Logo

berdikari BERITA LAMPUNG

Rabu, 08 Oktober 2025

Lahan Sawah Bandar Lampung Sisa 466,8 Hektar, Tersebar di 10 Kecamatan

Oleh ADMIN

Berita
Ilustrasi

Berdikari.co, Bandar Lampung - Kepala Dinas Pertanian Kota Bandar Lampung, Dedeh Ernawati Fauzie, menyebut luas baku lahan sawah (LBS) di wilayah Bandar Lampung saat ini hanya tersisa 466,8 hektar, tersebar di 10 kecamatan.

Dedeh mengatakan, meskipun tergolong kecil dibandingkan lahan sawah di daerah lain, pihaknya tetap berupaya mempertahankan lahan tersebut sebagai bagian dari program nasional swasembada pangan.

Dedeh menjelaskan, berdasarkan SK Menteri ATR/BPN tentang luas baku lahan sawah nasional, Bandar Lampung memiliki dua kategori lahan sawah yakni irigasi dan tadah hujan.

Kecamatan Rajabasa menjadi wilayah dengan area pertanian terbesar mencapai 223,14 hektar. Rinciannya, lahan sawah irigasi seluas 124,186 hektar dan lahan tadah hujan 37,14 hektar,

“Memang Bandar Lampung termasuk yang paling sedikit luas lahan pertaniannya dibandingkan 14 kabupaten/kota lainnya. Tapi kalau sampai lahan ini hilang, itu akan mempengaruhi nilai total produksi panen padi di tingkat provinsi,” ujar Dedeh, Selasa (7/10/2025).

Ia menerangkan, meskipun lahan pertanian di Bandar Lampung terbatas, Pemkot Bandar Lampung tetap berkomitmen mempertahankan LP2B (Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan) sebagaimana diatur dalam RTRW daerah.

Hal ini juga sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat yang menambah luas LP2B hingga 87 persen dari luas eksisting berdasarkan keputusan menteri terbaru.

“Di satu sisi lahan itu milik masyarakat, tapi disisi lain kita harus menjaga keberlanjutan sawah karena ini bagian dari program Presiden RI untuk menjaga swasembada pangan,” jelasnya.

Selain fokus menjaga lahan sawah, ia juga mendorong masyarakat memanfaatkan lahan pekarangan untuk menanam berbagai komoditas hortikultura seperti cabai, bawang merah, dan sayuran.

Program ini bisa dijalankan dengan sistem hidroponik dan aquaponik, sebagai langkah antisipasi terhadap inflasi pangan.

"Ketahanan pangan itu tidak hanya soal beras, tapi juga bagaimana kita mengendalikan inflasi. Komoditas seperti cabai merah dan bawang merah merupakan penyumbang inflasi terbesar. Jadi kalau masyarakat bisa menanam sendiri, itu bisa membantu stabilitas harga,” ungkap Dedeh.

Dedeh mengatakan, Dinas Pertanian juga bekerja sama dengan sejumlah gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) dan Kelompok Wanita Tani (KWT) di seluruh kecamatan untuk mendukung program ketahanan pangan. Saat ini terdapat 6 gapoktan, 80 kelompok tani, dan 51 KWT yang aktif berpartisipasi dalam berbagai program pertanian perkotaan.

Selain menekan inflasi, pihaknya mengembangkan tanaman cabai dan bawang yang diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani.

Dedeh mengungkapkan, sebagian hasil panen bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga, sementara sisanya bisa dijual untuk menambah penghasilan.

“Kalau pendapatan petani meningkat, itu akan berpengaruh pada perputaran ekonomi di masyarakat. Efeknya bisa seperti domino dari peningkatan produksi, konsumsi rumah tangga, sampai stabilisasi harga pangan,” imbuhnya.

Dedeh berharap, strategi ini dapat menjaga keseimbangan antara ketahanan pangan dan pertumbuhan ekonomi, tanpa mengorbankan keberadaan lahan pertanian yang tersisa di tengah pesatnya urbanisasi kota. (*)

 

Editor Sigit Pamungkas