Berdikari.co, Bandar Lampung - Kepala Dinas Pertanian Kota Bandar Lampung, Dedeh Ernawati Fauzie, menyebut
luas baku lahan sawah (LBS) di wilayah Bandar Lampung saat ini hanya tersisa
466,8 hektar, tersebar di 10 kecamatan.
Dedeh mengatakan, meskipun tergolong kecil dibandingkan lahan sawah di
daerah lain, pihaknya tetap berupaya mempertahankan lahan tersebut sebagai
bagian dari program nasional swasembada pangan.
Dedeh menjelaskan, berdasarkan SK Menteri ATR/BPN tentang luas baku lahan
sawah nasional, Bandar Lampung memiliki dua kategori lahan sawah yakni irigasi
dan tadah hujan.
Kecamatan Rajabasa menjadi wilayah dengan area pertanian terbesar mencapai
223,14 hektar. Rinciannya, lahan sawah irigasi seluas 124,186 hektar dan lahan
tadah hujan 37,14 hektar,
“Memang Bandar Lampung termasuk yang paling sedikit luas lahan pertaniannya
dibandingkan 14 kabupaten/kota lainnya. Tapi kalau sampai lahan ini hilang, itu
akan mempengaruhi nilai total produksi panen padi di tingkat provinsi,” ujar
Dedeh, Selasa (7/10/2025).
Ia menerangkan, meskipun lahan pertanian di Bandar Lampung terbatas, Pemkot
Bandar Lampung tetap berkomitmen mempertahankan LP2B (Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan) sebagaimana diatur dalam RTRW daerah.
Hal ini juga sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat yang menambah luas
LP2B hingga 87 persen dari luas eksisting berdasarkan keputusan menteri
terbaru.
“Di satu sisi lahan itu milik masyarakat, tapi disisi lain kita harus
menjaga keberlanjutan sawah karena ini bagian dari program Presiden RI untuk
menjaga swasembada pangan,” jelasnya.
Selain fokus menjaga lahan sawah, ia juga mendorong masyarakat memanfaatkan
lahan pekarangan untuk menanam berbagai komoditas hortikultura seperti cabai,
bawang merah, dan sayuran.
Program ini bisa dijalankan dengan sistem hidroponik dan aquaponik, sebagai
langkah antisipasi terhadap inflasi pangan.
"Ketahanan pangan itu tidak hanya soal beras, tapi juga bagaimana kita
mengendalikan inflasi. Komoditas seperti cabai merah dan bawang merah merupakan
penyumbang inflasi terbesar. Jadi kalau masyarakat bisa menanam sendiri, itu
bisa membantu stabilitas harga,” ungkap Dedeh.
Dedeh mengatakan, Dinas Pertanian juga bekerja sama dengan sejumlah
gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) dan Kelompok Wanita Tani (KWT) di seluruh
kecamatan untuk mendukung program ketahanan pangan. Saat ini terdapat 6
gapoktan, 80 kelompok tani, dan 51 KWT yang aktif berpartisipasi dalam berbagai
program pertanian perkotaan.
Selain menekan inflasi, pihaknya mengembangkan tanaman cabai dan bawang
yang diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani.
Dedeh mengungkapkan, sebagian hasil panen bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan
rumah tangga, sementara sisanya bisa dijual untuk menambah penghasilan.
“Kalau pendapatan petani meningkat, itu akan berpengaruh pada perputaran
ekonomi di masyarakat. Efeknya bisa seperti domino dari peningkatan produksi,
konsumsi rumah tangga, sampai stabilisasi harga pangan,” imbuhnya.
Dedeh berharap, strategi ini dapat menjaga keseimbangan antara ketahanan pangan dan pertumbuhan ekonomi, tanpa mengorbankan keberadaan lahan pertanian yang tersisa di tengah pesatnya urbanisasi kota. (*)