Berdikari.co, Bandar Lampung - Pengamat kebijakan publik Universitas
Lampung (Unila), Dedy Hermawan, mengatakan kebijakan efisiensi dan pemangkasan
anggaran transfer ke daerah (TKD) justru berpotensi menekan ruang fiskal
pemerintah daerah yang selama ini sangat bergantung pada dana transfer dari
pusat.
“Pemangkasan ini memang menjadi keluhan banyak pemerintah daerah.
Dampaknya, belanja pembangunan menjadi sangat terbatas, terutama untuk
sektor-sektor vital seperti infrastruktur jalan, drainase, jembatan, hingga
fasilitas layanan publik seperti sekolah dan kesehatan,” kata Dedy, Selasa
(7/10/2025).
Dedy mengungkapkan, berkurangnya anggaran transfer akan membuat kegiatan
pembangunan daerah rentan terhambat, karena sebagian besar program fisik dan
sosial bersumber dari dana TKD.
“Implikasi lanjutannya tentu akan dirasakan langsung oleh masyarakat. Pemerintah
daerah akan kesulitan memberikan layanan publik secara optimal, sementara
masyarakat masih menghadapi berbagai persoalan seperti jalan rusak, sekolah
yang belum memadai, pengelolaan sampah, hingga banjir,” jelasnya.
Dedy menilai, situasi ini menuntut pemerintah daerah untuk lebih kreatif
dan inovatif dalam menjaga agar kegiatan pembangunan tetap berjalan meskipun
ruang fiskalnya menyempit.
“Kreativitas dan inovasi menjadi kunci untuk keluar dari keadaan ini. Pemda
harus memperkuat dan mengoptimalkan kembali sumber pendapatan asli daerah,
melakukan efisiensi internal, serta menjalin kolaborasi dengan sektor swasta
untuk mengatasi persoalan publik,” saran Dedy.
Selain itu, lanjut Dedy, pemerintah daerah juga perlu lebih aktif
berkoordinasi dengan pemerintah pusat agar kegiatan atau proyek strategis
nasional dapat dilaksanakan di daerah, sehingga beban pembiayaan tidak
seluruhnya ditanggung dari APBD.
“Daerah tidak boleh pasif. Justru di tengah keterbatasan ini, mereka harus memperjuangkan program pusat agar bisa digelontorkan ke daerah, terutama yang berdampak langsung pada pelayanan publik,” pungkasnya. (*)