menimbulkan korban jiwa dapat dikenakan sanksi pidana maksimal 5 tahun penjara atau denda hingga Rp120 juta.

Selain itu, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1365. Berbunyi, setiap perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain mewajibkan pelaku untuk memberikan ganti rugi.

Dan UUD 1945 Pasal 28H ayat (1), menjamin hak setiap warga negara atas lingkungan hidup yang baik, sehat, dan fasilitas publik yang aman. (*)

Editor Sigit Pamungkas